Gelombang Setinggi 6 Meter Ancam Pantai Selatan DIY hingga 29 Juli
A
A
A
YOGYAKARTA - Gelombang laut setinggi 5-6 meter diperkirakaan menerjang pantai Selatan DIY hingga akhir bulan ini. Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) mengimbau agar nelayan di DIY tidak melaut hingga 29 Juli mendatang.
Prakirawan BMKG Yogyakarta Sigit H Prakosa menyebutkan, gelombang tinggi di perairan sebelah Selatan DIY yang membentang dari wilayah Kabupaten Kulonprogo hingga Gunungkidul terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang siginifikan di belahan bumi Selatan, tepatnya di Samudera Hindia dengan belahan bumi Utara di Laut China Selatan.
“Kondisi ini diperparah dengan adanya aktivitas siklon tropikal dan siklon ampil. Kecepatan angin sampai 35 km/jam sehingga menimbulkan gelombang tinggi 5-6 meter,” ujar Sigit saat menjadi pembicara dalam diskusi berjudul 'Dampak Gelombang Tinggi Pesisir DI Yogyakarta' di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Selasa (24/7/2018).
Menurut Sigit kondisi ini cukup berbahaya bagi nelayan. Untuk itu, ia meminta nelayan untuk tidak melaut dalam sepekan ke depan. Diperkirakan gelombang baru akan berangsur-angsur turun pada 29 Juli 2018. Sigit juga mengimbau agar masyarakat selalu mengupdate informasi yang dikeluarkan BMKG terkait aktivitas gelombang tinggi.
Sementara itu, Dekan Fakulast Geografi UGM Prof Muh Aris Marfai mengatakan, dari hasil obervasi lapangan, gelombang tinggi yang menerjang kawasan pesisir Selatan DIY menyebabkan kerugian hingga Rp2 miliar.
“Kerusakan cukup parah akibat gelombang tinggi di empat pantai Gunungkidul, yakni Pantai Somandeng, Pantai Ngandong, Pantai Drini, dan Pantai Sepanjang. Sekitar 24 gazebo mengalami kerusakan dan hilang terbawa arus. Tidak hanya itu, 5 kapal dan 20 jaring set juga dilaporkan hilang terseret arus,” terangnya.
Gelombang tinggi juga menyebabkan kerusakan vegetasi di sekitar garis pantai di Kabupaten Bantul, seperti Pantai Goa Cemara, Pantai Baru, serta Pantai Trisik. “Di sejumlah pantai itu abrasi mencapai 3-4 meter ke belakang pantai sehingga vegetasinya mengalami kerusakan berat,” terangnya.
Ia menjelaskan, gelombang tinggi ini memiliki dampak yang berbeda-beda, tergantung karakteristik pesisir pantai. Di pantai yang berhadapan langsung ke laut, berpasir landai dan lurus akan mengalami dampak empasan gelombang yang lebih besar.
Kondisi ini berbeda dengan pantai bertebing, pantai ber-platform, pantai berteluk, pantai berlaguna, dan panti bermangrove yang bisa lebih meredam empasan gelombang tinggi. Pantai-pantai di DIY kebanyakan langsung menghadap ke laut sehingga akan selalu berpotensi menerima gelombang tinggi.
“Masyarakat diharapkan tidak melakukan aktivitas secara intensif di sekitar bibir pantai. Pendirian bangunan maupun fasilitas publik diharapkan jauh di belakang pantai minimal sekitar 100 meter dari garis pantai,” pungkasnya.
Prakirawan BMKG Yogyakarta Sigit H Prakosa menyebutkan, gelombang tinggi di perairan sebelah Selatan DIY yang membentang dari wilayah Kabupaten Kulonprogo hingga Gunungkidul terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang siginifikan di belahan bumi Selatan, tepatnya di Samudera Hindia dengan belahan bumi Utara di Laut China Selatan.
“Kondisi ini diperparah dengan adanya aktivitas siklon tropikal dan siklon ampil. Kecepatan angin sampai 35 km/jam sehingga menimbulkan gelombang tinggi 5-6 meter,” ujar Sigit saat menjadi pembicara dalam diskusi berjudul 'Dampak Gelombang Tinggi Pesisir DI Yogyakarta' di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Selasa (24/7/2018).
Menurut Sigit kondisi ini cukup berbahaya bagi nelayan. Untuk itu, ia meminta nelayan untuk tidak melaut dalam sepekan ke depan. Diperkirakan gelombang baru akan berangsur-angsur turun pada 29 Juli 2018. Sigit juga mengimbau agar masyarakat selalu mengupdate informasi yang dikeluarkan BMKG terkait aktivitas gelombang tinggi.
Sementara itu, Dekan Fakulast Geografi UGM Prof Muh Aris Marfai mengatakan, dari hasil obervasi lapangan, gelombang tinggi yang menerjang kawasan pesisir Selatan DIY menyebabkan kerugian hingga Rp2 miliar.
“Kerusakan cukup parah akibat gelombang tinggi di empat pantai Gunungkidul, yakni Pantai Somandeng, Pantai Ngandong, Pantai Drini, dan Pantai Sepanjang. Sekitar 24 gazebo mengalami kerusakan dan hilang terbawa arus. Tidak hanya itu, 5 kapal dan 20 jaring set juga dilaporkan hilang terseret arus,” terangnya.
Gelombang tinggi juga menyebabkan kerusakan vegetasi di sekitar garis pantai di Kabupaten Bantul, seperti Pantai Goa Cemara, Pantai Baru, serta Pantai Trisik. “Di sejumlah pantai itu abrasi mencapai 3-4 meter ke belakang pantai sehingga vegetasinya mengalami kerusakan berat,” terangnya.
Ia menjelaskan, gelombang tinggi ini memiliki dampak yang berbeda-beda, tergantung karakteristik pesisir pantai. Di pantai yang berhadapan langsung ke laut, berpasir landai dan lurus akan mengalami dampak empasan gelombang yang lebih besar.
Kondisi ini berbeda dengan pantai bertebing, pantai ber-platform, pantai berteluk, pantai berlaguna, dan panti bermangrove yang bisa lebih meredam empasan gelombang tinggi. Pantai-pantai di DIY kebanyakan langsung menghadap ke laut sehingga akan selalu berpotensi menerima gelombang tinggi.
“Masyarakat diharapkan tidak melakukan aktivitas secara intensif di sekitar bibir pantai. Pendirian bangunan maupun fasilitas publik diharapkan jauh di belakang pantai minimal sekitar 100 meter dari garis pantai,” pungkasnya.
(thm)