Lawang Sewu, Saksi Bisu Pertempuran Lima Hari yang Penuh Misteri
A
A
A
Lawang Sewu menjadi salah satu ikon wisata di Kota Semarang. Lokasinya yang berada di tengah kota dan bersebelahan dengan Tugu Muda, menjadikan Lawang Sewu banyak dikunjungi wisatawan, baik domestik mau pun mancanegara.
Bangunan ini dikenal karena memiliki banyak pintu sehingga disebut lawang sewu atau dalam Bahasa Indonesia berarti pintu seribu. Sebenarnya bukan sekadar pintu, tetapi juga banyak jendela berukuran besar sehingga terlihat seperti pintu.
Gedung tua ini juga menjadi saksi bisu pertempuran lima hari di Semarang antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) melawan tentara Jepang. Pertempuran terjadi karena pemuda AMKA ingin mengambil alih kereta api.
Pembangunan gedung ini memakan waktu cukup lama, sejak 1904 hingga 1907. Pada awalnya, gedung ini digunakan sebagai kantor Perusahaan Kereta Api milik Belanda. Lawang Sewu tak lepas dari sentuhan tangan dingin dua arsitek asal Belanda yakni Prof. Jacob F. Klinkhamer dan Bj. Queendag.
Meski berada di tengah kota, namun gedung bertingkat tiga tersebut tak lepas dari cerita mistis. Bahkan sebagian masyarakat menganggap Lawang Sewu sebagai istana lelembut di Kota Semarang. Apalagi, sampai sekarang masih kerap terjadi penampakan-penampakan makluk halus.
Bahkan, lokasi tersebut kerap dijadikan sebagai wisata mistis. Saat gedung itu terbengkalai beberapa tahun lalu, setiap malam warga sekitar siap menjadi pemandu bagi setiap orang yang ingin menyaksikan hantu.
Dengan merogoh sedikit kocek, mereka akan diajak menyusuri lorong-lorong gelap mencari penampakan. Tentunya wisata mistis itu dilakukan secara ilegal. Mereka akan menyelinap masuk melalui pintu seng yang jebol mulai pukul 22.00 WIB hingga 03.00 WIB.
Kini wisata mistis sudah dilarang dan aktivitas malam dibatasi hingga pukul 21.00 WIB. PT KAI selaku pengelola gedung telah melakukan banyak pemugaran. Gedung tua itu kini semakin eksotis ketika malam, karena cahaya lampu-lampu penerang di setiap sudut ruangan.
Namun demikian, kesan mistis masih terasa. Wisatawan yang datang mulai pukul 07.00-21.00 WIB tetap tak berani bersikap sombong dan ceroboh. Pantangan lain yang tak boleh terjadi adalah pikiran kosong atau melamun saat menyusuri lorong-lorong gedung Lawang Sewu.
"Pengunjung sebaiknya jangan sampai kosong (melamun) karena bisa saja kerasukan, baik siang atau malam, jangan sampai melamun," ujar Temon (33), penjaga parkir kawasan wisata Lawang Sewu beberapa waktu lalu.
Warga Kampung Sekayu Kecamatan Semarang Tengah itu mengaku sudah puluhan tahun akrab dengan cerita-cerita mistis seputar Lawang Sewu, karena jarak rumahnya relatif dekat. Menurutnya, misteri Nonik Belanda adalah yang paling menyedot perhatian.
"Kalau sini kan sebenarnya istana (makluk halus) jadi ada banyak macamnya. Tapi yang yang paling terkebal itu Nonik Belanda. Itu (perwujudannya) berpakaian putih long dress, rambut panjang. Seperti wanita Belanda itu. Mungkin kalau sekarang lebih mudahnya ya disebut kuntilanak," terangnya.
Dia mengatakan, kemunculan Nonik Belanda tidak bisa diprediksi. Namun, keberadaan sosok perempuan itu kerap terlihat melayang dari puncak gedung sebuah bank menuju Lawang Sewu. Meski terlihat seram, namun sosok perempuan itu tidak mengganggu warga yang melihatnya.
"Gedung bank itu kosong, yang dipakai hanya lantai-lantai bagian bawah. Sementara yang atas banyak yang kosong. Makanya di sana juga agak singup (angker). Nah, Nonik Belanda itu terlihat dari puncak gedung lalu melayang ke Lawang Sewu," jelasnya.
Sebagai penjaga parkir, dia bersama rekan-rekannya kerap uji nyali karena berada di lokasi hingga tengah malam bahkan dini hari. Meski diliputi rasa takut, namun mereka secara bergiliran berkeliling untuk menjaga kendaraan hingga paling ujung lokasi parkir.
Semenjak dipugar, kendaraan pengunjung parkir di luar pagar gedung Lawang Sewu di sepanjang tepi Kali Tumpang. Meski Lawang Sewu hanya dibuka hingga pukul 21.00 WIB, namun masih banyak warga yang berfoto-foto di luar pagar dan seputar kawasan Tugu Muda.
