Ironis, 15.000 Warga Surabaya Tak Punya MCK
A
A
A
SURABAYA - Status sebagai kota besar tak membuat Surabaya memenuhi kebutuhan dasar warganya. Terbukti, sebanyak 15.000 warga Surabaya belum memiliki sarana untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK). Mereka tersebar di berbagai kelurahan yang ada di Semampir.
Anggota DPRD Kota Surabaya Camelia Habibah menuturkan, masih ada belasan ribu warga yang tak punya MCK. Padahal MCK merupakan kebutuhan dasar yang harus dimiliki warga untuk bisa menjaga kesehatan serta lingkungannya.
“Jadi rumah-rumah mereka tanpa jamban. Kalau mau buang air besar harus bayar dulu ke WC umum,” ujar Habibah, Rabu (18/10/2017).
Dia menambahkan, warga yang tak memiliki MCK itu tersebar di berbagai tempat. Sebanyak 7.800 warga tinggal di atas tanah ilegal. Sebanyak 7.200 adalah warga yang tinggal di tanahnya sendiri, namun tidak memiliki MCK atau jamban.
"Ini ironis, saat Surabaya dengan banyak penghargaan lingkungan ternyata masih banyak yang tidak miliki MCK. Kondisi ini menunjukan kalau pembangunan di Surabaya tidak merata," ungkapnya.
Politisi partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menjelaskan, pemkot sebenarnya memiliki program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Program tahunan tersebut seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mengatasi masalah sanitasi yang ada di berbagai kelurahan.
Bahkan, lanjut Camelia, selain program RSDK juga terdapat program pembangunan MCK komunal. Dari segi wilayah, mayoritas warga yang belum memiliki MCK berada di kawasan pemukiman kumuh Surabaya Utara.
Namun, pihaknya juga menemukan warga yang berada di tengah kota belum memiliki MCK. Mereka berada di Tegalsari yang lokasinya dekat dengan Balai Kota juga belum memiliki MCK. "Di Asemrowo itu masih ada MCK yang langsung dibangun dekat sungai. Tanpa ada septitank, itu justru akan merusak lingkungan," katanya.
D
ia juga mencoba terus berkomunikasi dengan pemkot untuk membuat mapping kawasan yang masih belum memiliki MCK. Sehingga sebaran warga bisa diidentifikasi serta segera dilakukan proses penanganan.
Ketua RT 9 RW 9, Kelurahan Ujung, Kecamatan Semampir, Dauhari menuturkan, banyak warganya memang belum memiliki MCK. Alasan mereka tidak mau membangun MCK karena keterbatasan lahan. Mereka lebih memilih untuk membangun ruang kamar yang nantinya bisa dikontrakkan.
"Memang budaya di sini lebih baik nggak punya jamban, ruang di rumah lebih baik dibuatkan kamar untuk disewakan. Kalau jamban memanfaatkan jamban umum," jelas Dauhari.
Anggota DPRD Kota Surabaya Camelia Habibah menuturkan, masih ada belasan ribu warga yang tak punya MCK. Padahal MCK merupakan kebutuhan dasar yang harus dimiliki warga untuk bisa menjaga kesehatan serta lingkungannya.
“Jadi rumah-rumah mereka tanpa jamban. Kalau mau buang air besar harus bayar dulu ke WC umum,” ujar Habibah, Rabu (18/10/2017).
Dia menambahkan, warga yang tak memiliki MCK itu tersebar di berbagai tempat. Sebanyak 7.800 warga tinggal di atas tanah ilegal. Sebanyak 7.200 adalah warga yang tinggal di tanahnya sendiri, namun tidak memiliki MCK atau jamban.
"Ini ironis, saat Surabaya dengan banyak penghargaan lingkungan ternyata masih banyak yang tidak miliki MCK. Kondisi ini menunjukan kalau pembangunan di Surabaya tidak merata," ungkapnya.
Politisi partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menjelaskan, pemkot sebenarnya memiliki program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Program tahunan tersebut seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mengatasi masalah sanitasi yang ada di berbagai kelurahan.
Bahkan, lanjut Camelia, selain program RSDK juga terdapat program pembangunan MCK komunal. Dari segi wilayah, mayoritas warga yang belum memiliki MCK berada di kawasan pemukiman kumuh Surabaya Utara.
Namun, pihaknya juga menemukan warga yang berada di tengah kota belum memiliki MCK. Mereka berada di Tegalsari yang lokasinya dekat dengan Balai Kota juga belum memiliki MCK. "Di Asemrowo itu masih ada MCK yang langsung dibangun dekat sungai. Tanpa ada septitank, itu justru akan merusak lingkungan," katanya.
D
ia juga mencoba terus berkomunikasi dengan pemkot untuk membuat mapping kawasan yang masih belum memiliki MCK. Sehingga sebaran warga bisa diidentifikasi serta segera dilakukan proses penanganan.
Ketua RT 9 RW 9, Kelurahan Ujung, Kecamatan Semampir, Dauhari menuturkan, banyak warganya memang belum memiliki MCK. Alasan mereka tidak mau membangun MCK karena keterbatasan lahan. Mereka lebih memilih untuk membangun ruang kamar yang nantinya bisa dikontrakkan.
"Memang budaya di sini lebih baik nggak punya jamban, ruang di rumah lebih baik dibuatkan kamar untuk disewakan. Kalau jamban memanfaatkan jamban umum," jelas Dauhari.
(wib)