Masih Ada Warga Dipasung di Kota Palembang
A
A
A
PALEMBANG - Meski sudah disediakan rumah sakit khusus untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), kasus pemasungan masih ditemukan di Kota Palembang. Hal ini sangat disayangkan Wali Kota Palembang, Harnojoyo. Sebab kasus pemasungan tidak terjadi akibat hanya akan membuat orang dengan gangguan jiwa, akan semakin parah.
"Hari ini kita kembali temukan orang dengan gangguan jiwa yang terpaksa harus dipasung keluarga. Dia dipasung karena kerap melukai orang lain," jelasnya usai mengunjungi rumah warga Jalan Ogan, Lorong Bersatu, Kelurahan Bukit Lama, Senin (5/6/2017).
Meski memiliki alasan kuat untuk melakukan pemasungan, Harnojoyo menyayangkan cara-cara salah seperti itu masih dilakukan. Apalagi, pemasungan yang terjadi pada Saparuddin atau Udin (45), sudah terjadi cukup lama, yakni sejak tahun 2002.
"Berdasarkan keterangan kakaknya, Udin sudah dipasung sejak 2002. Pernah dilakukan pengobatan dan sempat sembuh, namun kembali lagi mengalami gangguan jiwa dan sempat melukai sang kakak. Karena kekhawatiran itu, keluarga melakukan pemasungan terhadap Udin," terangnya.
Melihat kondisi itu, Harnojoyo berharap ada cara medis yang bisa dilakukan, tanpa harus memasungnya.
Dimana, bersama pihak Rumah Sakit (RS), Saparudin atau Udin akan dibawa hari ini, untuk diobati. Karena, jika dilihat kondisinya sehat, hanya jiwanya yang terganggu. Jadi butuh pengobatan secara benar, tanpa harus memasungnya.
"Upaya yang kamu lakukan adalah, bagaimana Udin bisa diobati, tanpa harus dipasung. Selain itu, kami juga akan membuatkan kamar khusus di rumahnya, agar dia dapat menjalankan aktifitas tanpa harus dirantai seperti sekarang," tuturnya.
Harnonoyo mengatakan, melalui pihak Kecamatan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, agar dilakukan pendataan terkait dengan adanya korban pemasungan di Kota Palembang.
Karena, berdasarkan informasi Dinas Kesehatan, tercatat ada tujuh korban pemasungan oleh keluarganya di beberapa wilayah di Palembang.
"Kita harap tidak ada lagi cara pemasungan bagi orang yang mengalami gangguan jiwa. Kita minta masyarakat dapat saling bahu membahu untuk menghentikan prakit pasung yang justru akan membuat orang hang di pasung semakin para," tandasnya.
Sementara itu, Mariam ibu Saparudin menyampaikan, pemasungan yang dilakukan keluarga, karena yang dirinya dan keluarga selalu dihantui ketakutan akan tingkah laku sang anak yang susah ditebak.
Mariam yang sudah lama lumpuh, takut nyawanya akan terancam karena Udin kerap menghancurkan berbagai perabot rumah hingga mengganggu tetangga dekat.
"Sewaktu belum dipasung, kami selalu selalu ketakutan. Apalagi saya tinggal sendiri, takutnya Udin melakukan hal-hal yang berbahaya," tuturnya.
Mariam beruntung anak kelimanya, Ilyas (47) bersama istrinya yang tinggal didekat rumahnya masih terus membantu.
"Jika tidak dipasung kita sendiri yang akan kerepotan. Karena dia pernah merusak rumah tetangga, akhirnya kami sepakat untuk memasungnya," timpalnya.
Kedatangan Wali Kota membuat dirinya gembira, karena Udin harus dihentikan pengobatannya karena keterbatasan biaya.
Karena, sekitar tahun 2015 lalu, Udin sempat dibawa keluarganya untuk mengikuti serangkaian pengobatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ernaldi Bahar Palembang. Setelah tiga minggu menjalani masa rehabilitasi, Udin dinyatakan sembuh dan bisa menjalani aktivitas seperti yang lainnya.
Dua hari pertama, Udin terlihat seperti orang normal pada umumnya. Namun memasuki hari ketiga, sikap tak terkontrol Udin mulai terlihat. Anak bungsu dari sembilan bersaudara ini bahkan melukai kakaknya yang berada di dalam rumah dengan silet.
