Nostalgia Mendaki Sumbing, Ganjar Menginap di Dusun Tertinggi di Magelang
A
A
A
MAGELANG - Gubernur Jateng nonaktif Ganjar Pranowo bernostalgia di Dusun Butuh, Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Ganjar kembali mengunjungi desa tertinggi di Magelang ini untuk mengenang perjalanan mendaki gunung Sumbing dulu sekitar tahun 1987-1988.
Ganjar tiba di dusun yang berada di ketinggian 1.724 meter dari permukaan laut ini Selasa 6 Maret 2018 tengah malam. Hawa dingin khas pegunungan menyapa dengan riang. "Dinginnya top," cetus Ganjar.
Seusai beramah tamah dengan tokoh-tokoh desa setempat, Ganjar menuju salah satu rumah yang disediakan warga untuk menginap bersama rombongan. Dia masih ngobrol dengan warga hingga pukul 01.00 WIB lebih.
"Saya masih mengingat-ingat tahun berapa ya dulu ke sini, sama teman-teman waktu itu mendaki sumbing lewat sini, " katanya.
Ganjar memang dikenal sebagai seorang pendaki gunung. Dia pernah menjadi Ketua Klub Pecinta Alam Majestic 88 Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada. "Naiknya dari sini (Butuh), turun lewat Selo," lanjut Ganjar yang ngobrol sembari berkemul sarung.
Pagi harinya Ganjar berolahraga bersama warga setempat. Kampung yang sebagian besar rumahnya dicat warna warni itu pun semakin semarak saja. Ganjar dan warga melakukan senam dengan iringan lagu-lagu Islami.
Senam dipimpin ibu-ibu anggota Pengurus Cabang Fatayat NU Kaliangkrik. "Ini namanya senam NU pak Ganjar," kata seorang anggota Fatayat di sela-sela senam.
Pukul 08.00 WIB, Ganjar pamit setelah sebelumnya makan bersama dengan menu khas Dusun Butuh. Di antaranya sayur buncis, gulai kentang, rica-rica ayam, dan sambal yang pedasnya tak terlupakan.
Makan pagi itu semakin gayeng dengan cerita salah satu tetua dusun tentang ideologi Soekarnois warga setempat. "Pemilu 1955, di Butuh 100% menang PNI," kata kakek tersebut.
Dari Butuh, Ganjar melanjutkan perjalanan ke Pasar Kertek Wonosobo. Dia masih berkeliling ke sejumlah pondok pesantren di kota yang sejuk tersebut hingga petang.
Ganjar tiba di dusun yang berada di ketinggian 1.724 meter dari permukaan laut ini Selasa 6 Maret 2018 tengah malam. Hawa dingin khas pegunungan menyapa dengan riang. "Dinginnya top," cetus Ganjar.
Seusai beramah tamah dengan tokoh-tokoh desa setempat, Ganjar menuju salah satu rumah yang disediakan warga untuk menginap bersama rombongan. Dia masih ngobrol dengan warga hingga pukul 01.00 WIB lebih.
"Saya masih mengingat-ingat tahun berapa ya dulu ke sini, sama teman-teman waktu itu mendaki sumbing lewat sini, " katanya.
Ganjar memang dikenal sebagai seorang pendaki gunung. Dia pernah menjadi Ketua Klub Pecinta Alam Majestic 88 Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada. "Naiknya dari sini (Butuh), turun lewat Selo," lanjut Ganjar yang ngobrol sembari berkemul sarung.
Pagi harinya Ganjar berolahraga bersama warga setempat. Kampung yang sebagian besar rumahnya dicat warna warni itu pun semakin semarak saja. Ganjar dan warga melakukan senam dengan iringan lagu-lagu Islami.
Senam dipimpin ibu-ibu anggota Pengurus Cabang Fatayat NU Kaliangkrik. "Ini namanya senam NU pak Ganjar," kata seorang anggota Fatayat di sela-sela senam.
Pukul 08.00 WIB, Ganjar pamit setelah sebelumnya makan bersama dengan menu khas Dusun Butuh. Di antaranya sayur buncis, gulai kentang, rica-rica ayam, dan sambal yang pedasnya tak terlupakan.
Makan pagi itu semakin gayeng dengan cerita salah satu tetua dusun tentang ideologi Soekarnois warga setempat. "Pemilu 1955, di Butuh 100% menang PNI," kata kakek tersebut.
Dari Butuh, Ganjar melanjutkan perjalanan ke Pasar Kertek Wonosobo. Dia masih berkeliling ke sejumlah pondok pesantren di kota yang sejuk tersebut hingga petang.
(wib)