Gabungan Politisi dan Birokrat Lebih Menjanjikan di Pilgub Jatim
A
A
A
SURABAYA - Gabungan Politisi dan Birokrat dinilai lebih menjanjikan dalam Pilgub Jatim 2018. Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Hari Fitrianto menyebutkan, bahwa latar belakang kandidat juga menjadi pertimbangan penting. Sejauh ini komposisi politisi dan birokrat masih dipercaya oleh masyarakat Jawa Timur. Sebab, gabungan keduanya menghasilkan kepemimpinan ideal.
“Khofifah misalnya, dari hasil seluruh analisa, dia kalah dalam dua pilgub karena salah memilih wakil. Sebab, tidak ada birokrat di sana. Warga Jatim ternyata lebih memilih Soekarwo-Gus Ipul yang merepresentasikan komposisi ideal itu,” tukasnya, saat dihubungi, Kamis (20/7/2017).
Hari Fitrianto menegaskan, situasi politik di Jawa Timur tidak bisa dilepaskan dari konteks politik nasional. Di sana, ada tiga kekuatan besar, yakni Jokowi dengan PDI Perjuangan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Demokrat serta Prabowo dengan Partai Gerindra.
“Di Jatim juga demikian. Kami kira, peta pertarungan politik nanti, tidak bisa lepas dari tiga kekuatan besar itu. Mereka pasti akan selektif dalam mencari calon, termasuk juga pasangannya,” tuturnya.
Lepas dari itu, komposisi koalisi PKB dan PDIP, kata Hari juga akan memunculkan persoalan. Sebab, sejauh ini kekuatan Islam tradional (NU) di Jawa Timur masih sulit disatukan dengan kelompok nasionalis PDI Perjuangan. Potret ini seperti terjadi pada pemilihan gubernur (Pilgub) periode lalu.
“Saat itu pasangan Khofifah dengan Bambang DH sebenarnya lebih menarik. Tetapi itu juga tidak terjadi. Ini mengindikasikan bahwa kekuatan Islam tradisional ini masih belum menerima kelompok nasionalis. Karena itu, apa yang saat ini ramai muncul di media sosial tentang koalisi parpol dan pasangan calon, hanya sebatas itu saja. Dan itu sulit terwujud,”tukasnya.
Untuk kemungkinan pasangan Khofifah dengan mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin, Hari juga menyebutnya cukup riskan. Pasalnya, keduanya memiliki latar belakang sama.
Di luar itu, kekuatan Hasan Aminudin hanya ada di kawasan tapal kuda. Sehingga sulit untuk mengusai 38 kabupaten/kota yang ada. “Kalau memang ingin bertarung, maka kekuatan harus merata,”tegasnya.
Saat ini nama Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, La Nyalla Mattaliti dan Inspektur Provinsi Jawa Timur, Nur Wiyatno, belakangan mengemuka di kontelasi politik Jawa Timur. Dua sosok ini mendadak jadi bahan pembicaraan setelah mendaftarkan diri ke Partai Demokrat (PD) beberapa waktu lalu.
Namun keduanya harus berhadapan dengan beberapa nama besar seperti Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Apalagi, baik Nyalla maupun Nur Wiyatno bukan partisan partai.
Nyalla berlatar belakang pengusaha. Sementara Nur Wiyatno adalah seorang birokrat murni.
Sementara itu, Sekretaris DPD Gerindra Jatim Anwar Sadad partainya tengah melakukan proses penjaringan bakal calon gubernur. Termasuk juga menerima usulan dari DPC Gerindra di seluruh Jawa Timur. Nantinya, hasil dari proses tersebut disampaikan kepada DPP dan dimintakan ke dewan Pembina partai.
Berbeda dengan Anwar, Sekretaris DPW Nasdem Jatim Ahmad Muzammil mengaku bangga atas munculnya nama Hasan Aminudin dengan Khofifah Indar Parawansa di media sosial. Selain karena induk partai menghendaki Khofifah, kader internalnya juga masuk dalam bursa tersebut.
“Kalau itu (Khofifah-Hasan Aminudin) cocok sekali. Bu Khofifah adalah calon potensial. Sementara, Pak Hasan juga punya kekuatan besar di Tapal Kuda. Ini akan menjadi kekuatan luar biasa,”tegas pria yang juga anggota DPRD Jatim.
