Telaga Darah Bukit Malagan Saksi Bisu Pembantaian Pasukan Sriwijaya

Senin, 24 April 2017 - 05:00 WIB
Telaga Darah Bukit Malagan Saksi Bisu Pembantaian Pasukan Sriwijaya
Telaga Darah Bukit Malagan Saksi Bisu Pembantaian Pasukan Sriwijaya
A A A
Bukit Malagan di Desa Pulau Sangkar, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci bagi warga setempat selalu dikenang sebagai tempat kemenangan Pasukan Sigindo (Kerinci) atas pasukan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini konon terjadi pada abad 6 Masehi. Dimana saat itu wilayah Kerinci dibagi dua yaitu Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah.

Masing-masing pemimpinnya dipilih karena kesaktiannya sehingga diharapkan dapat melindungi negeri dari berbagai mara bahaya yang ditimbulan manusia, alam, binatang, maupun roh-roh jahat.

Wilayah Kerinci baik Tinggi maupun Rendah berhubungan baik dan berbatasan langsung dengan Kerajaan Melayu ketika itu. Sehingga seiring perjalanan waktu Kerajaan Melayu dapat ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.

Sehingga kerajaan maritim pertama di Nusantara ini mencoba untuk menaklukan wilayah Kerinci yang terkenal dengan hasil alamnya.

Pasukan darat didatangkan melalui Jambi dan Rawas, sedangkan armada laut didatangkan dengan melewati jalur Sungai Batanghari, terus menelusuri Sungai Batang Tembesi dan kemudian masuk ke daerah Kerinci Rendah melalui Sungai Batang Merangin.

Mengingat perahu-perahu pengangkut pasokan sulit untuk berlayar jauh lebih ke hulu lagi menelusuri Batang Merangin dan Matang Masumai yang dangkal dan berbatu, maka pasukan didaratkan di ujung Muara Mesumai (Bangko).

Tempat ini lalu dijadikan sebagai basis penyerangan ke daerah-daerah Kerinci Rendah. Dari Muara Mesumai serangan pertama dilakukan terhadap tanah Sigindo Sungai Lintang yaitu daerah di sekitar anak Sungai Batang Lintang yang bermuara ke Batang Merangin.

Wilayah yang berada di sekitar daerah Sigindo Sungai Lintang dengan mudah dapat dikuasai. Dari sini pasukan melanjutkan penyerangan ke daerah tanah Sigindo Timben, Pengantungan, Malgan, Semukun, Lubuk Buluh dan tanah Sigindo Damahu.

Penyerangan tahap kedua mendapat perlawanan yang keras dari rakyat Kerinci Rendah. Namun karena pasukan Sriwijaya dengan kekuatan yang besar dan peralatan perang yang lengkap.

Perlawanan rakyat Kerinci Rendah dapat dipatahkan. Sehingga mereka pun dapat ditaklukkan.

Setelah menaklukkan wilayah Kerinci Rendah, pemerintahan Sriwijaya membuat sebuah prasasti yang berupa peringatan kepada daerah pendudukan Sriwijaya untuk selalu tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya.

Bagi penduduk yang berniat untuk melawan pemerintahan kerajaan Sriwijaya atau penduduk yang melakukan kejahatan akan dikutuk oleh dewa penguasa alam. Prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Karang Birahi.

Prasasti Karang Birahi ditemukan di pinggir Sungai Batang Merangin di Dusun Karang Birahi di wilayah Kerinci Rendah, tepatnya di Kecamatan Pemenang Kabupaten Merangin sekarang. Tempat prasasti ini berada di lebih kurang 25 km dari Bangko, ibukota Kabupaten Merangin sekarang.

Sisa pasukan Kerinci Rendah yang tak mau takluk terhadap Sriwijaya pun melarikan diri ke wilayah Kerinci Tinggi yang berpusat di Jerangkang Tinggi (sekitar daerah Desa Muak sekarang, di pinggir Danau Kerinci).

