Miris! Tiga Anak Perempuan Disekap Ibu Kandungnya
A
A
A
MALANG - Sandal plastik berwarna merah muda kusam, masih tergeletak di tangga teras rumah. Balok-balok kayu, masih terpaku kuat di daun jendela, dan lubang ventilasi. Semua kaca rumah tertutup rapat.
Semua orang tak akan bisa melihat isi dalam rumah. Kaca rumah tertutup kertas tebal, demikian juga lubang ventilasinya. Halaman rumahnya juga tidak terawat. Rumput liar tumbuh hingga menyerupai semak belukar.
Kini rumah di Jalan Wahid Hasyim No 199, RT 14, RW 4, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu telah kosong. Sang penghuni rumah, Ny Alika (37) telah menjalani perawatan kejiwaan di RSJ Radjiman Widiodiningrat, Lawang.
Selain Ny Alika, rumah ini juga dihuni oleh tiga gadis kecilnya. Kini, ketiganya tinggal di rumah M Romli, yang merupakan ayah kandung ketiga kadis tersebut. Sayangnya, ketiga gadis ini harus merasakan pahit atas perpisahan kedua orang tuanya.
Sandal plastik kusam, dan jendela terpaku balok kayu itu, menjadi saksi bisu ketertutupan kehidupan Ny Alika, dan ketiga puterinya selama hampir dua tahun terakhir. “Kemarin (Selasa, 2/1/2017), saya sendiri yang mengawali masuk rumah, sekitar jam 11.00 WIB,” ujar M Romli, mengawali ceritanya tentang upayanya mengeluarkan tiga anak gadisnya tersebut dari rumah tersebut.
Tiga anak gadisnya, yakni KN (13); ZS (11); dan DNZ (6), kini tinggal serumah bersamanya di Jalan Wangkit, Desa Sudimoro, yang berjarak sekitar 1 km dari rumah yang ditempati Ny Alika. “Biarkan mereka di sini dulu sampai kondisinya membaik. Setelah itu, terserah mereka. Kalau kondisi kejiwaan ibunya sudah membaik, tidak apa-apa mereka kembali ke ibunya,” ungkap Romli.
Romli mengaku senang melihat kondisi anak-anaknya berangsung membaik. Ketiganya juga rajin mengaji dan sembahyang. KN, sebagai anak pertama, selalu mengajak adik-adiknya mengaji dan sembahyang bersama.
Meski mereka masih bingung dengan kondisi yang dialminya, dan mungkin juga memedam rasa rindu kepada sang ibu, tetapi mereka sudah mulai bisa ceria kembali bermain bersama anak-anak yang lain.
Sejak empat tahun silam, Romli berpisah dengan Alika. Alasan ketidak cocokan, menjadi dasar kegagalan rumah tangga ini. Sejak perpisahan itu, Romli pulang ke rumah orang tuanya. Sedang Alika dan tiga puterinya tinggal bersama.
Sebelum kembali menempati rumahnya di Jalan Wahid Hasyim No 199, Alika sempat membawa anaknya ngontrak di sebuah rumah di wilayah Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Baik Romli, maupun Alika, sebenarnya sudah sama-sama pernah mengalami kegagalan berumah tangga. Romli dengan istri pertamanya, sudah memiliki anak yang dewasa dan berumah tangga. Demikian juga Alika sudah memiliki satu orang putera yang kini juga telah berumah tangga.
Pengalaman pahit gagal berumah tangga ternyata terulang dalam kehidupan Romli, dan Alika. Kondisi ini terjadi empat tahun silam. Romli yang sebelumnya merupakan pedagang sapi, pulang ke rumah orang tuanya dan menjadi petani. Sementara Alika meneruskan pekerjaannya menjahit, dan tinggal bersama tiga puteri cantiknya.
Setelah perpisahan itu, Romli mengaku perilaku mantan istrinya mulai banyak mengalami perubahan. Orangnya menjadi tertutup. Pernah sekali ditemuinya, istrinya tersebut merusak plafon teras rumahnya dengan bambu tanpa alasan yang jelas.
