Warga Tolak Penutupan Jalan Daendels
A
A
A
YOGYAKARTA - Rencana Angkasa Pura I yang akan mengoperasikan portal di ujung pagar proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA) di sisi timur dan barat mendapatkan penolakan warga.
Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP) menyebut pemortalan itu mulai dilakukan pada 26 Maret di Jalan Daendels dan akan diikuti dengan pengalihan arus lalu lintas dari Tugu Brosot hingga Pasar Glaheng.
"Ini makin menambah daftar perampasan hak dan kesewenangan-wenangan yang dilakukan PT Angkasa Pura I (Persero), karena jalur tersebut adalah jalur penunjang ekonomi yang penting bagi masyarakat," kata Agus Widodo, perwakilan warga, seusai menggelar jumpa pers di Kantor Walhi Yogyakarta Jalan Nyi Pembayun No 144, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta, Kamis (22/3/2018).
Agus menyebut, saat ini ada 37 kepala keluarga yang bertahan di lahan milik mereka di dua desa yakni Desa Glagah dan Desa Paliyan. Jika portal ini jadi dipasang, akses warga yang masih bertahan di lahan milik mereka akan terganggu. Pemortalan ini juga akan menghambat hak-hak sekolah anaknya lantaran itu satu-satunya akses ke sekolah.
"Saya setiap hari mengantar anak saya yang masih TK lewat jalur itu. Jika diportal maka anak saya tidak bisa ke sekolah lantaran aksesnya ditutup," tegas Agus.
Sejauh ini, warga juga tidak diberikan sosialisasi langsung terkait rencana pemortalan ini. Agus tahu rencana ini justru dari papan pengumuman yang dipasang oleh pihak Angkasa Pura di dekat calon lokasi pemasangan portal. "Jarak portal ini rencananya hanya sekitar 50 meter dari rumah saya. Di situ dipasang papan pengumuman terkait rencana pemortalan itu."
Agus menyebut dalam waktu dekat pihaknya juga akan menggugat PLN lantaran memutus aliran listrik secara sepihak. Sejak November tahun lalu, aliran listrik di rumah Agus dan warga lain yang tidak mau pindah diputus sepihak oleh PLN. "Kami juga tidak akan melepas sertifikat tanah milik kami. Intinya kami menolak proyek bandara tanpa syarat," jelasnya.
Sementara itu, penasihat hukum PWPP-KP Arsiko menyebut pemerintah harus memerhatikan akses kehidupan warga. "Pemortalan harus dilihat ada tidaknya kehidupan warga di situ. Jika ada, setidaknya diberikan askes untuk beraktivitas."
Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP) menyebut pemortalan itu mulai dilakukan pada 26 Maret di Jalan Daendels dan akan diikuti dengan pengalihan arus lalu lintas dari Tugu Brosot hingga Pasar Glaheng.
"Ini makin menambah daftar perampasan hak dan kesewenangan-wenangan yang dilakukan PT Angkasa Pura I (Persero), karena jalur tersebut adalah jalur penunjang ekonomi yang penting bagi masyarakat," kata Agus Widodo, perwakilan warga, seusai menggelar jumpa pers di Kantor Walhi Yogyakarta Jalan Nyi Pembayun No 144, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta, Kamis (22/3/2018).
Agus menyebut, saat ini ada 37 kepala keluarga yang bertahan di lahan milik mereka di dua desa yakni Desa Glagah dan Desa Paliyan. Jika portal ini jadi dipasang, akses warga yang masih bertahan di lahan milik mereka akan terganggu. Pemortalan ini juga akan menghambat hak-hak sekolah anaknya lantaran itu satu-satunya akses ke sekolah.
"Saya setiap hari mengantar anak saya yang masih TK lewat jalur itu. Jika diportal maka anak saya tidak bisa ke sekolah lantaran aksesnya ditutup," tegas Agus.
Sejauh ini, warga juga tidak diberikan sosialisasi langsung terkait rencana pemortalan ini. Agus tahu rencana ini justru dari papan pengumuman yang dipasang oleh pihak Angkasa Pura di dekat calon lokasi pemasangan portal. "Jarak portal ini rencananya hanya sekitar 50 meter dari rumah saya. Di situ dipasang papan pengumuman terkait rencana pemortalan itu."
Agus menyebut dalam waktu dekat pihaknya juga akan menggugat PLN lantaran memutus aliran listrik secara sepihak. Sejak November tahun lalu, aliran listrik di rumah Agus dan warga lain yang tidak mau pindah diputus sepihak oleh PLN. "Kami juga tidak akan melepas sertifikat tanah milik kami. Intinya kami menolak proyek bandara tanpa syarat," jelasnya.
Sementara itu, penasihat hukum PWPP-KP Arsiko menyebut pemerintah harus memerhatikan akses kehidupan warga. "Pemortalan harus dilihat ada tidaknya kehidupan warga di situ. Jika ada, setidaknya diberikan askes untuk beraktivitas."
(zik)