Ribuan Pegawai Terancam Tak Digaji
A
A
A
MAKASSAR - Penahanan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Makassar Erwin Syafruddin yang dilakukan penyidik Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) menyisakan banyak masalah.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengaku khawatir penahanan Kepala BPKAD Erwin Syafruddin menghambat pelaksanaan program pemerintah kota. Apalagi pihaknya sedang menyusun sekaligus pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang merupakan tanggung jawab Erwin.
Menurut dia, DPA merupakan dokumen yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran masing-masing satuan ker ja perangkat daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran. Artinya, DPA tersebut adalah patokan dari pemerintah mengesahkan anggaran untuk pelaksanaan program dan kegiatan di masing-masing SKPD.
Tidak hanya itu, kata dia, ada ribuan pegawai yang diprediksi tidak akan menerima gaji karena penahanan tersebut.
“Meski demikian, kami tetap menyerahkan kasus itu kepada pihak kepolisian. Kami tetap taat hukum, tapi kalau beliau ditahan gambarannya seperti itu,” kata Danny panggilan akrab Ramdhan Pomanto.
Danny belum memikirkan siapa yang akan menggantikan Erwin sebagai Kepala BPKAD, apa lagi sejak Agustus 2017 lalu, dia tidak lagi berhak mengangkat Plt lantaran ikut bertarung di pilwakot. Kendati demikian, dia mengaku akan melakukan koordinasi dengan bagian hukum terkait kasus yang dihadapi Erwin.
Sebab menurutnya, Er win memiliki integritas tinggi terhadap pemerintah kota yang tidak perlu dikhawatirkan.
“Untuk pendampingan hukum, saya coba rundingkan dengan bagian hukum, saya juga coba berkoordinasi dengan kuasa hukumnya,” tuturnya.
Seperti diketahui, penyidik Subdit III Tindak Pidana Ko rupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel kembali mengambil langkah di luar kebiasaan dengan menahan Erwin yang menyandang status tersangka. Lang kah penyidik itu asing dilakukan pada kasus tipikor di luar operasi tangkap tangan.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan, Erwin ditahan sejak Jumat malam setelah memenuhi panggilan penyidik. Tersangka tunggal pada kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup BPKAD Makassar 2017 itu kembali diperiksa sejak siang hingga malam kemarin.
“Erwin, sore tadi (kemarin) di periksa sebagai tersangka. Malam ini Erwin ditahan penyidik terkait kasus pengadaan ATK dan makan minum 2017,” kata Dicky tadi malam.
Dicky menjelaskan, penahanan terhadap Erwin dilakukan setelah penyidik menilai yang bersangkutan akan mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.
Setelah resmi ditahan, aparatur sipil negara (ASN) itu mendekam sementara diruang tahanan Mapolda Sulsel.
“Alasan penahanan dikhawatirkan tersangka mengulangi lagi perbuatannya dan meng hilangkan barang bukti,” ungkapnya.
Pengamat hukum dari Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib mengatakan, langkah penahanan merupakan kewenangan subjektif penyidik. Namun demikian, kata dia, bukan berarti semudah melakukan penahanan dengan alasan tidak jelas.
Subjektivitas penyidik yang dimaksud adalah jika dikhawatirkan tersangka tidak kooperatif akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Namun, kalau ketakutan itu tidak ada, aparat tidak perlu melakukan penahanan.
“Kalau tersangka kooperatif menghadiri panggilan penyidik atau berhalangan dengan alasan yang disahkan, saya rasa tidak ada alasan menahan. Masyarakat akan menilai, jangan sampai Polda terkesan reaktif, di sisi lain banyak kasus lain terbengkalai tidak diusut tuntas,” ungkap Hambali.
Dia menilai, alasan subjektif yang diutarakan penyidik melalui Kabid Humas Polda tidak kuat diterima.
Guru Besar Fakultas Hukum ini berharap polisi objektif dalam bertugas dan tidak justru terkesan ditunggangi kepentingan politik untuk menjegal salah satu kandidat, apalagi pada tahapan pilkada.
Melihat kasus yang menjerat Erwin berjalan begitu cepat di banding kasus biasanya, Ham bali mengatakan, sejumlah kasus lain seharusnya mendapat perhatian sama.
Khususnya kasus operasi tangkap tangan Kepala UPTD BPLP Dinas Perdagangan Sulsel yang sampai saat ini justru tidak digenjot.
