Penataan Birokrasi Dikoordinasikan dengan Gubernur Terpilih
A
A
A
MAKASSAR - Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Soni Sumarsono tidak ingin ambil pusing soal agenda pelantikan pejabat di lingkup Pemprov Sulsel.
Dia menegaskan, dalam menjalankan pemerintahan, mutasi atau pengisian jabatan sah-sah saja dilakukan. Selama tujuannya untuk meningkatkan pelayanan dan performa birokrasi. Apalagi, kekosongan jabatan tidak boleh dibiarkan terjadi.
"Tidak ada yang salah dalam konteks ini. Karena Pj gubernur/bupati/wali kota itu memiliki kewenangan penuh selama etika pemerintahanya kita koordinasi dengan gubernur terpilih," ujar Sumarsono yang ditemui di kantor Gubernur Sulsel, Selasa (31/7/2018).
Mutasi yang dilakukan, kata dia, sudah sesuai aturan dan mendapat persetujuan Kemendagri. Belum lagi, dirinya sudah pernah berkoordinasi dengam Gubernur Sulsel terpilih, Nurdin Abdullah (NA) terkait penatakelolaan birokrasi.
Sumarsono mengakui, pertemuannya dengan Nurdin Abdullah sudah sama-sama sepakat. Untuk lelang jabatan diserahkan kepada Nurdin Abadullah, namun Pj Gubernur Sulsel tetap berwenang melakukan mutasi selama tujuannya mengisi kekosongan jabatan.
"Pak NA sangat memahami pelaku pemerintahan. Dia sangat tahu kepincangan dalam pemerintahan tidak boleh terjadi. Menunggu itu menyalahi kepentingan. UPT-UPT itu tidak boleh ada kekosongan, performa jelek langsung digeser supaya kuat," terang Sumarsono yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini.
Diketahui, Pj Gubernur Sulsel kembali melantik 95 pejabat eselon III dan IV, Senin 30 Juli 2018. Agenda ini lantas mendapat sorotan dari berbagai pengamat pemerintahan karena dinilai sarat kepentingan.
Total 95 pejabat eselon III dan eselon IV yang diantik itu, untuk level pengawas dan administrator. Sebanyak 60% adalah pengisian jabatan kosong di unit-unit pelayanan, sementara 40% lainnya adalah efek domino dari pengisian jabatan.
"Tapi sebagai seorang dirjen senior, saya tahu apa yang saya lakukan. Dan saya tanggung jawab sepenuhnya untuk itu. Yang jelas pemerintahan harus berjalan lancar tidak boleh ada ketimpangan maupun kekosongan," pungkasnya.
Sebelumnya Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Muh Saiful menilai, apa yang Pj Gubernur Soni Sumarsono merupakan anomali dalam proses tata pemerintahan yang selama ini dijalankan oleh semua pemerintahan, baik itu provinsi maupun kota/kabupaten.
“Ini tidak etis, mengingat Sumarsono itu merupakan Pejabat Sementara Gubernur dan bukan Gubernur defenitif. Lagi pula, saat ini hanya tersisa 2 bulan lagi (September) bakal ada pelantikan gubernur terpilih," ujar Saifullah.
Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Sulsel, Jayadi Nas juga menambahkan, dalam konteks etika pemerintahan, seharusnya tidak dilakukan mutasi karena akan berpotensi terjadinya kekacauan dalam pelaksanaan pemerintahan di masa depan.
Dia menegaskan, dalam menjalankan pemerintahan, mutasi atau pengisian jabatan sah-sah saja dilakukan. Selama tujuannya untuk meningkatkan pelayanan dan performa birokrasi. Apalagi, kekosongan jabatan tidak boleh dibiarkan terjadi.
"Tidak ada yang salah dalam konteks ini. Karena Pj gubernur/bupati/wali kota itu memiliki kewenangan penuh selama etika pemerintahanya kita koordinasi dengan gubernur terpilih," ujar Sumarsono yang ditemui di kantor Gubernur Sulsel, Selasa (31/7/2018).
Mutasi yang dilakukan, kata dia, sudah sesuai aturan dan mendapat persetujuan Kemendagri. Belum lagi, dirinya sudah pernah berkoordinasi dengam Gubernur Sulsel terpilih, Nurdin Abdullah (NA) terkait penatakelolaan birokrasi.
Sumarsono mengakui, pertemuannya dengan Nurdin Abdullah sudah sama-sama sepakat. Untuk lelang jabatan diserahkan kepada Nurdin Abadullah, namun Pj Gubernur Sulsel tetap berwenang melakukan mutasi selama tujuannya mengisi kekosongan jabatan.
"Pak NA sangat memahami pelaku pemerintahan. Dia sangat tahu kepincangan dalam pemerintahan tidak boleh terjadi. Menunggu itu menyalahi kepentingan. UPT-UPT itu tidak boleh ada kekosongan, performa jelek langsung digeser supaya kuat," terang Sumarsono yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini.
Diketahui, Pj Gubernur Sulsel kembali melantik 95 pejabat eselon III dan IV, Senin 30 Juli 2018. Agenda ini lantas mendapat sorotan dari berbagai pengamat pemerintahan karena dinilai sarat kepentingan.
Total 95 pejabat eselon III dan eselon IV yang diantik itu, untuk level pengawas dan administrator. Sebanyak 60% adalah pengisian jabatan kosong di unit-unit pelayanan, sementara 40% lainnya adalah efek domino dari pengisian jabatan.
"Tapi sebagai seorang dirjen senior, saya tahu apa yang saya lakukan. Dan saya tanggung jawab sepenuhnya untuk itu. Yang jelas pemerintahan harus berjalan lancar tidak boleh ada ketimpangan maupun kekosongan," pungkasnya.
Sebelumnya Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Muh Saiful menilai, apa yang Pj Gubernur Soni Sumarsono merupakan anomali dalam proses tata pemerintahan yang selama ini dijalankan oleh semua pemerintahan, baik itu provinsi maupun kota/kabupaten.
“Ini tidak etis, mengingat Sumarsono itu merupakan Pejabat Sementara Gubernur dan bukan Gubernur defenitif. Lagi pula, saat ini hanya tersisa 2 bulan lagi (September) bakal ada pelantikan gubernur terpilih," ujar Saifullah.
Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Sulsel, Jayadi Nas juga menambahkan, dalam konteks etika pemerintahan, seharusnya tidak dilakukan mutasi karena akan berpotensi terjadinya kekacauan dalam pelaksanaan pemerintahan di masa depan.
(wib)