Menakjubkan, Gua Stalagtit Berwarna-warni Ditemukan di Tapsel
A
A
A
TAPANULI SELATAN - Siapa sangka, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut), menyimpan kekayaan alam berbentuk gua berwarna-warni. Sayangnya, saat ini perhatian pemerintah untuk mengembangkan tempat tersebut belum maksimal.
Siang itu, Minggu (9/9/2017), jarum jam menunjukkan pukul 11.30 WIB. Berbagai komunitas warga yang berasal dari Kota Padangsidimpuan, terlihat bersiap-siap menuju Desa Aek Badak Julu, Kecamatan Sayurmatinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, tempat dimana lokasi gua tersebut berada. Berbagai persiapan mereka lakukan, mulai dari air minum, tongkat hingga korek.
Perjalanan menuju ke desa itu mencapai 40 menit dari Kota Padangsidimpuan. Sedangkan dari Kabupaten Mandailing Natal (Madina), para wisatawan harus menempuh perjalanan hingga satu jam lebih.
Pendakian dimulai dengan melintas dari Masjid Nurul Sa’adah. Dari tempat itu, pengunjung melewati jalan setapak dan melintasi kebun coklat, karet dan pohon pisang milik warga sepanjang lebih kurang dua kilometer. Di perjalanan, juga terlihat dua anak sungai yang sudah mengering.
Setelah berjalan satu jam, wisatawan dihadapkan medan yang semakin curam dengan kemiringan 45 derajat dari permukaan air laut. Tak heran, banyak para pendaki yang ingin menyaksikan keindahan pesona gua harus jatuh bangun. Pengunjung harus memegang akar tanaman agar tidak terjatuh.
Rasa lelah para wisatawan seketika hilang ketika sampai di lokasi gua pertama. Ternyata, di wilayah itu, ada tiga pintu gua dengan dua lokasi yang berbeda. Jarak antara gua pertama dengan yang kedua lebih kurang 50 meter. Namun, untuk mencapai ke lokasi yang kedua, para pengunjung harus kembali mendaki.
Di lokasi pertama, terdapat dua pintu gua yang berbeda. Hotlan Lubis, Kepala Desa Aek Badak Julu mengatakan, gua yang pertama ditemukan tersebut memiliki panjang hingga 100 meter ke dalam. Untuk masuk ke dalam, para wisatawan hanya menempuh jalan satu arah. Namun, di dalam gua, banyak terdapat persimpangan.
Uniknya lagi, stalagtit (jenis mineral yang tergantung di langit-langit gua) dan stalagmit (batuan yang terbentuk di lantai gua) langsung menimbulkan warna-warni ketika disinari cahaya. Warna yang akan terlihat seperti, orange, hijau dan coklat.
”Kalau terkena cahaya senter, maka akan terlihat warna-warna seperti, merah, hijau dan coklat,” ungkapnya kepada SINDONews.
Gua kedua yang dijumpai memiliki bentuk yang lebih besar, namun, tidak memiliki panjang yang sama dengan gua yang pertama. Karena panjang goa yang kedua lebih pendek apabila dibandingkan dengan yang pertama.
“Gua kedua ini lebih besar, tapi lebih pendek dari yang pertama dijumpai,” ujarnya. Tidak terdapat banyak perbedaan kedua gua tersebut, karena bebatuannya memiliki warna-warni.
Sementara itu, Ketua Komunitas Pewarta Foto Tabagsel Parlin Siregar mengaku, takjub ketika pertama sekali melihat langsung kedua gua tersebut. Dia mengatakan, sudah lama ingin mengunjungi gua itu, karena memiliki banyak keunikan apabila dibandingkan gua lain yang ada di Indonesia.
“Lebih banyak angel foto yang diambil, karena gua ini memiliki banyak keistimewaan dibandingkan dengan yang lainnya,” tandasnya.
Siang itu, Minggu (9/9/2017), jarum jam menunjukkan pukul 11.30 WIB. Berbagai komunitas warga yang berasal dari Kota Padangsidimpuan, terlihat bersiap-siap menuju Desa Aek Badak Julu, Kecamatan Sayurmatinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, tempat dimana lokasi gua tersebut berada. Berbagai persiapan mereka lakukan, mulai dari air minum, tongkat hingga korek.
Perjalanan menuju ke desa itu mencapai 40 menit dari Kota Padangsidimpuan. Sedangkan dari Kabupaten Mandailing Natal (Madina), para wisatawan harus menempuh perjalanan hingga satu jam lebih.
Pendakian dimulai dengan melintas dari Masjid Nurul Sa’adah. Dari tempat itu, pengunjung melewati jalan setapak dan melintasi kebun coklat, karet dan pohon pisang milik warga sepanjang lebih kurang dua kilometer. Di perjalanan, juga terlihat dua anak sungai yang sudah mengering.
Setelah berjalan satu jam, wisatawan dihadapkan medan yang semakin curam dengan kemiringan 45 derajat dari permukaan air laut. Tak heran, banyak para pendaki yang ingin menyaksikan keindahan pesona gua harus jatuh bangun. Pengunjung harus memegang akar tanaman agar tidak terjatuh.
Rasa lelah para wisatawan seketika hilang ketika sampai di lokasi gua pertama. Ternyata, di wilayah itu, ada tiga pintu gua dengan dua lokasi yang berbeda. Jarak antara gua pertama dengan yang kedua lebih kurang 50 meter. Namun, untuk mencapai ke lokasi yang kedua, para pengunjung harus kembali mendaki.
Di lokasi pertama, terdapat dua pintu gua yang berbeda. Hotlan Lubis, Kepala Desa Aek Badak Julu mengatakan, gua yang pertama ditemukan tersebut memiliki panjang hingga 100 meter ke dalam. Untuk masuk ke dalam, para wisatawan hanya menempuh jalan satu arah. Namun, di dalam gua, banyak terdapat persimpangan.
Uniknya lagi, stalagtit (jenis mineral yang tergantung di langit-langit gua) dan stalagmit (batuan yang terbentuk di lantai gua) langsung menimbulkan warna-warni ketika disinari cahaya. Warna yang akan terlihat seperti, orange, hijau dan coklat.
”Kalau terkena cahaya senter, maka akan terlihat warna-warna seperti, merah, hijau dan coklat,” ungkapnya kepada SINDONews.
Gua kedua yang dijumpai memiliki bentuk yang lebih besar, namun, tidak memiliki panjang yang sama dengan gua yang pertama. Karena panjang goa yang kedua lebih pendek apabila dibandingkan dengan yang pertama.
“Gua kedua ini lebih besar, tapi lebih pendek dari yang pertama dijumpai,” ujarnya. Tidak terdapat banyak perbedaan kedua gua tersebut, karena bebatuannya memiliki warna-warni.
Sementara itu, Ketua Komunitas Pewarta Foto Tabagsel Parlin Siregar mengaku, takjub ketika pertama sekali melihat langsung kedua gua tersebut. Dia mengatakan, sudah lama ingin mengunjungi gua itu, karena memiliki banyak keunikan apabila dibandingkan gua lain yang ada di Indonesia.
“Lebih banyak angel foto yang diambil, karena gua ini memiliki banyak keistimewaan dibandingkan dengan yang lainnya,” tandasnya.
(rhs)