Gugurnya Moeljadi dan Perlawanan Pelajar Madiun terhadap PKI
A
A
A
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia/Front Demokrasi Rakyat (PKI/FDR) di Madiun pada September 1948 juga menyebabkan gugurnya Moeljadi, anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Brigade 17.
Moeljadi yang kala itu berusia 17 tahun, pada 22 September 1948 sedang bertugas sebagai pengawal Markas TRIP Brigade 17, yang kini merupakan lokasi SMP Negeri 2 di Jalan KH Agus Salim, Madiun. Moeljadi ditembak. Tak cuma itu, tubuhnya pun jadi sasaran bayonet Tentara Merah sehingga dia mati dengan kondisi mengenaskan.
Penyerbuan ke Markas TRIP itu diikuti dengan pelucutan senjata dan penangkapan terhadap sembilan pemimpin TRIP. Tujuh orang di antaranya dibebaskan dari penjara Kota Madiun. Dua orang lainnya dibunuh di Kresek. Dua orang TRIP yang dibunuh itu, satu di antaranya adalah Soetopo, pelajar SMA Pertahanan yang baru saja meraih medali emas lomba lari cepat dalam PON I di Solo.
Penyerbuan Markas TRIP dan gugurnya Moeljadi memicu kemarahan pelajar di Madiun. Pemakaman jenazah Moeljadi diiringi ribuan pelajar yang kemudian melakukan demonstrasi besar-besaran. Para pelajar bahkan ada yang membentuk Aliansi Pelajar Anti Muso.
Mereka tampil secara terang-terangan melakukan perlawanan. Mereka tidak takut dihabisi dan bernasib sama dengan Moeljadi. Poster-poster dan pamflet menentang PKI ditempel.
Melihat perlawanan para pelajar itu, Residen Muntalib menggelar rapat raksasa di Pendopo Kabupaten Madiun. 6.000-an pelajar hadir dalam rapat tersebut. PKI/FDR kemudian memanfaatkan kehadiran ribuan pelajar itu dengan mengobral janji manis.
Janji yang disampaikan PKI itu antara lain murid-murid Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar, red) dan Sekolah Lanjutan Perrtama (SLP) dibebaskan dari membayar sekolah. PKI juga menjanjikan berdirinya universitas dengan memanfaatkan gedung bekas Asrama CPM di Jalan Wilis atau kini Jalan A Yani.
Namun, para pelajar itu tak termakan janji PKI. Mereka malah menyambut penyampaian janji tersebut dengan cemoohan. Lebih dari 6.000 pelajar yang dikumpulkan di Pendopo Kabupaten Madiun itu sangat gaduh, Mereka bersorak-sorai dan bertepuk tangan berirama.
Muntalib meminta agar para pelajar duduk tenang, namun disambut suara 'sssttt' serentak selama lima menit. Saat Residen Muntalib memulai pidato, seorang pelajar berteriak,"Wah, permainan dimulai." Segenap pelajar pun tertawa terbahak-bahak menyambut celoteh itu.
Alat pengeras suara yang dipasang tak juga mampu menembus kegaduhan. Terlebih saat para pelajar memasukkan orang gila ke tempat pertemuan. Orang gila ini kemudian ke depan, memberi salam layaknya seorang pandu. Residen Muntalib terlihat putus asa. Akhirnya, pertemuan itu pun dibubarkan.
Massa pelajar meninggalkan Pendopo Kabupaten Madiun dengan meneriakkan "Minta ganti Moeljadi." Mereka menuju makam Moeljadi. Selesai dari makam Moeljadi, para pelajar itu terus meneriakkan yel-yel menentang PKI/FDR. Bahkan, ada di antara pelajar yang menantang tentara PKI/FDR agar menembak mereka.
Meski suasana begitu panas, peristiwa itu tidak sampai memuncak. Yang jelas, perlawanan para pelajar terhadap PKI itu berhasil membuat PKI semakin kehilangan simpati dari masyarakat Madiun.
