SM Amin, Gubernur yang Pernah Menjabat di Dua Provinsi
A
A
A
TOKOH yang satu ini tergolong luar biasa. Banyak jabatan penting dipegangnya pada masa pemerintahan Bung Karno, termasuk menjabat gubernur di dua provinsi, yakni Sumatera Utara dan Riau.
Sutan Mohammad Amin Nasution (22 Februari 1904-16 April 1993) memiliki nama lain Krueng Raba Nasution, lahir di Lhok Nga, Aceh. Seorang tokoh bernama Mr Sutan Muhammad Amin alias SM Amin adalah Gubernur Sumatera Utara dan Riau yang pertama. SM Amin yang berlatar belakang pengacara dan penulis juga dikenal sebagai tokoh pergerakan Sumpah Pemuda.
Indahnya masa kecil bersama orang tua tidak dialami SM Amin sebagaimana anak-anak kecil pada umumnya. Justru saat usia muda, ia hidup berjauhan dari orang tuanya. Ia terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya Lhok Nga, sebuah kota kecil yang sejuk di Aceh.
Masa muda SM Amin diceritakan oleh Dr phil Ichwan Azhari MS dalam Buku yang berjudul “SM Amin Riwayat Hidup Dan Perjuangannya”. Pengalaman terpisah dari orang tuanya karena pekerjaan sang ayah sebagai pegawai Belanda di sektor pendidikan membuat SM Amin menjadi pribadi mandiri. Pengalaman pahit ini mulai dialaminya saat memasuki Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS).
Pada waktu itu, ELS yang pertama kali didirikan di Batavia, Hindia Belanda pada tahun 1818, hanya ada di beberapa kota besar di pulau Sumatera, satu di antaranya adalah Sabang. Selain Amin merupakan keturunan bangsawan, ia memiliki kompetensi yang memadai untuk diterima menjadi murid di sekolah tersebut.
Amin termasuk salah satu murid yang memenuhi kriteria itu. Ia memulai pendidikannya di ELS Sabang, yang merupakan wilayah paling barat kekuasaan kolonial di Hindia Belanda.
Namun, di sekolah ELS Sabang ini, SM Amin tidak sempat menamatkan pendidikannya karena ia harus pindah lagi. SM Amin melanjutkan sekolahnya dis ejumlah daerah seperti Sibolga, Bukit Tinggi hingga hijrah ke Tanjung Pinang, ibukota dari Keresidenan Riau yang memiliki pesona menarik dengan budaya Melayu-nya. Pengalaman berpindah-pindah dan menuntut ilmu ini membuat SM Amin semakin matang hingga ia dipercaya menjabat gubernur.
SM Amin dan sejumlah pemuda yang menjadi tokoh penting di balik peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pernah diusulkan jadi Pahlawan Nasional. Namun, hingga kini pemerintah belum merestuinya.
SM Amin Nasution menjadi gubernur pertama di Sumatera Utara pada 18 Juli 1948 hingga 1 Desember 1948. Dia juga dipercaya menjadi gubernur pertama ketika Provinsi Riau dibentuk secara resmi pada tahun 1958. Di Riau, SM Amin menjabat gubernur pada 5 Maret 1958 hingga 6 Januari 1960.
Dia memiliki peran yang sangat besar dalam memperjuangkan eksistensi Provinsi Sumatera Utara. Dalam upaya mengendalikan pemerintahan Sumatera Utara di Kura Raja Aceh, SM Amin mengeluarkan uang republik yang berlaku di Sumatera Utara lengkap dengan sistem moneter sendiri yang berlakku pada zamannya. Ia menolak menggunakan uang belanda (Gulden). Uang yang dikeluarkan SM Amin tersebut ditandatangni pada 1 Maret 1949.
Selaku pimpinan tertinggi di Sumatera Utara, SM Amin tidak tinggal diam terhadap upaya pembekuan pemerintahan daerah yang dilakukan Belanda. Dalam waktu yang relatif singkat tersebut, SM Amin dituntut untuk mengeluarkan beberapa kebijakan preventif untuk daerah tersebut.
