Ketika Masyarakat Adat Suku Kawei Menuntut Hak Ulayat Atas Tambang Nikel PT GAG
A
A
A
WAISAI - Kehidupan masyarakat adat Suku Kawei, yang mendiami Kampung Selpelei, Distrik Waigeo Barat Daratan, Kabupaten Raja Ampat sungguh ironis. Bagaimana tidak, hidup ditengah-tengah kekayaan alam mulai dari keindahan alam bahari Pulau Wayag yang merupakan ikon wisata Raja Ampat, hingga melimpahnya hasil alam berupa nikel yang kini dieksplorasi dan eksploitasi oleh salah satu perusahaan tambang, PT GAG Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk. Namun kehidupan masyarakat adat Suku Kawei, yang mendiami kampung Selpelei masih jauh dari harapan. Kemiskinan masih menghantui masyarakat adat setempat.
Untuk menjangkau masyarakat adat Suku Kawei, yang mendiami Kampung Selpelei, membutuhkan waktu selama dua jam lebih dengan menggunakan Speedboat atau motor tempel, dari Waisai, Ibu kota kabupaten Raja Ampat.
Masyarakat adat suku Kawei yang mendiami Kampung Selpelei berpenghuni sebanyak 86 kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk sebanyak 300 lebih. Dimana mata pencaharian warga setempat diantaranya nelayan dan bertani.
Kondisi masyarakat adat setempat sangat memprihatikan, pasalnya, walaupun adanya bantuan Anggaran Dana Desa (ADD), dari Pemerintah Pusat dan Daerah Raja Ampat, melalui APBN dan APBD. Namun belum mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat adat yang 80% adalah nelayan dan 20% lainnya bertani.
Hasil tangkapan nelayan dan pertanian pun sulit dipasarkan keluar kampung. Terkadang para nelayan dan petani menjual nya ke para pengepul yang datang ke Kampung Selpelei. Hasil pertanian pun sama, petani biasa menjualnya ke sebuah perusahaan mutiara yang berada dekat kampung mereka.
"Hasil nelayan dan pertanian disini memang kami agak kesulitan untuk dipasarkan keluar kampung. Untuk ikan berbagai jenis diambil oleh pengepul dengan harga Rp10 ribu per kilogramnya, untuk tongseng agak mahal sedikit, bisa mencapai Rp120 - 150 ribu perkilogram sedangkan untuk udang lobster bisa mencapai hingga Rp200 ribu per kilogram, kami terpaksa jual ke pengepul, karena kalau kami bawa lagi ke Waisai (ibu kota Kabupaten Raja Ampat), agak kesulitan karena jarak dan BBM yg terbatas.Apalagi ke kota Sorong," papar Mika Daat, warga Kampung Selpelei, yang sehari-hari berprofesi sebagai Nelayan, di kampung Selpelei, Sabtu (27/4/2018).
Harapan warga Kampung Selpelei yang adalah merupakan Suku Kawei, salah satu suku asli di daratan Kepulauan Waigeo, Raja Ampat, untuk keluar dari kondisi keterpurukan mulai memiliki titik terang, dengan kehadiran perusahaan tambang PT GAG Nikel yang beroperasi di wilayah adat mereka.
Namun sayangnya, harapan tersebut sirna, ketika kehadiran PT GAG Nikel yang merupakan anak perusahaan PT Antam Tbk, yang adalah perusahaan BUMN pun bermasalah soal hak-hak adat dengan masyarakat adat Suku Kawei.
Pasalnya, masyarakat adat Suku Kawei yang mengklaim, mempunyai hak ulayat adat atas lokasi tambang yang saat ini tengah beroperasi belum juga mendapatkan hak-hak mereka mulai dari hak pelepasan adat lokasi tambang, yang saat ini tengah beroperasi melalui PT GAG Nikel.
Sesuai aturan RKAB dan RKL setiap perusahaan tambang yang hendak melakukan operasional tambang di wilayah adat, secara mutlak terlebih dahulu harus menyelesaikan hak-hak adat hingga tuntas.
