Batu Ampar Suntenjaya, Lokasi Syiar Islam Pertama di Tanah Sunda
A
A
A
Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang merupakan sebuah desa di ujung utara Kabupaten Bandung Barat.
Desa yang diapit Bukit Tunggul, Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Palasari tersebut, selain menyimpan pesona alam yang menakjubkan juga menyimpan siloka atau cerita tentang sebuah tempat bernama Batu Ampar yang belum lama ini terkuak wujudnya.
Batu Ampar, merunut kedalam bahasa sunda yang berarti sebuah batu yang terhampar atau tergelar. Lokasi Batu Ampar sendiri berada di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang atau tepatnya berada di ujung hutan Bukit Tunggul yang berada di kawasan PT Perhutani.
Warga percaya lokasi tersebut, sudah ratusan tahun dinamai Batu Ampar. Kendati demikian, sebelumnya tak seorang pun dari warga yang mengetahui wujud keberadaan batu besar yang mengacu pada nama lokasi tersebut.
Menurut penuturan sejumlah warga, mereka baru benar-benar yakin nama tempat itu adalah Batu Ampar setelah banjir bandang yang terjadi belum lama ini atau pada Maret 2016. Banjir itu menyibakan keberadaan batu besar yang selama ini menjadi siloka bagi warga.
Batu besar yang menengadah ke Bukit Tunggul itu memiliki panjang kurang lebih 300 meter dengan lebar 15- 20 meter.
Batu itu terhampar bak permadani beton yang mengikuti aliran hulu sungai Cibodas. Batu besar yang menghampar itu juga membentuk dua air terjun yang masing-masing setinggi 30 meter dan 15 meter dengan air yang sangat jernih mengalirinya.
"Anehnya meski banjir bandang tapi hanya menyingkapkan batu yang menghampar saja yang begitu panjang. Seolah ingin menunjukan inilah Batu Ampar sebab banjir itu tidak sampai menyebabkan banjir ke daerah dibawahnya atau ke sepanjang aliran sungai Cibodas," ungkap Ketua RW 07, Kampung Pasir Angling Desa Suntenjaya Cecep Dodi (41), di lokasi.
Menurut warga, sebelum banjir bandang terjadi, lokasi Batu Ampar tak ubahnya hanya bagian dari hutan bukit tunggul dengan ditumbuhi pepohonan besar dan tanaman ilalang. Meski begitu warga sebelumnya pun percaya bahwa Batu Ampar menjadi hulu aliran air dari sungai Cibodas.
Aliran sungai itu juga yang selanjutnya membentuk air Terjun Cibodas yang masih berada di desa Suntenjaya dan kini menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Bandung Barat.
Selain menjadi hulu sungai Cibodas, Batu Ampar juga dipercaya warga sebagai lokasi dimana kegiatan siar Islam pertama kalinya dilakukan di Jawa Barat. Maka tak heran jika Batu Ampar juga dinamai sebagai Eyang Haji.
"Jadi menurut sesepuh dulu, di sini itu (batu Ampar) dulunya menganut kepercayaan dan di batu Ampar inilah pertama kalinya kegiatan siar Islam dilakukan makanya dinamai juga Eyang Haji," kata Cecep.
Warga juga percaya bahwa jauh sebelum itu, fenomena batu besar yang terhampar itu merupakan sisa dari jejak keberadaan Gunung Sunda Purba.
Gunung Sunda Purba sendiri berdasarkan catatan seorang ahli Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), T. Bachtiar yang ditulis ke dalam sebuah bukunya berjudul Bandung Purba; Lindungi Pusaka Bumi Bandung, merupakan gunung api raksasa yang tingginya mencapai kurang lebih 4.000 meter dan meletus sekitar 500. 000 tahun yang lalu. Saat itu, pulau Jawa pun belum ada karena daerahnya masih berupa lautan.
"Makanya konon urang sunda asli itu berasal dari Lembang karena mangacu pada keberadaan Gunung Sunda itu," katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, Desa Suntenjaya dan Desa Cibodas sendiri dulunya bernama Leuweung datar. Baru sekitar tahun 1960-an, Desa Suntenjaya mengalami pemekaran dengan Desa Cibodas. Keduanya masing-masing mengacu pada hulu aliran air, yakni Geger Sunten dan Sirah Cibodas atau Batu Ampar.
"Makanya Batu Ampar ini juga menjadi hulu sungainya sungai Cibodas, sementara Geger Sunten menjadi hulu sungai untuk aliran air ke Suntenjaya," katanya.
Ia mengaku, dengan tersibaknya wujud keberadaan Batu Ampar tentunya menjadi kebanggan tersendiri bagi warga Suntenjaya. Selain memiliki sumber mata air, juga dapat mendorong Desa Suntenjaya dijadikan sebagai desa wisata sebagaimana yang telah dicanangkan dalam program desa.
"Batu Aampar tetap akan dijaga kelestariannya, disana nanti akan ditata, sebagaimana alam membentuknya seperti itu, tapi kami berharap kedepan desa Suntenjaya bisa dijadikan sebagai desa wisata pendidikan sejarah dengan beragam pesona alam yang dimilikinya," pungkas Cecep yang juga ditunjuk sebagai Ketua pengelola Wisata kawasan Kaki Bukit Tunggul oleh Forum Desa Suntenjaya.