Di antaranya, membentuk suatu badan yang bernama ”Badan Penyokong Rakyat dan Pegawai”. Tujuan didirikannya badan ini ialah membantu ekonomi pegawai negeri yang dilanda musibah akibat perang. Dana badan ini adalah uang yang masih dapat diselamatkan dari penyitaan Belanda.
Kemudian Mencetak dan menyebarkan ke seluruh kota siaran-siaran radio dari Yogya yang berkaitan dengan pidato pembesar-pembesar negeri ini agar tetap mengokohkan semangat juang rakyat. Mengirimkan spionase ke daerah Kampung Jawa untuk mengetahui keamanan di daerah tersebut. Spionase ini bertugas untuk tetap menjaga stabilitas keamanan dan agar rakyat tidak mudah terprovokasi.
Dia juga mengambil tindakan-tindakan preventif, seperti menolak uang NICA dan tetap mempergunakan uang Republik dan uang Nippon. Tetap mengadakan hubungan baik dengan tentara dan laskar yang masih bertahan di luar daerah Pematangsiantar. Dan memberikan dana bantuan kepada laskar tersebut.
Menjabat Gubernur Riau Pertama
Pada awal kemerdekaan, SM Amin pernah menjabat gubernur di Provinsi Sumatera Utara, Aceh dan Riau. SM Amin satu-satunya gubernur di Indonesia yang dilantik oleh Presiden Soekarno. Peristiwa “bersejarah” ini terjadi di Sumatera Utara.
Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Kepulauan Riau, Maswito, menceritakan kisah MS Amin yang dipublish piramidnews 27 Maret 2015 silam. Disebutkannya, Presiden Soekarno melantik SM Amin sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif di Pendopo Keresidenan Aceh Provinsi Sumatera Utara, Juni 1948 silam.
Upacara ini dihadiri Menteri Dalam Negeri Sukiman Wiryosandjoyo serta rombongan presiden lainnya. Pembesar daerah yang hadir antara lain Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Residen Aceh T TM Daudsyah, Sultan Siak Syarif Kasim dan lain-lain.
Setelah menjabat Gubernur Sumut, SM Amin kemudian dilantik sebagai Gubernur Riau pada 5 Maret 1958. Tempat pelantikannya sama dengan menantunya Ismeth Abdullah ketika dilantik sebagai Gubernur Kepulauan Riau pertama pada 21 November 2005 di Gedung Daerah Tanjungpinang.
Tercatat juga dalam sejarah, mertua dan menantu ini sebagai gubernur pertama dalam lintas perjalanan republik ini. Jika sang mertua (SM Amin Nasution) adalah gubernur pertama Riau, menantunya (Ismeth Abdullah) adalah gubernur pertama di Kepri yang merupakan pecahan dari Provinsi Riau.
SM Amin tidak hanya sukses menjadi pejabat pemerintahan. Dia juga dikenal sebagai penulis hebat. Dengan nama pena Kroeng Raba Nasution dia telah melahirkan banyak buku tentang hukum, politik dan pemerintahan.
Buku-bukunya menjadi rujukan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri. Buku-bukunya juga mendapat tempat tersendiri di negara Belanda. Di Negara “Kincir Angin” itu dengan mudah ditemukan buku-buku karangan SM Amin berkaitan dengan hukum dan pemerintahan. Buku-bukunya juga dicetak ulang oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Sebagian karyanya itu juga pernah dipamerkan dalam HUT Provinsi Sumatera Utara.
Hasil karyanya di bidang hukum dan politik pada zamannya menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Sebagai penulis dan seniman, jejaknya mengalir kepada anak ketiganya Siti Aida Zulaikha yang lebih dikenal dengan panggilan Aida Ismeth, istri Gubernur Kepri pertama Ismeth Abdullah dan cucunya Harris Abdullah. SM Amin wafat pada 4 April 1993 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.
Berikut salah satu karya SM Amin dalam bentuk tulisan: “Eksistensi ku mengkilau jika engkau buka tabir masa kelam. Bahwa aku membagi berupa-rupa makna untuk negeri. Bacalah naskah ku yang menguning nan rapuh. Maka engkau akan tau”.