Dimana didalamnya termasuk sosialisasi-sosialisasi soal kesejahteran masyarakat adat, yang di dapatkan dari pihak perusahaan, dan keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan tambang. Namun kenyataannya tidak, PT .GAG Nikel justru dianggap melakukan penipuan dan menganggap remeh masyarakat adat Suku Kawei.
"Masyarakat adat suku Kawe, selaku pemilik hak ulayat pulau GAG, di Distrik Waigeo Barat Kepulauan, kabupaten Raja Ampat, selama ini merasa ditipu oleh pihak perusahaan tambang PT GAG Nikel yang saat ini tengah melakukan eksplorasi tambang nikel di wilayah tersebut," ungkap Korinus Ayelo, Ketua Adat Suku Kawei, saat berbincang-bincang dengan SINDOnews, di Kampung Selpelei, Sabtu (27/4/2018).
Menurut Korinus Ayelo, dari awal perusahaan tambang PT GAG Nikel beroperasi hingga saat ini sedang melakukan proses produksi tidak pernah berbicara secara khusus soal hak-hak Ulayat milik masyarakat adat suku Kawe yang mempunyai hak atas wilayah Pulau GAG.
Pihak perusahaan menurut Korinus, hanya datang sekali saja ke Kampung Selpelei, bertemu warga setempat, untuk membayar uang ketuk pintu atau uang permisi dari perusahaan kepada pihak adat Suku Kawei.
Dimana, lanjut Korinus, saat itu pihak adat telah meminta waktu agar pihak perusahaan dapat kembali lagi untuk berbicara soal hal-hal khusus terkait pelepasan hak ulayat pulau GAG yang selama ini belum pernah di bicarakan. Namun hal itu hanya janji belaka.
"Waktu itu satu kali mereka datang ke Kampung Selpelei, datang bayar uang toki pintu (ketuk pintu), saya sudah bicara soal hak adat kami secara khusus, dan saat itu mereka datang dengan pemerintah, dan mereka janji akan kembali datang untuk bicara soal hak adat kami, kalau mereka jalan pelepasan adat itu dari siapa, harus dari kami, tapi ini sampai sekarang mereka tidak juga muncul, kami orang adat punya harga diri, nanti kita lihat saja, mereka sudah tipu kami, " papar Korinus Ayelo.
Lebih lanjut Korinus menjelaskan, dalam bahasa ada Suku Kawei, Pulau GAG berarti, pulau yang sudah lama ada, dan dari sisi adat, pulau GAG merupakan hak ulayat dari Suku Kawei. Korinus pun kaget ada beberapa orang yang tiba-tiba mengaku pulau GAG adalah milik mereka.
"Seluruh aturan dan tatanan adat sudah jelas bahwa Pulau GAG adalah milik orang atau suku kami (Suku Kawei), dimana dalam bahasa Suku Kawei, pulau yang sudah lama, oleh Suku Kawei dan itu hak ulayat kami, saya sampai heran ada beberapa orang yang mengaku itu pulau GAG itu milik mereka, mereka ini dari mana, kalau mengaku begitu berarti berani untuk menjelaskan asal usul mereka secara adat supaya jelas, " papar Korinus.
Secara adat setempat ungkap Korinus, seluruh pulau GAG merupakan hak Ulayat masyarakat adat suku Kawei, dan hak atas adat ini sudah ada sejak turun temurun.
Atas kelakuan pihak manajemen, PT GAG Nikel, yang sedang melakukan eksplorasi di wilayah Pulau GAG, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, yang dianggap tak menghargai hak adat Suku Kawei, pihak adat akan melakukan pemalangan secara adat yakni sumpah palang adat di lokasi tambang tersebut.
Korinus dengan tegas mengatakan, dirinya selaku ketua adat Suku Kawei, Kampung Selpelei tidak akan mundur selangkah pun dalam menuntut hak-hak adat yang selama ini tidak di hargai oleh pihak Perusahaan.
"Saya sudah siapakan masyarakat adat, dan kami tidak akan mundur selangkah pun, kalau mereka (PT GAG Nikel) tidak tahu adat kami ajarkan adat yang sesungguhnya, kami akan gelar palang dan sumpah adat, kalau ada yang berani untuk coba-coba lawan nanti akan terima akibatnya," tegas Korinus Ayelo.