“Kenapa yang sudah nyatanya ta tertangkap tangan sampai sekarang tidak diungkap. Padahal sudah dua sampai tiga pekan dijanjikan akan diperiksa Kepala Disdag Sulsel. Apa yang terlalu mendesak sehingga Erwin ini dipaksakan sebagai tersangka yang juga menimbulkan kontroversi,” ujarnya. (Mustafa Layong/ Vivi Riski Indriani)
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengaku khawatir penahanan Kepala BPKAD Erwin Syafruddin menghambat pelaksanaan program pemerintah kota. Apalagi pihaknya sedang menyusun sekaligus pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang merupakan tanggung jawab Erwin.
Menurut dia, DPA merupakan dokumen yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran masing-masing satuan ker ja perangkat daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran. Artinya, DPA tersebut adalah patokan dari pemerintah mengesahkan anggaran untuk pelaksanaan program dan kegiatan di masing-masing SKPD.
Tidak hanya itu, kata dia, ada ribuan pegawai yang diprediksi tidak akan menerima gaji karena penahanan tersebut.
“Meski demikian, kami tetap menyerahkan kasus itu kepada pihak kepolisian. Kami tetap taat hukum, tapi kalau beliau ditahan gambarannya seperti itu,” kata Danny panggilan akrab Ramdhan Pomanto.
Danny belum memikirkan siapa yang akan menggantikan Erwin sebagai Kepala BPKAD, apa lagi sejak Agustus 2017 lalu, dia tidak lagi berhak mengangkat Plt lantaran ikut bertarung di pilwakot. Kendati demikian, dia mengaku akan melakukan koordinasi dengan bagian hukum terkait kasus yang dihadapi Erwin.
Sebab menurutnya, Er win memiliki integritas tinggi terhadap pemerintah kota yang tidak perlu dikhawatirkan.
“Untuk pendampingan hukum, saya coba rundingkan dengan bagian hukum, saya juga coba berkoordinasi dengan kuasa hukumnya,” tuturnya.
Seperti diketahui, penyidik Subdit III Tindak Pidana Ko rupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel kembali mengambil langkah di luar kebiasaan dengan menahan Erwin yang menyandang status tersangka. Lang kah penyidik itu asing dilakukan pada kasus tipikor di luar operasi tangkap tangan.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan, Erwin ditahan sejak Jumat malam setelah memenuhi panggilan penyidik. Tersangka tunggal pada kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup BPKAD Makassar 2017 itu kembali diperiksa sejak siang hingga malam kemarin.
“Erwin, sore tadi (kemarin) di periksa sebagai tersangka. Malam ini Erwin ditahan penyidik terkait kasus pengadaan ATK dan makan minum 2017,” kata Dicky tadi malam.
Dicky menjelaskan, penahanan terhadap Erwin dilakukan setelah penyidik menilai yang bersangkutan akan mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.
Setelah resmi ditahan, aparatur sipil negara (ASN) itu mendekam sementara diruang tahanan Mapolda Sulsel.
“Alasan penahanan dikhawatirkan tersangka mengulangi lagi perbuatannya dan meng hilangkan barang bukti,” ungkapnya.
Pengamat hukum dari Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib mengatakan, langkah penahanan merupakan kewenangan subjektif penyidik. Namun demikian, kata dia, bukan berarti semudah melakukan penahanan dengan alasan tidak jelas.
Subjektivitas penyidik yang dimaksud adalah jika dikhawatirkan tersangka tidak kooperatif akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Namun, kalau ketakutan itu tidak ada, aparat tidak perlu melakukan penahanan.
“Kalau tersangka kooperatif menghadiri panggilan penyidik atau berhalangan dengan alasan yang disahkan, saya rasa tidak ada alasan menahan. Masyarakat akan menilai, jangan sampai Polda terkesan reaktif, di sisi lain banyak kasus lain terbengkalai tidak diusut tuntas,” ungkap Hambali.
Dia menilai, alasan subjektif yang diutarakan penyidik melalui Kabid Humas Polda tidak kuat diterima.
Guru Besar Fakultas Hukum ini berharap polisi objektif dalam bertugas dan tidak justru terkesan ditunggangi kepentingan politik untuk menjegal salah satu kandidat, apalagi pada tahapan pilkada.
Melihat kasus yang menjerat Erwin berjalan begitu cepat di banding kasus biasanya, Ham bali mengatakan, sejumlah kasus lain seharusnya mendapat perhatian sama.
Khususnya kasus operasi tangkap tangan Kepala UPTD BPLP Dinas Perdagangan Sulsel yang sampai saat ini justru tidak digenjot.
“Kenapa yang sudah nyatanya ta tertangkap tangan sampai sekarang tidak diungkap. Padahal sudah dua sampai tiga pekan dijanjikan akan diperiksa Kepala Disdag Sulsel. Apa yang terlalu mendesak sehingga Erwin ini dipaksakan sebagai tersangka yang juga menimbulkan kontroversi,” ujarnya. (Mustafa Layong/ Vivi Riski Indriani)
(nfl)