Pemantau Pilgub Jatim dari Luar Negeri ke Dolly, Ada Apa ?
A
A
A
SURABAYA - Eks lokalisasi prostitusi Dolly, Surabaya ternyata dikenal juga hingga mancanegara. Para pemantau Pilgub Jatim dari luar negeri berkesempatan melihat langsung denyut nadi Dolly saat ini.
Para pemantau Pilgub Jatim dari Thailand, Amerika Serikat, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, Denmark, Timor Leste dan beberapa negara lainnya ternyata diajak Ketua KPU Arief Budiman, Kamis (28/6/2018).
Di sana mereka diarahkan untuk melihat langsung denyut pesta demokrasi di kawasan lokalisasi Dolly. “Jadi saya mengajak para pemantau pilkada dari luar negeri ini ke Dolly, selain melihat proses demokrasi, juga melihat Surabaya,” ujar Arief.
Kedatangannya ke Kota Pahlawan bersama para pemantau dari luar negeri bukan hanya untuk semata-mata karena urusan pekerjaan. Namun, Kota Surabaya selalu menyenangkan karena keterbukaan dan egaliternya, sehingga biasanya warga Surabaya menyelesaikan masalah dengan cepat.
“Surabaya adalah kota kelahiran saya. Saya melihat begitu banyak perubahan, begitu banyak hal yang jauh lebih baik dibanding ketika saya kecil dulu. Surabaya sekarang jauh lebih hijau dan bersih, tidak hanya di jalan utamanya, tapi juga di kampung-kampung, termasuk di kampung masa kecil saya dulu,” ungkapnya.
Arief mengaku setiap ada teman, saudara dan kolega kerjanya dulu berkunjung ke Surabaya, baik dari dalam dan luar negeri, pasti dia lewatkan di Gang Dolly. Bahkan, sampai hari ini pun kalau bertemu untuk berwisata di Surabaya, selalu dilewatkan di Dolly.
“Dulu, Dolly dikisahkan menjadi tempat prostitusi terbesar se Asia Tenggara. Tapi sekarang sudah berubah. Sekarang, kalau saya mau ngajak ke Dolly tidak perlu malu, saya buktikan hari ini kawan saya dari luar negeri saya ajak berkunjung ke Dolly,” ucapnya.
Dia berharap Dolly tetap menjadi besar, bukan lagi dengan prostitusinya, melainkan dengan UMKM. Baik di Indonesia maupun di Asia. Sebab, dia tidak pernah membayangkan kawasan Dolly yang dulunya tempat prostitusi menjadi kawasan yang produktif dengan para pelaku UMKM-nya.
Risma sendiri mengatakan, perubahan yang terjadi di kawasan eks lokalisasi Dolly saat ini memang sudah terjadi. Para rombongan dari KPU serta pemantau pilkada dari luar negeri memang mengunjungi beberapa tempat di eks lokalisasi Dolly seperti DS Point di Jalan Putat Jaya Lebar B 27, Kelurahan Putat Jaya, dan eks wisma Barbara di Jalan Kupang Gunung Timur, Kelurahan Putat Jaya.
Risma menceritakan ketika hendak menutup kawasan ini, pemkot mendata ada 6.000 wanita tuna susila di kawasan eks lokalisasi Dolly. Mulai 2012, mereka diberi pelatihan tergantung permintaan mereka masing-masing, ada yang diberi pelatihan menjahit, handycraf dan kuliner. “Baru setelah dua tahun, tepatnya tahun 2014, kami melakukan penutupan,” tegasnya.
Para pemantau Pilgub Jatim dari Thailand, Amerika Serikat, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, Denmark, Timor Leste dan beberapa negara lainnya ternyata diajak Ketua KPU Arief Budiman, Kamis (28/6/2018).
Di sana mereka diarahkan untuk melihat langsung denyut pesta demokrasi di kawasan lokalisasi Dolly. “Jadi saya mengajak para pemantau pilkada dari luar negeri ini ke Dolly, selain melihat proses demokrasi, juga melihat Surabaya,” ujar Arief.
Kedatangannya ke Kota Pahlawan bersama para pemantau dari luar negeri bukan hanya untuk semata-mata karena urusan pekerjaan. Namun, Kota Surabaya selalu menyenangkan karena keterbukaan dan egaliternya, sehingga biasanya warga Surabaya menyelesaikan masalah dengan cepat.
“Surabaya adalah kota kelahiran saya. Saya melihat begitu banyak perubahan, begitu banyak hal yang jauh lebih baik dibanding ketika saya kecil dulu. Surabaya sekarang jauh lebih hijau dan bersih, tidak hanya di jalan utamanya, tapi juga di kampung-kampung, termasuk di kampung masa kecil saya dulu,” ungkapnya.
Arief mengaku setiap ada teman, saudara dan kolega kerjanya dulu berkunjung ke Surabaya, baik dari dalam dan luar negeri, pasti dia lewatkan di Gang Dolly. Bahkan, sampai hari ini pun kalau bertemu untuk berwisata di Surabaya, selalu dilewatkan di Dolly.
“Dulu, Dolly dikisahkan menjadi tempat prostitusi terbesar se Asia Tenggara. Tapi sekarang sudah berubah. Sekarang, kalau saya mau ngajak ke Dolly tidak perlu malu, saya buktikan hari ini kawan saya dari luar negeri saya ajak berkunjung ke Dolly,” ucapnya.
Dia berharap Dolly tetap menjadi besar, bukan lagi dengan prostitusinya, melainkan dengan UMKM. Baik di Indonesia maupun di Asia. Sebab, dia tidak pernah membayangkan kawasan Dolly yang dulunya tempat prostitusi menjadi kawasan yang produktif dengan para pelaku UMKM-nya.
Risma sendiri mengatakan, perubahan yang terjadi di kawasan eks lokalisasi Dolly saat ini memang sudah terjadi. Para rombongan dari KPU serta pemantau pilkada dari luar negeri memang mengunjungi beberapa tempat di eks lokalisasi Dolly seperti DS Point di Jalan Putat Jaya Lebar B 27, Kelurahan Putat Jaya, dan eks wisma Barbara di Jalan Kupang Gunung Timur, Kelurahan Putat Jaya.
Risma menceritakan ketika hendak menutup kawasan ini, pemkot mendata ada 6.000 wanita tuna susila di kawasan eks lokalisasi Dolly. Mulai 2012, mereka diberi pelatihan tergantung permintaan mereka masing-masing, ada yang diberi pelatihan menjahit, handycraf dan kuliner. “Baru setelah dua tahun, tepatnya tahun 2014, kami melakukan penutupan,” tegasnya.
(vhs)