Menurutnya, rencana sumpah dan palang adat yang akan dilakukan adalah salah satu bentuk ketegasan masyarakat adat Suku Kawei dalam mempertahankan hak-hak adat dan harga diri orang Suku Kawei.
"Saya dan masyarakat adat akan buat sumpah dan palang adat ini sebagai bentuk ketegasan kami orang adat untuk mempertahankan hak-hak adat dan harga diri orang suku Kawei.Sayapikir yang tahu adat pasti tahu apa yang kita buat, dan yang tidak tahu adat akan tahu sendri akibatnya, jika palang yang kami pasang nanti disertai sumpah adat ada yang berani lepas," tegas Korinus.
Pihak perushaan PT GAG nikel yang coba dikonfirmasi melalui humas PT GAG nikel, Rudi, terkait tuntutan warga adat Suku Kawei hingga berita ini diturunkan belum bisa di konfirmasi, dua kali panggilan telepon pun tak dijawab Humas PT GAG Nikel. Pesan SMS maupun WhatsApp pun tak dibalas oleh yang bersangkutan.
Saat mencoba mendatangi lokasi tambang, di Pulau GAG yang memakan waktu perjalanan selama satu jam dari Kampung Selpelei, aktiftas tambang nikel sedang berjalan.
Dimana sedang dilakukan pemuatan hasil tambang nikel di lokasi Logbon areal tambang. Ketika memasuki kawasan tersebut untuk bertemu dengan pihak Humas namun mendapat penjagaan sangat ketat. MNC Media pun meminta izin kepada dua penjaga di pos Securiti yang dijaga Pasukan Brimob dan satu orang Satpam. Namun pun tak dapat masuk karena pegawai Humas yang dicari pun tak berada di lokasi areal tambang.
“Pak Rudi berada di Sorong, dia tidak ngantor di sini (pulau GAG), tapi di perwakilan Sorong,”ungkap salah seorang anggota Brimob yang berjaga di Pos Securiti areal tambang, Sabtu (28/4/2018).
Dari informasi yang didapatkan, saat ini sedang dilakukan aktifitas eksport hasil tambang dimana saat ini sedang dilakukan pemuatan hasil tambang yang akan dibawa untuk dipasarkan keluar Indonesia.
"Ini sudah sementara kami loading pada sesi ke delapan dan hasilnya di bawa keluar Indonesia untuk dipasarkan, "ungkap salah seorang sumber terpercaya MNC Media di lokasi tambang, yang enggan namanya diberitakan.
Untuk menjangkau masyarakat adat Suku Kawei, yang mendiami Kampung Selpelei, membutuhkan waktu selama dua jam lebih dengan menggunakan Speedboat atau motor tempel, dari Waisai, Ibu kota kabupaten Raja Ampat.
Masyarakat adat suku Kawei yang mendiami Kampung Selpelei berpenghuni sebanyak 86 kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk sebanyak 300 lebih. Dimana mata pencaharian warga setempat diantaranya nelayan dan bertani.
Kondisi masyarakat adat setempat sangat memprihatikan, pasalnya, walaupun adanya bantuan Anggaran Dana Desa (ADD), dari Pemerintah Pusat dan Daerah Raja Ampat, melalui APBN dan APBD. Namun belum mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat adat yang 80% adalah nelayan dan 20% lainnya bertani.
Hasil tangkapan nelayan dan pertanian pun sulit dipasarkan keluar kampung. Terkadang para nelayan dan petani menjual nya ke para pengepul yang datang ke Kampung Selpelei. Hasil pertanian pun sama, petani biasa menjualnya ke sebuah perusahaan mutiara yang berada dekat kampung mereka.
"Hasil nelayan dan pertanian disini memang kami agak kesulitan untuk dipasarkan keluar kampung. Untuk ikan berbagai jenis diambil oleh pengepul dengan harga Rp10 ribu per kilogramnya, untuk tongseng agak mahal sedikit, bisa mencapai Rp120 - 150 ribu perkilogram sedangkan untuk udang lobster bisa mencapai hingga Rp200 ribu per kilogram, kami terpaksa jual ke pengepul, karena kalau kami bawa lagi ke Waisai (ibu kota Kabupaten Raja Ampat), agak kesulitan karena jarak dan BBM yg terbatas.Apalagi ke kota Sorong," papar Mika Daat, warga Kampung Selpelei, yang sehari-hari berprofesi sebagai Nelayan, di kampung Selpelei, Sabtu (27/4/2018).