Meski begitu, pihaknya belum berani berspekulasi atas kemungkinan tersebut. Sebab, kata dia, sampai saat ini partainya masih berproses untuk menentukan langkah. Baik dalam hal memilih mitra koalisi maupun juga menentukan calon. “Belum ada keputusan. Masih penjajakan. Kami juga masih berkomunikasi dengan seluruh partai yang ada,”pungkasnya.
“Khofifah misalnya, dari hasil seluruh analisa, dia kalah dalam dua pilgub karena salah memilih wakil. Sebab, tidak ada birokrat di sana. Warga Jatim ternyata lebih memilih Soekarwo-Gus Ipul yang merepresentasikan komposisi ideal itu,” tukasnya, saat dihubungi, Kamis (20/7/2017).
Hari Fitrianto menegaskan, situasi politik di Jawa Timur tidak bisa dilepaskan dari konteks politik nasional. Di sana, ada tiga kekuatan besar, yakni Jokowi dengan PDI Perjuangan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Demokrat serta Prabowo dengan Partai Gerindra.
“Di Jatim juga demikian. Kami kira, peta pertarungan politik nanti, tidak bisa lepas dari tiga kekuatan besar itu. Mereka pasti akan selektif dalam mencari calon, termasuk juga pasangannya,” tuturnya.
Lepas dari itu, komposisi koalisi PKB dan PDIP, kata Hari juga akan memunculkan persoalan. Sebab, sejauh ini kekuatan Islam tradional (NU) di Jawa Timur masih sulit disatukan dengan kelompok nasionalis PDI Perjuangan. Potret ini seperti terjadi pada pemilihan gubernur (Pilgub) periode lalu.
“Saat itu pasangan Khofifah dengan Bambang DH sebenarnya lebih menarik. Tetapi itu juga tidak terjadi. Ini mengindikasikan bahwa kekuatan Islam tradisional ini masih belum menerima kelompok nasionalis. Karena itu, apa yang saat ini ramai muncul di media sosial tentang koalisi parpol dan pasangan calon, hanya sebatas itu saja. Dan itu sulit terwujud,”tukasnya.
Untuk kemungkinan pasangan Khofifah dengan mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin, Hari juga menyebutnya cukup riskan. Pasalnya, keduanya memiliki latar belakang sama.
Di luar itu, kekuatan Hasan Aminudin hanya ada di kawasan tapal kuda. Sehingga sulit untuk mengusai 38 kabupaten/kota yang ada. “Kalau memang ingin bertarung, maka kekuatan harus merata,”tegasnya.
Saat ini nama Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, La Nyalla Mattaliti dan Inspektur Provinsi Jawa Timur, Nur Wiyatno, belakangan mengemuka di kontelasi politik Jawa Timur. Dua sosok ini mendadak jadi bahan pembicaraan setelah mendaftarkan diri ke Partai Demokrat (PD) beberapa waktu lalu.
Namun keduanya harus berhadapan dengan beberapa nama besar seperti Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Apalagi, baik Nyalla maupun Nur Wiyatno bukan partisan partai.
Nyalla berlatar belakang pengusaha. Sementara Nur Wiyatno adalah seorang birokrat murni.
Sementara itu, Sekretaris DPD Gerindra Jatim Anwar Sadad partainya tengah melakukan proses penjaringan bakal calon gubernur. Termasuk juga menerima usulan dari DPC Gerindra di seluruh Jawa Timur. Nantinya, hasil dari proses tersebut disampaikan kepada DPP dan dimintakan ke dewan Pembina partai.
Berbeda dengan Anwar, Sekretaris DPW Nasdem Jatim Ahmad Muzammil mengaku bangga atas munculnya nama Hasan Aminudin dengan Khofifah Indar Parawansa di media sosial. Selain karena induk partai menghendaki Khofifah, kader internalnya juga masuk dalam bursa tersebut.
“Kalau itu (Khofifah-Hasan Aminudin) cocok sekali. Bu Khofifah adalah calon potensial. Sementara, Pak Hasan juga punya kekuatan besar di Tapal Kuda. Ini akan menjadi kekuatan luar biasa,”tegas pria yang juga anggota DPRD Jatim.
Meski begitu, pihaknya belum berani berspekulasi atas kemungkinan tersebut. Sebab, kata dia, sampai saat ini partainya masih berproses untuk menentukan langkah. Baik dalam hal memilih mitra koalisi maupun juga menentukan calon. “Belum ada keputusan. Masih penjajakan. Kami juga masih berkomunikasi dengan seluruh partai yang ada,”pungkasnya.
(sms)