SM Amin Nasution diabadikan saat kedatangan sekaligus pelantikan oleh Presiden Soekarno di Kuta Raja yang dikutip dari buku "Kenang-Kenangan oleh SM Amin. Foto/mr-sm-amin.blogspot.co.id
Sumber:
[1] http://piramidnews.com
[2] http://mr-sm-amin.blogspot.co.id
Sutan Mohammad Amin Nasution (22 Februari 1904-16 April 1993) memiliki nama lain Krueng Raba Nasution, lahir di Lhok Nga, Aceh. Seorang tokoh bernama Mr Sutan Muhammad Amin alias SM Amin adalah Gubernur Sumatera Utara dan Riau yang pertama. SM Amin yang berlatar belakang pengacara dan penulis juga dikenal sebagai tokoh pergerakan Sumpah Pemuda.
Indahnya masa kecil bersama orang tua tidak dialami SM Amin sebagaimana anak-anak kecil pada umumnya. Justru saat usia muda, ia hidup berjauhan dari orang tuanya. Ia terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya Lhok Nga, sebuah kota kecil yang sejuk di Aceh.
Masa muda SM Amin diceritakan oleh Dr phil Ichwan Azhari MS dalam Buku yang berjudul “SM Amin Riwayat Hidup Dan Perjuangannya”. Pengalaman terpisah dari orang tuanya karena pekerjaan sang ayah sebagai pegawai Belanda di sektor pendidikan membuat SM Amin menjadi pribadi mandiri. Pengalaman pahit ini mulai dialaminya saat memasuki Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS).
Pada waktu itu, ELS yang pertama kali didirikan di Batavia, Hindia Belanda pada tahun 1818, hanya ada di beberapa kota besar di pulau Sumatera, satu di antaranya adalah Sabang. Selain Amin merupakan keturunan bangsawan, ia memiliki kompetensi yang memadai untuk diterima menjadi murid di sekolah tersebut.
Amin termasuk salah satu murid yang memenuhi kriteria itu. Ia memulai pendidikannya di ELS Sabang, yang merupakan wilayah paling barat kekuasaan kolonial di Hindia Belanda.
Namun, di sekolah ELS Sabang ini, SM Amin tidak sempat menamatkan pendidikannya karena ia harus pindah lagi. SM Amin melanjutkan sekolahnya dis ejumlah daerah seperti Sibolga, Bukit Tinggi hingga hijrah ke Tanjung Pinang, ibukota dari Keresidenan Riau yang memiliki pesona menarik dengan budaya Melayu-nya. Pengalaman berpindah-pindah dan menuntut ilmu ini membuat SM Amin semakin matang hingga ia dipercaya menjabat gubernur.
SM Amin dan sejumlah pemuda yang menjadi tokoh penting di balik peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pernah diusulkan jadi Pahlawan Nasional. Namun, hingga kini pemerintah belum merestuinya.
SM Amin Nasution menjadi gubernur pertama di Sumatera Utara pada 18 Juli 1948 hingga 1 Desember 1948. Dia juga dipercaya menjadi gubernur pertama ketika Provinsi Riau dibentuk secara resmi pada tahun 1958. Di Riau, SM Amin menjabat gubernur pada 5 Maret 1958 hingga 6 Januari 1960.
Dia memiliki peran yang sangat besar dalam memperjuangkan eksistensi Provinsi Sumatera Utara. Dalam upaya mengendalikan pemerintahan Sumatera Utara di Kura Raja Aceh, SM Amin mengeluarkan uang republik yang berlaku di Sumatera Utara lengkap dengan sistem moneter sendiri yang berlakku pada zamannya. Ia menolak menggunakan uang belanda (Gulden). Uang yang dikeluarkan SM Amin tersebut ditandatangni pada 1 Maret 1949.
Selaku pimpinan tertinggi di Sumatera Utara, SM Amin tidak tinggal diam terhadap upaya pembekuan pemerintahan daerah yang dilakukan Belanda. Dalam waktu yang relatif singkat tersebut, SM Amin dituntut untuk mengeluarkan beberapa kebijakan preventif untuk daerah tersebut.
Di antaranya, membentuk suatu badan yang bernama ”Badan Penyokong Rakyat dan Pegawai”. Tujuan didirikannya badan ini ialah membantu ekonomi pegawai negeri yang dilanda musibah akibat perang. Dana badan ini adalah uang yang masih dapat diselamatkan dari penyitaan Belanda.