Harapan warga Kampung Selpelei yang adalah merupakan Suku Kawei, salah satu suku asli di daratan Kepulauan Waigeo, Raja Ampat, untuk keluar dari kondisi keterpurukan mulai memiliki titik terang, dengan kehadiran perusahaan tambang PT GAG Nikel yang beroperasi di wilayah adat mereka.
Namun sayangnya, harapan tersebut sirna, ketika kehadiran PT GAG Nikel yang merupakan anak perusahaan PT Antam Tbk, yang adalah perusahaan BUMN pun bermasalah soal hak-hak adat dengan masyarakat adat Suku Kawei.
Pasalnya, masyarakat adat Suku Kawei yang mengklaim, mempunyai hak ulayat adat atas lokasi tambang yang saat ini tengah beroperasi belum juga mendapatkan hak-hak mereka mulai dari hak pelepasan adat lokasi tambang, yang saat ini tengah beroperasi melalui PT GAG Nikel.
Sesuai aturan RKAB dan RKL setiap perusahaan tambang yang hendak melakukan operasional tambang di wilayah adat, secara mutlak terlebih dahulu harus menyelesaikan hak-hak adat hingga tuntas.
Dimana didalamnya termasuk sosialisasi-sosialisasi soal kesejahteran masyarakat adat, yang di dapatkan dari pihak perusahaan, dan keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan tambang. Namun kenyataannya tidak, PT .GAG Nikel justru dianggap melakukan penipuan dan menganggap remeh masyarakat adat Suku Kawei.
"Masyarakat adat suku Kawe, selaku pemilik hak ulayat pulau GAG, di Distrik Waigeo Barat Kepulauan, kabupaten Raja Ampat, selama ini merasa ditipu oleh pihak perusahaan tambang PT GAG Nikel yang saat ini tengah melakukan eksplorasi tambang nikel di wilayah tersebut," ungkap Korinus Ayelo, Ketua Adat Suku Kawei, saat berbincang-bincang dengan SINDOnews, di Kampung Selpelei, Sabtu (27/4/2018).
Menurut Korinus Ayelo, dari awal perusahaan tambang PT GAG Nikel beroperasi hingga saat ini sedang melakukan proses produksi tidak pernah berbicara secara khusus soal hak-hak Ulayat milik masyarakat adat suku Kawe yang mempunyai hak atas wilayah Pulau GAG.
Pihak perusahaan menurut Korinus, hanya datang sekali saja ke Kampung Selpelei, bertemu warga setempat, untuk membayar uang ketuk pintu atau uang permisi dari perusahaan kepada pihak adat Suku Kawei.
Dimana, lanjut Korinus, saat itu pihak adat telah meminta waktu agar pihak perusahaan dapat kembali lagi untuk berbicara soal hal-hal khusus terkait pelepasan hak ulayat pulau GAG yang selama ini belum pernah di bicarakan. Namun hal itu hanya janji belaka.
"Waktu itu satu kali mereka datang ke Kampung Selpelei, datang bayar uang toki pintu (ketuk pintu), saya sudah bicara soal hak adat kami secara khusus, dan saat itu mereka datang dengan pemerintah, dan mereka janji akan kembali datang untuk bicara soal hak adat kami, kalau mereka jalan pelepasan adat itu dari siapa, harus dari kami, tapi ini sampai sekarang mereka tidak juga muncul, kami orang adat punya harga diri, nanti kita lihat saja, mereka sudah tipu kami, " papar Korinus Ayelo.
Lebih lanjut Korinus menjelaskan, dalam bahasa ada Suku Kawei, Pulau GAG berarti, pulau yang sudah lama ada, dan dari sisi adat, pulau GAG merupakan hak ulayat dari Suku Kawei. Korinus pun kaget ada beberapa orang yang tiba-tiba mengaku pulau GAG adalah milik mereka.