“Orangnya sangat pendiam dan tertutup. Tidak pernah bercerita permasalahannya kepada siapapun. Kecurigaannya terhadap orang lain, termasuk kepada saya, sangatlah tinggi,” ungkapnya.
Kondisi ketertutupan Alika tersebut semakin memburuk dalam dua tahun terakhir. Bahkan, ketiga anaknya tidak lagi dibolehkan sekolah. Anak pertamanya, harusnya sudah duduk di bangku kelas 1 SMP, dan anak keduanya harusnya sudah kelas 4 SD. Sementara, anak bungsunya, harusnya sudah masuk taman kanak-kanak.
Alika selalu membawa anak-anaknya kemanapun pergi. Mereka sering pergi berempat naik satu sepeda motor. Paling sering, mereka pergi ke Sumber Maron, yaitu sebuah sumber air di wilayah Kecamatan Bululawang, yang kini menjadi tempat wisata.
Seluruh isi rumah ditutup oleh Alika. Kondisi di dalamnya menjadi gelap gulita. Ketiga puterinya, selalu dimintanya berada di dalam rumah. “Kalaupun mereka keluar rumah pasti sama-sama. Jadi tidak disekap sebenarnya, hanya saja mereka ditempatkan di dalam rumah oleh mantan istri saya ini. Hanya bisa keluar rumah ketika bersama-sama,” ujar Romli.
Merasa khawatir dengan masa depan ketiga puterinya, akhirnya Romli melaporkannya kepada perangkat Desa Sudimoro. Dibantu pihak Polsek Bululwang, Koramil Bululawang, dan pihak Kecamatan Bululawang, akhirnya ketiga gadis cantik tersebut bisa dibawa keluar rumah, dan Ny Alika dibawa ke RSJ untuk mendapatkan perawatan kejiwaan.
Romli mengaku, upaya untuk mengeluarkan anaknya tersebut tidak sulit. Dia datang dengan membawa roti untuk anak-anaknya. Setelah dibukakan pintu oleh mantan istrinya tersebut, seluruh warga, polisi, tentara, dan perangkat desa yang membantunya langsung masuk untuk membawa Alika keluar rumah, untuk menjalani perawatan kejiwaan.
Alika sempat marah kepada Romli, tetapi petugas dengan cepat memberikan obat penenang. Ketiga gadis kecil tersebut, juga sempat kaget dengan peristiwa ini. Bahkan, si sulung sempat menangis berjam-jam tanpa henti.
“Perasaan saya lega dan senang, ketika si bungsu bermain handphone milik saya sambil tertawa, lalu kakak-kakaknya juga ikut tertawa,” ungkapnya.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Bululawang, Iptu Rony Margas menyebutkan, kondisi di dalam rumah sangatlah pengab. “Seluruh lubang ventilasi, dan jendela ditutup dengan potongan kertas, kain, dan karung. Tidak ada sinar dari luar yang bisa masuk ke dalam rumah,” tuturnya.
Saat ditemukan, kondisi ketiga anak gadis tersebut sangat memprihatinkan. Badannya kurus dan pucat. Sementara si bungsu nampak tergolek di kasur. Mereka kini terus mendapatkan pengawasan dan perawatan intensif dari tim kesehatan Puskesmas Bululawang.
Ketiga anak gadis tersebut, menurut Kepala Polsek Bululawang, Komisaris Polisi (Kompol) Supari, mengalami trauma serius. “Trauma itu terjadi, karena selama ini tidak boleh banyak berinteraksi dengan dunia luar. Ada dugaan, sang ibu mengalami gangguan kejiawaan pascaperceraiannya dengan suami keduanya,” terangnya.
Kondisi ekonomi yang buruk, juga menjadi salah satu penyebab kondisi anak-anak gadis tersebut mengalami kekurangan makanan. Selama ini, sang ibu dikenal sebagai penjahit, tetapi tidak banyak pesanannya.