"Karena ketiadaan biaya dan waktu untuk membawa lagi ke RSJ Ernaldi Bahar, akhirnya Udin dipasung didalam rumah. Kami juga belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Mudah-mudahan kedatangan Wali Kota dapat mengobati Udin," harapnya.
"Hari ini kita kembali temukan orang dengan gangguan jiwa yang terpaksa harus dipasung keluarga. Dia dipasung karena kerap melukai orang lain," jelasnya usai mengunjungi rumah warga Jalan Ogan, Lorong Bersatu, Kelurahan Bukit Lama, Senin (5/6/2017).
Meski memiliki alasan kuat untuk melakukan pemasungan, Harnojoyo menyayangkan cara-cara salah seperti itu masih dilakukan. Apalagi, pemasungan yang terjadi pada Saparuddin atau Udin (45), sudah terjadi cukup lama, yakni sejak tahun 2002.
"Berdasarkan keterangan kakaknya, Udin sudah dipasung sejak 2002. Pernah dilakukan pengobatan dan sempat sembuh, namun kembali lagi mengalami gangguan jiwa dan sempat melukai sang kakak. Karena kekhawatiran itu, keluarga melakukan pemasungan terhadap Udin," terangnya.
Melihat kondisi itu, Harnojoyo berharap ada cara medis yang bisa dilakukan, tanpa harus memasungnya.
Dimana, bersama pihak Rumah Sakit (RS), Saparudin atau Udin akan dibawa hari ini, untuk diobati. Karena, jika dilihat kondisinya sehat, hanya jiwanya yang terganggu. Jadi butuh pengobatan secara benar, tanpa harus memasungnya.
"Upaya yang kamu lakukan adalah, bagaimana Udin bisa diobati, tanpa harus dipasung. Selain itu, kami juga akan membuatkan kamar khusus di rumahnya, agar dia dapat menjalankan aktifitas tanpa harus dirantai seperti sekarang," tuturnya.
Harnonoyo mengatakan, melalui pihak Kecamatan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, agar dilakukan pendataan terkait dengan adanya korban pemasungan di Kota Palembang.
Karena, berdasarkan informasi Dinas Kesehatan, tercatat ada tujuh korban pemasungan oleh keluarganya di beberapa wilayah di Palembang.
"Kita harap tidak ada lagi cara pemasungan bagi orang yang mengalami gangguan jiwa. Kita minta masyarakat dapat saling bahu membahu untuk menghentikan prakit pasung yang justru akan membuat orang hang di pasung semakin para," tandasnya.
Sementara itu, Mariam ibu Saparudin menyampaikan, pemasungan yang dilakukan keluarga, karena yang dirinya dan keluarga selalu dihantui ketakutan akan tingkah laku sang anak yang susah ditebak.
Mariam yang sudah lama lumpuh, takut nyawanya akan terancam karena Udin kerap menghancurkan berbagai perabot rumah hingga mengganggu tetangga dekat.
"Sewaktu belum dipasung, kami selalu selalu ketakutan. Apalagi saya tinggal sendiri, takutnya Udin melakukan hal-hal yang berbahaya," tuturnya.
Mariam beruntung anak kelimanya, Ilyas (47) bersama istrinya yang tinggal didekat rumahnya masih terus membantu.
"Jika tidak dipasung kita sendiri yang akan kerepotan. Karena dia pernah merusak rumah tetangga, akhirnya kami sepakat untuk memasungnya," timpalnya.
Kedatangan Wali Kota membuat dirinya gembira, karena Udin harus dihentikan pengobatannya karena keterbatasan biaya.
Karena, sekitar tahun 2015 lalu, Udin sempat dibawa keluarganya untuk mengikuti serangkaian pengobatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ernaldi Bahar Palembang. Setelah tiga minggu menjalani masa rehabilitasi, Udin dinyatakan sembuh dan bisa menjalani aktivitas seperti yang lainnya.
Dua hari pertama, Udin terlihat seperti orang normal pada umumnya. Namun memasuki hari ketiga, sikap tak terkontrol Udin mulai terlihat. Anak bungsu dari sembilan bersaudara ini bahkan melukai kakaknya yang berada di dalam rumah dengan silet.
"Karena ketiadaan biaya dan waktu untuk membawa lagi ke RSJ Ernaldi Bahar, akhirnya Udin dipasung didalam rumah. Kami juga belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu. Mudah-mudahan kedatangan Wali Kota dapat mengobati Udin," harapnya.
(sms)