Desa yang diapit Bukit Tunggul, Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Palasari tersebut, selain menyimpan pesona alam yang menakjubkan juga menyimpan siloka atau cerita tentang sebuah tempat bernama Batu Ampar yang belum lama ini terkuak wujudnya.
Batu Ampar, merunut kedalam bahasa sunda yang berarti sebuah batu yang terhampar atau tergelar. Lokasi Batu Ampar sendiri berada di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang atau tepatnya berada di ujung hutan Bukit Tunggul yang berada di kawasan PT Perhutani.
Warga percaya lokasi tersebut, sudah ratusan tahun dinamai Batu Ampar. Kendati demikian, sebelumnya tak seorang pun dari warga yang mengetahui wujud keberadaan batu besar yang mengacu pada nama lokasi tersebut.
Menurut penuturan sejumlah warga, mereka baru benar-benar yakin nama tempat itu adalah Batu Ampar setelah banjir bandang yang terjadi belum lama ini atau pada Maret 2016. Banjir itu menyibakan keberadaan batu besar yang selama ini menjadi siloka bagi warga.
Batu besar yang menengadah ke Bukit Tunggul itu memiliki panjang kurang lebih 300 meter dengan lebar 15- 20 meter.
Batu itu terhampar bak permadani beton yang mengikuti aliran hulu sungai Cibodas. Batu besar yang menghampar itu juga membentuk dua air terjun yang masing-masing setinggi 30 meter dan 15 meter dengan air yang sangat jernih mengalirinya.
"Anehnya meski banjir bandang tapi hanya menyingkapkan batu yang menghampar saja yang begitu panjang. Seolah ingin menunjukan inilah Batu Ampar sebab banjir itu tidak sampai menyebabkan banjir ke daerah dibawahnya atau ke sepanjang aliran sungai Cibodas," ungkap Ketua RW 07, Kampung Pasir Angling Desa Suntenjaya Cecep Dodi (41), di lokasi.
Menurut warga, sebelum banjir bandang terjadi, lokasi Batu Ampar tak ubahnya hanya bagian dari hutan bukit tunggul dengan ditumbuhi pepohonan besar dan tanaman ilalang. Meski begitu warga sebelumnya pun percaya bahwa Batu Ampar menjadi hulu aliran air dari sungai Cibodas.
Aliran sungai itu juga yang selanjutnya membentuk air Terjun Cibodas yang masih berada di desa Suntenjaya dan kini menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Bandung Barat.
Selain menjadi hulu sungai Cibodas, Batu Ampar juga dipercaya warga sebagai lokasi dimana kegiatan siar Islam pertama kalinya dilakukan di Jawa Barat. Maka tak heran jika Batu Ampar juga dinamai sebagai Eyang Haji.
"Jadi menurut sesepuh dulu, di sini itu (batu Ampar) dulunya menganut kepercayaan dan di batu Ampar inilah pertama kalinya kegiatan siar Islam dilakukan makanya dinamai juga Eyang Haji," kata Cecep.
Warga juga percaya bahwa jauh sebelum itu, fenomena batu besar yang terhampar itu merupakan sisa dari jejak keberadaan Gunung Sunda Purba.
Gunung Sunda Purba sendiri berdasarkan catatan seorang ahli Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), T. Bachtiar yang ditulis ke dalam sebuah bukunya berjudul Bandung Purba; Lindungi Pusaka Bumi Bandung, merupakan gunung api raksasa yang tingginya mencapai kurang lebih 4.000 meter dan meletus sekitar 500. 000 tahun yang lalu. Saat itu, pulau Jawa pun belum ada karena daerahnya masih berupa lautan.
"Makanya konon urang sunda asli itu berasal dari Lembang karena mangacu pada keberadaan Gunung Sunda itu," katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, Desa Suntenjaya dan Desa Cibodas sendiri dulunya bernama Leuweung datar. Baru sekitar tahun 1960-an, Desa Suntenjaya mengalami pemekaran dengan Desa Cibodas. Keduanya masing-masing mengacu pada hulu aliran air, yakni Geger Sunten dan Sirah Cibodas atau Batu Ampar.
"Makanya Batu Ampar ini juga menjadi hulu sungainya sungai Cibodas, sementara Geger Sunten menjadi hulu sungai untuk aliran air ke Suntenjaya," katanya.
Ia mengaku, dengan tersibaknya wujud keberadaan Batu Ampar tentunya menjadi kebanggan tersendiri bagi warga Suntenjaya. Selain memiliki sumber mata air, juga dapat mendorong Desa Suntenjaya dijadikan sebagai desa wisata sebagaimana yang telah dicanangkan dalam program desa.
"Batu Aampar tetap akan dijaga kelestariannya, disana nanti akan ditata, sebagaimana alam membentuknya seperti itu, tapi kami berharap kedepan desa Suntenjaya bisa dijadikan sebagai desa wisata pendidikan sejarah dengan beragam pesona alam yang dimilikinya," pungkas Cecep yang juga ditunjuk sebagai Ketua pengelola Wisata kawasan Kaki Bukit Tunggul oleh Forum Desa Suntenjaya.
(nag)