Bantuan yang diberikan oleh bidan desa, maupun Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Desa (Bhabinkamtibmas) juga selalu ditolak oleh Alika. “Dia menolak dibantu, karena merasa bukan pengemis, sehingga tidak bersedia menerima bantuan orang lain,” terang Supari.
Semua orang tak akan bisa melihat isi dalam rumah. Kaca rumah tertutup kertas tebal, demikian juga lubang ventilasinya. Halaman rumahnya juga tidak terawat. Rumput liar tumbuh hingga menyerupai semak belukar.
Kini rumah di Jalan Wahid Hasyim No 199, RT 14, RW 4, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu telah kosong. Sang penghuni rumah, Ny Alika (37) telah menjalani perawatan kejiwaan di RSJ Radjiman Widiodiningrat, Lawang.
Selain Ny Alika, rumah ini juga dihuni oleh tiga gadis kecilnya. Kini, ketiganya tinggal di rumah M Romli, yang merupakan ayah kandung ketiga kadis tersebut. Sayangnya, ketiga gadis ini harus merasakan pahit atas perpisahan kedua orang tuanya.
Sandal plastik kusam, dan jendela terpaku balok kayu itu, menjadi saksi bisu ketertutupan kehidupan Ny Alika, dan ketiga puterinya selama hampir dua tahun terakhir. “Kemarin (Selasa, 2/1/2017), saya sendiri yang mengawali masuk rumah, sekitar jam 11.00 WIB,” ujar M Romli, mengawali ceritanya tentang upayanya mengeluarkan tiga anak gadisnya tersebut dari rumah tersebut.
Tiga anak gadisnya, yakni KN (13); ZS (11); dan DNZ (6), kini tinggal serumah bersamanya di Jalan Wangkit, Desa Sudimoro, yang berjarak sekitar 1 km dari rumah yang ditempati Ny Alika. “Biarkan mereka di sini dulu sampai kondisinya membaik. Setelah itu, terserah mereka. Kalau kondisi kejiwaan ibunya sudah membaik, tidak apa-apa mereka kembali ke ibunya,” ungkap Romli.
Romli mengaku senang melihat kondisi anak-anaknya berangsung membaik. Ketiganya juga rajin mengaji dan sembahyang. KN, sebagai anak pertama, selalu mengajak adik-adiknya mengaji dan sembahyang bersama.
Meski mereka masih bingung dengan kondisi yang dialminya, dan mungkin juga memedam rasa rindu kepada sang ibu, tetapi mereka sudah mulai bisa ceria kembali bermain bersama anak-anak yang lain.
Sejak empat tahun silam, Romli berpisah dengan Alika. Alasan ketidak cocokan, menjadi dasar kegagalan rumah tangga ini. Sejak perpisahan itu, Romli pulang ke rumah orang tuanya. Sedang Alika dan tiga puterinya tinggal bersama.
Sebelum kembali menempati rumahnya di Jalan Wahid Hasyim No 199, Alika sempat membawa anaknya ngontrak di sebuah rumah di wilayah Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Baik Romli, maupun Alika, sebenarnya sudah sama-sama pernah mengalami kegagalan berumah tangga. Romli dengan istri pertamanya, sudah memiliki anak yang dewasa dan berumah tangga. Demikian juga Alika sudah memiliki satu orang putera yang kini juga telah berumah tangga.
Pengalaman pahit gagal berumah tangga ternyata terulang dalam kehidupan Romli, dan Alika. Kondisi ini terjadi empat tahun silam. Romli yang sebelumnya merupakan pedagang sapi, pulang ke rumah orang tuanya dan menjadi petani. Sementara Alika meneruskan pekerjaannya menjahit, dan tinggal bersama tiga puteri cantiknya.
Setelah perpisahan itu, Romli mengaku perilaku mantan istrinya mulai banyak mengalami perubahan. Orangnya menjadi tertutup. Pernah sekali ditemuinya, istrinya tersebut merusak plafon teras rumahnya dengan bambu tanpa alasan yang jelas.
“Orangnya sangat pendiam dan tertutup. Tidak pernah bercerita permasalahannya kepada siapapun. Kecurigaannya terhadap orang lain, termasuk kepada saya, sangatlah tinggi,” ungkapnya.