"Biasanya merinding di pundak kalau lewat sebelah sana (ujung lokasi parkir). Seperti pundak ini ada yang menaiki. Tapi kalau sudah seperti itu ya kami diam saja, asal tidak mengganggu lebih parah lagi. Lokasi itu tepat di bawahnya (Nonik Belanda terbang)," tambah pria berperawakan tinggi besar itu.
Cerita tak kalah angker lainnya adalah tentang penampakan orang-orang dengan pakaian adat Jawa yang seolah mengawal beberapa pengunjung. Sejak pengunjung tiba, biasanya pengawal-pengawal tak kasat mata itu akan mendekat dan mengikuti selama menyusuri lorong-lorong Lawang Sewu.
"Malah ada pengunjung yang bilang jika seperti ada persewaan kuda oleh orang-orang dengan pakaian Jawa. Mereka tahunya sejak mulai parkir di sini hingga masuk ke area wisata. Tapi karena pengunjung itu enggak takut dan biasa saja maka ya tidak terjadi apa-apa," ujarnya.
Untuk itu, dia mengimbau pada setiap pengunjung untuk berdoa terlebih dahulu ketika memasuki Lawang Sewu dan mematuhi petunjuk pemandu. "Jangan mentang-mentang punya ‘pegangan’ terus seenaknya. Kalau seperti itu bisa kena sendiri, akan merasa panas, tertolak lah mereka," sebutnya seraya melayani pelanggan.
Penuturan serupa disampaikan Bowo, penjual kopi yang juga mangkal di depan Lawang Sewu. Menurutnya, setiap bangunan terlebih gedung tua dihuni oleh makluk halus. Apalagi, Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda dan memiliki ruang penjara bawah tanah.
"Ini kan saksi pertempuran lima hari di Semarang. Jadi bisa saja banyak yang terbunuh baik pejuang kita, warga Belanda, tentara Jepang. Jadi ya jangan sembarangan. Tetap hormati tempat-tempat seperti ini," ujar pria berambut dan berjenggot putih itu.
Dia mengatakan, pengunjung yang tak mengindahkan peringatan pemandu bakal kena batunya seperti kerasukan. Meski saat di lokasi masih terlihat biasa, namun ketika pulang akan menunjukkan gejala-gejala kesurupan seperti berteriak-teriak ketakutan.
"Dulu ada yang kesurupan. Dia sudah pergi bersama rombongannya, lalu mungkin kok sikapnya aneh dan dibawa lagi ke sini (Lawang Sewu) baru bisa sembuh. Bisa jadi itu diikuti oleh penunggunya sini. Tapi itu tergantung pada sugesti dan kepercayaan masing-masing," pungkasnya.
Bangunan ini dikenal karena memiliki banyak pintu sehingga disebut lawang sewu atau dalam Bahasa Indonesia berarti pintu seribu. Sebenarnya bukan sekadar pintu, tetapi juga banyak jendela berukuran besar sehingga terlihat seperti pintu.
Gedung tua ini juga menjadi saksi bisu pertempuran lima hari di Semarang antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) melawan tentara Jepang. Pertempuran terjadi karena pemuda AMKA ingin mengambil alih kereta api.
Pembangunan gedung ini memakan waktu cukup lama, sejak 1904 hingga 1907. Pada awalnya, gedung ini digunakan sebagai kantor Perusahaan Kereta Api milik Belanda. Lawang Sewu tak lepas dari sentuhan tangan dingin dua arsitek asal Belanda yakni Prof. Jacob F. Klinkhamer dan Bj. Queendag.
Meski berada di tengah kota, namun gedung bertingkat tiga tersebut tak lepas dari cerita mistis. Bahkan sebagian masyarakat menganggap Lawang Sewu sebagai istana lelembut di Kota Semarang. Apalagi, sampai sekarang masih kerap terjadi penampakan-penampakan makluk halus.
Bahkan, lokasi tersebut kerap dijadikan sebagai wisata mistis. Saat gedung itu terbengkalai beberapa tahun lalu, setiap malam warga sekitar siap menjadi pemandu bagi setiap orang yang ingin menyaksikan hantu.
Dengan merogoh sedikit kocek, mereka akan diajak menyusuri lorong-lorong gelap mencari penampakan. Tentunya wisata mistis itu dilakukan secara ilegal. Mereka akan menyelinap masuk melalui pintu seng yang jebol mulai pukul 22.00 WIB hingga 03.00 WIB.
Kini wisata mistis sudah dilarang dan aktivitas malam dibatasi hingga pukul 21.00 WIB. PT KAI selaku pengelola gedung telah melakukan banyak pemugaran. Gedung tua itu kini semakin eksotis ketika malam, karena cahaya lampu-lampu penerang di setiap sudut ruangan.
Namun demikian, kesan mistis masih terasa. Wisatawan yang datang mulai pukul 07.00-21.00 WIB tetap tak berani bersikap sombong dan ceroboh. Pantangan lain yang tak boleh terjadi adalah pikiran kosong atau melamun saat menyusuri lorong-lorong gedung Lawang Sewu.
