Satu Minggu di Pengungsian, Pengungsi Gunung Agung Mulai Jenuh
A
A
A
KARANGASEM - Aktivitas para pengungsi Gunung Agung di Gor Sweca Pura, Klungkung mulai pukul 05.00 Wita sudah mulai ramai. Anak-anak sudah mengantri mandi. Meski ada yang tidak mandi mereka mencuci muka dan gosok gigi dipancuran air yang telah disediakan.
Sekitar pukul 06.00 Wita anak-anak berangkat ke sekolah. Anak-anak sekolah dasar sebagian besar diantar ke sekolah oleh orang tuanya. Sementara untuk anak tingkat SMP dan SMA mereka berangkat sendiri-sendiri menggunakan sepeda motor.
Para orang tua yang lanjut usia memilih duduk-duduk di depan tenda, sambil bercerita-cerita. Tidak hanya orang lanjut usia namun bapak-bapak yang masih muda pun sama ikut nimbrung ngobrol. Sedangkan untuk yang ibu-ibu ada yang mencuci, menyapu membersihkan ruangan di dalam tenda. Ada juga yang memasak air untuk membuat kopi.
Salah seorang pengungsi dari Sebudi, Karangasem, Wayan Maste mengaku dengan kondisi sekarang ini sudah mulai bosan. "Sudah jenuh, sudah satu minggu lebih kami di sini. Kegiatanya cuma begini-begini saja," ujarnya di Klungkung, Bali, Sabtu (30/9/2017).
Dia menuturkan, pagi hari dihabiskan duduk-duduk di depan halaman tenda. Sekitar jam 09.00 Wita masuk tenda lagi, kemudian sekira pukul 12.00 Wita lantaran di dalam tenda panas, dia mengaku mencari tempat teduh dibawah pohon.
Selama di pengungsian Wayan mengaku tidak bekerja. Waktu dihabiskan cuma duduk-duduk dan berbicara dengan pengungsi lainnya. Laki-laki berusia 45 tahun ini menceritakan, biasanya pagi-pagi sudah berangkat kerja. "Kalau pagi ya berangkat kerja. Ada aktivitas, tidak seperti sekarang ini," jelasnya.
Hal itu juga diamini oleh Ketut Ubuh, yang sama-sama dari daerah Sebudi. Dia menjelaskan, sudah tidak mulai betah di pengungsian. "Yang jadi soal bukan masalah makanan, tapi masalah kegiatan. Kalau pagi begini di rumah saya sudah pergi mencari pakan ternak," terangnya.
Ubuh mengaku punya beberapa ekor sapi, namun sudah dijual semuanya. Dia menjelaskan, bahwa sapi-sapinya sudah dijual dengan harga murah. "Setengah harga. Awalnya harga Rp12 juta kami jual Rp6 juta. Kenapa dijual ya karena mau ngungsi. Takutnya kalau tidak dijual sapi ini malah mati," ujarnya.
Dua warga yang bertetangga ini mereka berharap situasi seperti saat ini cepat berakhir. "Ya kami berharap dan berdoa musibah ini cepat berlalu. Kami tidak mau keadaan ini berlarut-larut," harapnya.
Seperti diketahui sejak ditetapkannya Gunung Agung menjadi awas pada Jumat 22 September 2017 sekira pukul 20.30 Wita.
Sekitar pukul 06.00 Wita anak-anak berangkat ke sekolah. Anak-anak sekolah dasar sebagian besar diantar ke sekolah oleh orang tuanya. Sementara untuk anak tingkat SMP dan SMA mereka berangkat sendiri-sendiri menggunakan sepeda motor.
Para orang tua yang lanjut usia memilih duduk-duduk di depan tenda, sambil bercerita-cerita. Tidak hanya orang lanjut usia namun bapak-bapak yang masih muda pun sama ikut nimbrung ngobrol. Sedangkan untuk yang ibu-ibu ada yang mencuci, menyapu membersihkan ruangan di dalam tenda. Ada juga yang memasak air untuk membuat kopi.
Salah seorang pengungsi dari Sebudi, Karangasem, Wayan Maste mengaku dengan kondisi sekarang ini sudah mulai bosan. "Sudah jenuh, sudah satu minggu lebih kami di sini. Kegiatanya cuma begini-begini saja," ujarnya di Klungkung, Bali, Sabtu (30/9/2017).
Dia menuturkan, pagi hari dihabiskan duduk-duduk di depan halaman tenda. Sekitar jam 09.00 Wita masuk tenda lagi, kemudian sekira pukul 12.00 Wita lantaran di dalam tenda panas, dia mengaku mencari tempat teduh dibawah pohon.
Selama di pengungsian Wayan mengaku tidak bekerja. Waktu dihabiskan cuma duduk-duduk dan berbicara dengan pengungsi lainnya. Laki-laki berusia 45 tahun ini menceritakan, biasanya pagi-pagi sudah berangkat kerja. "Kalau pagi ya berangkat kerja. Ada aktivitas, tidak seperti sekarang ini," jelasnya.
Hal itu juga diamini oleh Ketut Ubuh, yang sama-sama dari daerah Sebudi. Dia menjelaskan, sudah tidak mulai betah di pengungsian. "Yang jadi soal bukan masalah makanan, tapi masalah kegiatan. Kalau pagi begini di rumah saya sudah pergi mencari pakan ternak," terangnya.
Ubuh mengaku punya beberapa ekor sapi, namun sudah dijual semuanya. Dia menjelaskan, bahwa sapi-sapinya sudah dijual dengan harga murah. "Setengah harga. Awalnya harga Rp12 juta kami jual Rp6 juta. Kenapa dijual ya karena mau ngungsi. Takutnya kalau tidak dijual sapi ini malah mati," ujarnya.
Dua warga yang bertetangga ini mereka berharap situasi seperti saat ini cepat berakhir. "Ya kami berharap dan berdoa musibah ini cepat berlalu. Kami tidak mau keadaan ini berlarut-larut," harapnya.
Seperti diketahui sejak ditetapkannya Gunung Agung menjadi awas pada Jumat 22 September 2017 sekira pukul 20.30 Wita.
(kri)