"Seluruh aturan dan tatanan adat sudah jelas bahwa Pulau GAG adalah milik orang atau suku kami (Suku Kawei), dimana dalam bahasa Suku Kawei, pulau yang sudah lama, oleh Suku Kawei dan itu hak ulayat kami, saya sampai heran ada beberapa orang yang mengaku itu pulau GAG itu milik mereka, mereka ini dari mana, kalau mengaku begitu berarti berani untuk menjelaskan asal usul mereka secara adat supaya jelas, " papar Korinus.
Secara adat setempat ungkap Korinus, seluruh pulau GAG merupakan hak Ulayat masyarakat adat suku Kawei, dan hak atas adat ini sudah ada sejak turun temurun.
Atas kelakuan pihak manajemen, PT GAG Nikel, yang sedang melakukan eksplorasi di wilayah Pulau GAG, Distrik Waigeo Barat Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, yang dianggap tak menghargai hak adat Suku Kawei, pihak adat akan melakukan pemalangan secara adat yakni sumpah palang adat di lokasi tambang tersebut.
Korinus dengan tegas mengatakan, dirinya selaku ketua adat Suku Kawei, Kampung Selpelei tidak akan mundur selangkah pun dalam menuntut hak-hak adat yang selama ini tidak di hargai oleh pihak Perusahaan.
"Saya sudah siapakan masyarakat adat, dan kami tidak akan mundur selangkah pun, kalau mereka (PT GAG Nikel) tidak tahu adat kami ajarkan adat yang sesungguhnya, kami akan gelar palang dan sumpah adat, kalau ada yang berani untuk coba-coba lawan nanti akan terima akibatnya," tegas Korinus Ayelo.
Menurutnya, rencana sumpah dan palang adat yang akan dilakukan adalah salah satu bentuk ketegasan masyarakat adat Suku Kawei dalam mempertahankan hak-hak adat dan harga diri orang Suku Kawei.
"Saya dan masyarakat adat akan buat sumpah dan palang adat ini sebagai bentuk ketegasan kami orang adat untuk mempertahankan hak-hak adat dan harga diri orang suku Kawei.Sayapikir yang tahu adat pasti tahu apa yang kita buat, dan yang tidak tahu adat akan tahu sendri akibatnya, jika palang yang kami pasang nanti disertai sumpah adat ada yang berani lepas," tegas Korinus.
Pihak perushaan PT GAG nikel yang coba dikonfirmasi melalui humas PT GAG nikel, Rudi, terkait tuntutan warga adat Suku Kawei hingga berita ini diturunkan belum bisa di konfirmasi, dua kali panggilan telepon pun tak dijawab Humas PT GAG Nikel. Pesan SMS maupun WhatsApp pun tak dibalas oleh yang bersangkutan.
Saat mencoba mendatangi lokasi tambang, di Pulau GAG yang memakan waktu perjalanan selama satu jam dari Kampung Selpelei, aktiftas tambang nikel sedang berjalan.
Dimana sedang dilakukan pemuatan hasil tambang nikel di lokasi Logbon areal tambang. Ketika memasuki kawasan tersebut untuk bertemu dengan pihak Humas namun mendapat penjagaan sangat ketat. MNC Media pun meminta izin kepada dua penjaga di pos Securiti yang dijaga Pasukan Brimob dan satu orang Satpam. Namun pun tak dapat masuk karena pegawai Humas yang dicari pun tak berada di lokasi areal tambang.
“Pak Rudi berada di Sorong, dia tidak ngantor di sini (pulau GAG), tapi di perwakilan Sorong,”ungkap salah seorang anggota Brimob yang berjaga di Pos Securiti areal tambang, Sabtu (28/4/2018).
Dari informasi yang didapatkan, saat ini sedang dilakukan aktifitas eksport hasil tambang dimana saat ini sedang dilakukan pemuatan hasil tambang yang akan dibawa untuk dipasarkan keluar Indonesia.
"Ini sudah sementara kami loading pada sesi ke delapan dan hasilnya di bawa keluar Indonesia untuk dipasarkan, "ungkap salah seorang sumber terpercaya MNC Media di lokasi tambang, yang enggan namanya diberitakan.
(sms)