"Pengunjung sebaiknya jangan sampai kosong (melamun) karena bisa saja kerasukan, baik siang atau malam, jangan sampai melamun," ujar Temon (33), penjaga parkir kawasan wisata Lawang Sewu beberapa waktu lalu.
Warga Kampung Sekayu Kecamatan Semarang Tengah itu mengaku sudah puluhan tahun akrab dengan cerita-cerita mistis seputar Lawang Sewu, karena jarak rumahnya relatif dekat. Menurutnya, misteri Nonik Belanda adalah yang paling menyedot perhatian.
"Kalau sini kan sebenarnya istana (makluk halus) jadi ada banyak macamnya. Tapi yang yang paling terkebal itu Nonik Belanda. Itu (perwujudannya) berpakaian putih long dress, rambut panjang. Seperti wanita Belanda itu. Mungkin kalau sekarang lebih mudahnya ya disebut kuntilanak," terangnya.
Dia mengatakan, kemunculan Nonik Belanda tidak bisa diprediksi. Namun, keberadaan sosok perempuan itu kerap terlihat melayang dari puncak gedung sebuah bank menuju Lawang Sewu. Meski terlihat seram, namun sosok perempuan itu tidak mengganggu warga yang melihatnya.
"Gedung bank itu kosong, yang dipakai hanya lantai-lantai bagian bawah. Sementara yang atas banyak yang kosong. Makanya di sana juga agak singup (angker). Nah, Nonik Belanda itu terlihat dari puncak gedung lalu melayang ke Lawang Sewu," jelasnya.
Sebagai penjaga parkir, dia bersama rekan-rekannya kerap uji nyali karena berada di lokasi hingga tengah malam bahkan dini hari. Meski diliputi rasa takut, namun mereka secara bergiliran berkeliling untuk menjaga kendaraan hingga paling ujung lokasi parkir.
Semenjak dipugar, kendaraan pengunjung parkir di luar pagar gedung Lawang Sewu di sepanjang tepi Kali Tumpang. Meski Lawang Sewu hanya dibuka hingga pukul 21.00 WIB, namun masih banyak warga yang berfoto-foto di luar pagar dan seputar kawasan Tugu Muda.
"Biasanya merinding di pundak kalau lewat sebelah sana (ujung lokasi parkir). Seperti pundak ini ada yang menaiki. Tapi kalau sudah seperti itu ya kami diam saja, asal tidak mengganggu lebih parah lagi. Lokasi itu tepat di bawahnya (Nonik Belanda terbang)," tambah pria berperawakan tinggi besar itu.
Cerita tak kalah angker lainnya adalah tentang penampakan orang-orang dengan pakaian adat Jawa yang seolah mengawal beberapa pengunjung. Sejak pengunjung tiba, biasanya pengawal-pengawal tak kasat mata itu akan mendekat dan mengikuti selama menyusuri lorong-lorong Lawang Sewu.
"Malah ada pengunjung yang bilang jika seperti ada persewaan kuda oleh orang-orang dengan pakaian Jawa. Mereka tahunya sejak mulai parkir di sini hingga masuk ke area wisata. Tapi karena pengunjung itu enggak takut dan biasa saja maka ya tidak terjadi apa-apa," ujarnya.
Untuk itu, dia mengimbau pada setiap pengunjung untuk berdoa terlebih dahulu ketika memasuki Lawang Sewu dan mematuhi petunjuk pemandu. "Jangan mentang-mentang punya ‘pegangan’ terus seenaknya. Kalau seperti itu bisa kena sendiri, akan merasa panas, tertolak lah mereka," sebutnya seraya melayani pelanggan.
Penuturan serupa disampaikan Bowo, penjual kopi yang juga mangkal di depan Lawang Sewu. Menurutnya, setiap bangunan terlebih gedung tua dihuni oleh makluk halus. Apalagi, Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda dan memiliki ruang penjara bawah tanah.
"Ini kan saksi pertempuran lima hari di Semarang. Jadi bisa saja banyak yang terbunuh baik pejuang kita, warga Belanda, tentara Jepang. Jadi ya jangan sembarangan. Tetap hormati tempat-tempat seperti ini," ujar pria berambut dan berjenggot putih itu.
Dia mengatakan, pengunjung yang tak mengindahkan peringatan pemandu bakal kena batunya seperti kerasukan. Meski saat di lokasi masih terlihat biasa, namun ketika pulang akan menunjukkan gejala-gejala kesurupan seperti berteriak-teriak ketakutan.
"Dulu ada yang kesurupan. Dia sudah pergi bersama rombongannya, lalu mungkin kok sikapnya aneh dan dibawa lagi ke sini (Lawang Sewu) baru bisa sembuh. Bisa jadi itu diikuti oleh penunggunya sini. Tapi itu tergantung pada sugesti dan kepercayaan masing-masing," pungkasnya.
(nag)