Mereka pun bergabung dengan pasukan dan rakyat negeri Sigindo di Kerinci Tinggi dibawah pimpinan Sigindo Sigarinting (Sagindo Betinting).

Sementara Kerajaan Sriwijaya juga tetap menginginkan untuk menaklukkan seluruh negeri Sigindo Alam Kerinci. Karena selama ini wilayah Kerinci Tinggi belum pernah mereka taklukkan. Penyebabnya karena untuk menyerang daerah tersebut sulit dan harus membelah hutan belantara yang sangat ganas.

Pasukan Sriwijaya menyadari bahwa mereka akan dihadapkan dengan tantangan yang lebih berat. Perlawanan dari pasukan yang dipimpin Sigindo Sigarinting yang terkenal dengan kesaktiannya dibantu rakyat di Kerinci Tinggi tentu akan lebih sengit.

Mendengar kabar akan penyerangan Sriwijaya ke Kerinci Tinggi, pasukan dan rakyat di sana telah siaga menyongsong kedatangan mereka.

Walaupun telah mendengar kabar akan persiapan Pasukan Kerinci Tinggi dalam menghadapi serangan, namun Pasukan Kerajaan Sriwijaya tetap melaksanakan penyerangan ke Kerinci.

Tapi karena tidak menguasai medan perang dan telah lelah melawan keganasan alam Pasukan Sriwijaya mendapat perlawanan dari Kerinci Tinggi.

Setelah segala sesuatu dipersiapkan mulai dari perbekalan, taktik dan strategi perang, maka pasukan negeri-negeri Sigindo lalu diberangkatkan untuk menghadang Pasukan Sriwijaya.

Pada suatu tempat di Bukit Malagan atau Malegan dekat dusun Pulau Sangkar sekarang, kedua pasukan bertemu dan terjadilah pertempuran sengit. Pasukan Sriwijaya karena tidak menguasai medan perang dan telah lelah melawan keganasan alam dengan mudah dapat diporak-porandakan.

Semangat membara dari pasukan negeri Sigindo beserta rakyat di sekitarnya dalam menghadapi pasukan Sriwijaya menyebabkan pasukan Sriwijaya dapat ditumpas. Tak seorangpun dibiarkan meloloskan diri, semuanya tewas dalam pertempuran.

Sebagai peringatan atas kejadian tersebut, maka tempat dimana berlangsungnya pertempuran sengit itu, lalu diberi nama dengan Telaga Darah.

Berita kekalahan pasukan Sriwijaya oleh Kerinci Tinggi, kemudian diterima induk pasukan yang bermarkas di Kerinci Rendah.

Kekalahan di Telaga Darah merupakan tamparan yang amat berat bagi kelanjutan ekspedisi pasukan Sriwijaya. Akhirnya, mereka mengurungkan niatnya untuk menyerang kembali Kerinci Tinggi.

Keputusan diambil atas pertimbangan medan yang sangat berat di wilayah Kerinci Tinggi dan kekuatan pasukan Sigindo Sigarinting dan sigindo-sigindo lain yang telah bersatu berjuang mempertahankan wilayah Kerinci Tinggi tidak bisa diremehkan.

Sungguhpun keinginan menyerang daerah Kerinci Tinggi tidak dilanjutkan, akan tetapi pendudukan atas wilayah Kerinci Rendah tetap dipertahankan.

Sehingga daerah Kerinci Tinggi adalah satu-satunya wilayah di Sumatera yang tidak pernah takluk oleh Kerajaan Sriwijaya (sampai abad ke 9 Masehi).

Sejak itu Kerinci Tinggi secara turun temurun diperintah oleh siapa saja yang diangkat oleh masyarakat adat untuk silih berganti menyandang gelar Sigindo sampai pada abad ke 13 Masehi.

Sumber:

- sumatracyber.blogspot
- harimaukerinci
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5742 seconds (0.1#10.140)
pixels