Demi Sungai Citarum Harum, Sistem Ipal Mikrobiologi Jadi Alternatif
A
A
A
BANDUNG - Salah satu penyumbang terbesar pencemaran di Sungai Citarum adalah limbah industri. Sebagian besar industri yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum enggan mengolah limbahnya secara benar, karena pengolahan limbah membutuhkan biaya relatif besar.
Akibatnya, Sungai Citarum saat ini, tercemar bahan beracun berbahaya (B3), seperti, merkuri, timbal, dan bahan kimia. Penyebabnya, industri membuang langsung limbah mereka ke Sungai Citarum.
Untuk mengatasi masalah itu, Komandan Sektor IV (Majalaya) Citarum Harum Kolonel TNI Kustomo menawarkan solusi pengolahan limbah ramah lingkungan menggunakan metode mikrobiologi yang dikembangkan PT Bio Alam Lestari.
Kolonel TNI Kustomo mengatakan, saat ini, sistem pengolahan limbah menggunakan mikrobiologi itu sedang diuji coba selama satu bulan di PT Putra Mulya Terang Indah (PMTI) yang beroperasi di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Jika uji coba ini berhasil, diharapkan seluruh industri yang beroperasi di DAS Citarum, anak dan cucu Sungai Citarum mau menerapkan sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) ramah lingkungan yang dikembangkan PT BAL itu.
Di Sektor IV Citarum Harum wilayah Majalaya, kata dia, terdapat 114 pabrik tekstil. Jika membangun IPAL terpadu dengan bahan kimia, justru menimbulkan masalah baru. Selain biaya sangat besar, juga pengolahan limbah dengan bahan kimia justru menghasil limbah berbahaya yang baru. IPAL terpadu tentu akan memaksa industri memasang pipa cukup panjang.
“Untuk menormalisasi sungai dan menyukseskan program Citarum Harum, harus ada proses. Terutama dalam pengolahan limbah. Maka kami tawarkan salah satu solusi sistem IPAL yang dikembangkan PT BAL,” kata Kustomo di Kantor Penerangan Kodam (Pendam) III/Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Jumat, 23 Maret 2018.
Direktur PT BAL Joko Sri Wisnu Murti mengatakan, Anox System merupakan sistem pengolahan limbah tanpa bahan kimia yang dikembangkan PT BAL sejak 2009. Bahan baku utama pengolahan limbah menggunakan nutrisi hasil fermentasi urine sapi bernama Aerox.
“Dengan sistem IPAL organik mampu mereduksi polutan sebesar 90%. Selain itu, karena tidak menggunakan bahan kimia, sistem Ipal organik mampu menghemat biaya 40% dibanding yang menggunakan kimia,” ujar Joko.
Akibatnya, Sungai Citarum saat ini, tercemar bahan beracun berbahaya (B3), seperti, merkuri, timbal, dan bahan kimia. Penyebabnya, industri membuang langsung limbah mereka ke Sungai Citarum.
Untuk mengatasi masalah itu, Komandan Sektor IV (Majalaya) Citarum Harum Kolonel TNI Kustomo menawarkan solusi pengolahan limbah ramah lingkungan menggunakan metode mikrobiologi yang dikembangkan PT Bio Alam Lestari.
Kolonel TNI Kustomo mengatakan, saat ini, sistem pengolahan limbah menggunakan mikrobiologi itu sedang diuji coba selama satu bulan di PT Putra Mulya Terang Indah (PMTI) yang beroperasi di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. Jika uji coba ini berhasil, diharapkan seluruh industri yang beroperasi di DAS Citarum, anak dan cucu Sungai Citarum mau menerapkan sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) ramah lingkungan yang dikembangkan PT BAL itu.
Di Sektor IV Citarum Harum wilayah Majalaya, kata dia, terdapat 114 pabrik tekstil. Jika membangun IPAL terpadu dengan bahan kimia, justru menimbulkan masalah baru. Selain biaya sangat besar, juga pengolahan limbah dengan bahan kimia justru menghasil limbah berbahaya yang baru. IPAL terpadu tentu akan memaksa industri memasang pipa cukup panjang.
“Untuk menormalisasi sungai dan menyukseskan program Citarum Harum, harus ada proses. Terutama dalam pengolahan limbah. Maka kami tawarkan salah satu solusi sistem IPAL yang dikembangkan PT BAL,” kata Kustomo di Kantor Penerangan Kodam (Pendam) III/Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Jumat, 23 Maret 2018.
Direktur PT BAL Joko Sri Wisnu Murti mengatakan, Anox System merupakan sistem pengolahan limbah tanpa bahan kimia yang dikembangkan PT BAL sejak 2009. Bahan baku utama pengolahan limbah menggunakan nutrisi hasil fermentasi urine sapi bernama Aerox.
“Dengan sistem IPAL organik mampu mereduksi polutan sebesar 90%. Selain itu, karena tidak menggunakan bahan kimia, sistem Ipal organik mampu menghemat biaya 40% dibanding yang menggunakan kimia,” ujar Joko.
(wib)