Kemudian Mencetak dan menyebarkan ke seluruh kota siaran-siaran radio dari Yogya yang berkaitan dengan pidato pembesar-pembesar negeri ini agar tetap mengokohkan semangat juang rakyat. Mengirimkan spionase ke daerah Kampung Jawa untuk mengetahui keamanan di daerah tersebut. Spionase ini bertugas untuk tetap menjaga stabilitas keamanan dan agar rakyat tidak mudah terprovokasi.
Dia juga mengambil tindakan-tindakan preventif, seperti menolak uang NICA dan tetap mempergunakan uang Republik dan uang Nippon. Tetap mengadakan hubungan baik dengan tentara dan laskar yang masih bertahan di luar daerah Pematangsiantar. Dan memberikan dana bantuan kepada laskar tersebut.
Menjabat Gubernur Riau Pertama
Pada awal kemerdekaan, SM Amin pernah menjabat gubernur di Provinsi Sumatera Utara, Aceh dan Riau. SM Amin satu-satunya gubernur di Indonesia yang dilantik oleh Presiden Soekarno. Peristiwa “bersejarah” ini terjadi di Sumatera Utara.
Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Kepulauan Riau, Maswito, menceritakan kisah MS Amin yang dipublish piramidnews 27 Maret 2015 silam. Disebutkannya, Presiden Soekarno melantik SM Amin sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif di Pendopo Keresidenan Aceh Provinsi Sumatera Utara, Juni 1948 silam.
Upacara ini dihadiri Menteri Dalam Negeri Sukiman Wiryosandjoyo serta rombongan presiden lainnya. Pembesar daerah yang hadir antara lain Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Residen Aceh T TM Daudsyah, Sultan Siak Syarif Kasim dan lain-lain.
Setelah menjabat Gubernur Sumut, SM Amin kemudian dilantik sebagai Gubernur Riau pada 5 Maret 1958. Tempat pelantikannya sama dengan menantunya Ismeth Abdullah ketika dilantik sebagai Gubernur Kepulauan Riau pertama pada 21 November 2005 di Gedung Daerah Tanjungpinang.
Tercatat juga dalam sejarah, mertua dan menantu ini sebagai gubernur pertama dalam lintas perjalanan republik ini. Jika sang mertua (SM Amin Nasution) adalah gubernur pertama Riau, menantunya (Ismeth Abdullah) adalah gubernur pertama di Kepri yang merupakan pecahan dari Provinsi Riau.
SM Amin tidak hanya sukses menjadi pejabat pemerintahan. Dia juga dikenal sebagai penulis hebat. Dengan nama pena Kroeng Raba Nasution dia telah melahirkan banyak buku tentang hukum, politik dan pemerintahan.
Buku-bukunya menjadi rujukan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri. Buku-bukunya juga mendapat tempat tersendiri di negara Belanda. Di Negara “Kincir Angin” itu dengan mudah ditemukan buku-buku karangan SM Amin berkaitan dengan hukum dan pemerintahan. Buku-bukunya juga dicetak ulang oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Sebagian karyanya itu juga pernah dipamerkan dalam HUT Provinsi Sumatera Utara.
Hasil karyanya di bidang hukum dan politik pada zamannya menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Sebagai penulis dan seniman, jejaknya mengalir kepada anak ketiganya Siti Aida Zulaikha yang lebih dikenal dengan panggilan Aida Ismeth, istri Gubernur Kepri pertama Ismeth Abdullah dan cucunya Harris Abdullah. SM Amin wafat pada 4 April 1993 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.
Berikut salah satu karya SM Amin dalam bentuk tulisan: “Eksistensi ku mengkilau jika engkau buka tabir masa kelam. Bahwa aku membagi berupa-rupa makna untuk negeri. Bacalah naskah ku yang menguning nan rapuh. Maka engkau akan tau”.
SM Amin Nasution diabadikan saat kedatangan sekaligus pelantikan oleh Presiden Soekarno di Kuta Raja yang dikutip dari buku "Kenang-Kenangan oleh SM Amin. Foto/mr-sm-amin.blogspot.co.id
Sumber:
[1] http://piramidnews.com
[2] http://mr-sm-amin.blogspot.co.id
(rhs)