Sumber:
Buku Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948, Komite Waspada Komunisme, 2005.
Moeljadi yang kala itu berusia 17 tahun, pada 22 September 1948 sedang bertugas sebagai pengawal Markas TRIP Brigade 17, yang kini merupakan lokasi SMP Negeri 2 di Jalan KH Agus Salim, Madiun. Moeljadi ditembak. Tak cuma itu, tubuhnya pun jadi sasaran bayonet Tentara Merah sehingga dia mati dengan kondisi mengenaskan.
Penyerbuan ke Markas TRIP itu diikuti dengan pelucutan senjata dan penangkapan terhadap sembilan pemimpin TRIP. Tujuh orang di antaranya dibebaskan dari penjara Kota Madiun. Dua orang lainnya dibunuh di Kresek. Dua orang TRIP yang dibunuh itu, satu di antaranya adalah Soetopo, pelajar SMA Pertahanan yang baru saja meraih medali emas lomba lari cepat dalam PON I di Solo.
Penyerbuan Markas TRIP dan gugurnya Moeljadi memicu kemarahan pelajar di Madiun. Pemakaman jenazah Moeljadi diiringi ribuan pelajar yang kemudian melakukan demonstrasi besar-besaran. Para pelajar bahkan ada yang membentuk Aliansi Pelajar Anti Muso.
Mereka tampil secara terang-terangan melakukan perlawanan. Mereka tidak takut dihabisi dan bernasib sama dengan Moeljadi. Poster-poster dan pamflet menentang PKI ditempel.
Melihat perlawanan para pelajar itu, Residen Muntalib menggelar rapat raksasa di Pendopo Kabupaten Madiun. 6.000-an pelajar hadir dalam rapat tersebut. PKI/FDR kemudian memanfaatkan kehadiran ribuan pelajar itu dengan mengobral janji manis.
Janji yang disampaikan PKI itu antara lain murid-murid Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar, red) dan Sekolah Lanjutan Perrtama (SLP) dibebaskan dari membayar sekolah. PKI juga menjanjikan berdirinya universitas dengan memanfaatkan gedung bekas Asrama CPM di Jalan Wilis atau kini Jalan A Yani.
Namun, para pelajar itu tak termakan janji PKI. Mereka malah menyambut penyampaian janji tersebut dengan cemoohan. Lebih dari 6.000 pelajar yang dikumpulkan di Pendopo Kabupaten Madiun itu sangat gaduh, Mereka bersorak-sorai dan bertepuk tangan berirama.
Muntalib meminta agar para pelajar duduk tenang, namun disambut suara 'sssttt' serentak selama lima menit. Saat Residen Muntalib memulai pidato, seorang pelajar berteriak,"Wah, permainan dimulai." Segenap pelajar pun tertawa terbahak-bahak menyambut celoteh itu.
Alat pengeras suara yang dipasang tak juga mampu menembus kegaduhan. Terlebih saat para pelajar memasukkan orang gila ke tempat pertemuan. Orang gila ini kemudian ke depan, memberi salam layaknya seorang pandu. Residen Muntalib terlihat putus asa. Akhirnya, pertemuan itu pun dibubarkan.
Massa pelajar meninggalkan Pendopo Kabupaten Madiun dengan meneriakkan "Minta ganti Moeljadi." Mereka menuju makam Moeljadi. Selesai dari makam Moeljadi, para pelajar itu terus meneriakkan yel-yel menentang PKI/FDR. Bahkan, ada di antara pelajar yang menantang tentara PKI/FDR agar menembak mereka.
Meski suasana begitu panas, peristiwa itu tidak sampai memuncak. Yang jelas, perlawanan para pelajar terhadap PKI itu berhasil membuat PKI semakin kehilangan simpati dari masyarakat Madiun.
Sumber:
Buku Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948, Komite Waspada Komunisme, 2005.
(zik)