Gubernur Soekarwo Klaim Jumlah Kelas Menengah di Jatim Meningkat
A
A
A
SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo mengklaim hingga semester I/2017 jumlah kelas menengah mencapai 39% dari total populasi penduduk Jatim sebanyak 40 juta jiwa. Jumlah tersebut naik dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 37%.
Kenaikan tersebut dipicu dari peningkatan nilai transaksi perdagangan Jatim dengan sejumlah provinsi di Indonesia. Selama semester I/2017, Jatim mencatat perdagangan antar provinsi mencapai Rp348 triliun.
Sedangkan barang yang masuk ke Jatim dari provinsi lain mencapai Rp279 triliun. Artinya, selama enam bulan pertama di tahun ini, perdagangan antar provinsi di Jatim surplus Rp79 triliun.
“Dari data itu maka gaya hidup masyarakat berubah. Penjualan sepeda motor memang turun, tapi mobil justru naik,” kata Soekarwo.
Perdagangan antarprovinsi di Jatim, selama 10 tahun dari periode 2010-2016 mengalami kenaikan 206% atau rata-rata naik 25% per tahun. Hal ini disebabkan karena infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan lapangan terbang naik pesat. Inilah yang menjadikan pengungkit Jawa Timur perdagangannya maju pesat.
Sedangkan ekspor non migas Jatim di semester I/2017 surplus USD738 juta atau Rp9,80 triliun. Yang terbesar surplus dengan Singapura yani sebesar USD311 juta.
Pada 2016 yang lalu, perdagangan Jatim dengan Singapura mengalami surplus USD234 juta. Ekspor Jatim ke singapura terbanyak adalah perhiasan dan obat-obatan. “Kami sampai dengan akhir tahun 2017 bisa meningkat menjadi USD600 juta atau Rp8,7 triliun,” timpal Soekarwo.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Ardy Prasetyawan mengatakan, hingga akhir 2017 ini, perdagangan dalam negeri ditargetkan tembus hingga Rp125 triliun. Peningkatan perdagangan ini terjadi dengan dibentuknya Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jawa Timur di 26 provinsi. Tahun lalu Jatim surplus Rp100 triliun.
“Komoditas yang dikirim ke luar provinsi rata-rata bahan pokok seperti beras, minyak goreng, tepung dan terigu, serta produk-produk kerajinan dan pakaian,” tandasnya.
Kenaikan tersebut dipicu dari peningkatan nilai transaksi perdagangan Jatim dengan sejumlah provinsi di Indonesia. Selama semester I/2017, Jatim mencatat perdagangan antar provinsi mencapai Rp348 triliun.
Sedangkan barang yang masuk ke Jatim dari provinsi lain mencapai Rp279 triliun. Artinya, selama enam bulan pertama di tahun ini, perdagangan antar provinsi di Jatim surplus Rp79 triliun.
“Dari data itu maka gaya hidup masyarakat berubah. Penjualan sepeda motor memang turun, tapi mobil justru naik,” kata Soekarwo.
Perdagangan antarprovinsi di Jatim, selama 10 tahun dari periode 2010-2016 mengalami kenaikan 206% atau rata-rata naik 25% per tahun. Hal ini disebabkan karena infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan lapangan terbang naik pesat. Inilah yang menjadikan pengungkit Jawa Timur perdagangannya maju pesat.
Sedangkan ekspor non migas Jatim di semester I/2017 surplus USD738 juta atau Rp9,80 triliun. Yang terbesar surplus dengan Singapura yani sebesar USD311 juta.
Pada 2016 yang lalu, perdagangan Jatim dengan Singapura mengalami surplus USD234 juta. Ekspor Jatim ke singapura terbanyak adalah perhiasan dan obat-obatan. “Kami sampai dengan akhir tahun 2017 bisa meningkat menjadi USD600 juta atau Rp8,7 triliun,” timpal Soekarwo.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Ardy Prasetyawan mengatakan, hingga akhir 2017 ini, perdagangan dalam negeri ditargetkan tembus hingga Rp125 triliun. Peningkatan perdagangan ini terjadi dengan dibentuknya Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jawa Timur di 26 provinsi. Tahun lalu Jatim surplus Rp100 triliun.
“Komoditas yang dikirim ke luar provinsi rata-rata bahan pokok seperti beras, minyak goreng, tepung dan terigu, serta produk-produk kerajinan dan pakaian,” tandasnya.
(sms)