Kondisi ketertutupan Alika tersebut semakin memburuk dalam dua tahun terakhir. Bahkan, ketiga anaknya tidak lagi dibolehkan sekolah. Anak pertamanya, harusnya sudah duduk di bangku kelas 1 SMP, dan anak keduanya harusnya sudah kelas 4 SD. Sementara, anak bungsunya, harusnya sudah masuk taman kanak-kanak.
Alika selalu membawa anak-anaknya kemanapun pergi. Mereka sering pergi berempat naik satu sepeda motor. Paling sering, mereka pergi ke Sumber Maron, yaitu sebuah sumber air di wilayah Kecamatan Bululawang, yang kini menjadi tempat wisata.
Seluruh isi rumah ditutup oleh Alika. Kondisi di dalamnya menjadi gelap gulita. Ketiga puterinya, selalu dimintanya berada di dalam rumah. “Kalaupun mereka keluar rumah pasti sama-sama. Jadi tidak disekap sebenarnya, hanya saja mereka ditempatkan di dalam rumah oleh mantan istri saya ini. Hanya bisa keluar rumah ketika bersama-sama,” ujar Romli.
Merasa khawatir dengan masa depan ketiga puterinya, akhirnya Romli melaporkannya kepada perangkat Desa Sudimoro. Dibantu pihak Polsek Bululwang, Koramil Bululawang, dan pihak Kecamatan Bululawang, akhirnya ketiga gadis cantik tersebut bisa dibawa keluar rumah, dan Ny Alika dibawa ke RSJ untuk mendapatkan perawatan kejiwaan.
Romli mengaku, upaya untuk mengeluarkan anaknya tersebut tidak sulit. Dia datang dengan membawa roti untuk anak-anaknya. Setelah dibukakan pintu oleh mantan istrinya tersebut, seluruh warga, polisi, tentara, dan perangkat desa yang membantunya langsung masuk untuk membawa Alika keluar rumah, untuk menjalani perawatan kejiwaan.
Alika sempat marah kepada Romli, tetapi petugas dengan cepat memberikan obat penenang. Ketiga gadis kecil tersebut, juga sempat kaget dengan peristiwa ini. Bahkan, si sulung sempat menangis berjam-jam tanpa henti.
“Perasaan saya lega dan senang, ketika si bungsu bermain handphone milik saya sambil tertawa, lalu kakak-kakaknya juga ikut tertawa,” ungkapnya.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Bululawang, Iptu Rony Margas menyebutkan, kondisi di dalam rumah sangatlah pengab. “Seluruh lubang ventilasi, dan jendela ditutup dengan potongan kertas, kain, dan karung. Tidak ada sinar dari luar yang bisa masuk ke dalam rumah,” tuturnya.
Saat ditemukan, kondisi ketiga anak gadis tersebut sangat memprihatinkan. Badannya kurus dan pucat. Sementara si bungsu nampak tergolek di kasur. Mereka kini terus mendapatkan pengawasan dan perawatan intensif dari tim kesehatan Puskesmas Bululawang.
Ketiga anak gadis tersebut, menurut Kepala Polsek Bululawang, Komisaris Polisi (Kompol) Supari, mengalami trauma serius. “Trauma itu terjadi, karena selama ini tidak boleh banyak berinteraksi dengan dunia luar. Ada dugaan, sang ibu mengalami gangguan kejiawaan pascaperceraiannya dengan suami keduanya,” terangnya.
Kondisi ekonomi yang buruk, juga menjadi salah satu penyebab kondisi anak-anak gadis tersebut mengalami kekurangan makanan. Selama ini, sang ibu dikenal sebagai penjahit, tetapi tidak banyak pesanannya.
Bantuan yang diberikan oleh bidan desa, maupun Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Desa (Bhabinkamtibmas) juga selalu ditolak oleh Alika. “Dia menolak dibantu, karena merasa bukan pengemis, sehingga tidak bersedia menerima bantuan orang lain,” terang Supari.
(sms)