Warga dan Pengembang Saling Balas Tutup Akses Jalan
A
A
A
BANDUNG BARAT - Ratusan Warga dari tujuh RW Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang menggelar aksi unjukrasa.
Mereka menutup akses jalan masuk gerbang perumahan Techno Regency Padalarang milik PT. Dharmaprasetia Cipta Graha selaku pengembang yang berlokasi di Kampung Kepuh, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (08/04/2017).
Dari informasi yang dihimpun di lokasi, Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh warga dari Kampung Kepuh, Kampung Cidadap, Kampung Babakan Loa dan Kampung Cipadang Manah, dengan menembok akses jalan perumahan tepat di depan pintu gerbang perumahan tersebut.
Tindakan itu sebagai aksi balasan dari warga yang geram atas rencana pihak pengembang dari Perumahan Techno Regency Padalarang yang berniat akan menutup sejumlah akses jalan umum milik warga.
Akses jalan tersebut, diantaranya akses jalan warga Kampung Kepuh dari RT 1 dan RT 2 menuju RW 26. Selain itu, akses jalan yang menghubungkan RW 11 dan 12 dengan RW 26.
Rencana penutupan akses jalan warga oleh pihak pengembang itu sebelumnya disampaikan secara langsung oleh pengembang melalui selebaran surat kepada ketua RW 11.
Bahkan, rencana penutupan akses jalan itu pun disampaikan melalui surat secara khusus kepada salah seorang warga yang rumahnya terkena imbas penutupan tersebut.
Tak hanya itu, aksi warga juga sebagai bentuk protes warga yang menilai bahwa pembangunan perumahan dinilai tidak memenuhi kaidah dalam pembangunan.
Pasalnya, perumahan yang berada di perbukitan dengan kemiringan 45 derajat tersebut, tidak menyediakan drainase bagi warga yang berada di RW 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Warga khawatir jika hujan turun maka debit air dari atas perumahan akan besar dan tumpah ke pemukiman warga yang berada di bawahnya.
Dinamisator Aksi dari warga yang tergabung dalam Komite Rakyat Sadar Hak, Yoga Zara Andita mengatakan, aksi ini sebagai aksi lanjutan atas kemarahan warga yang keluhannya tidak didengar oleh pihak pengembang.
Padahal sebelumnya, tertanggal pada 16 Oktober 2017, warga RW 11 dan 12 telah melakukan mediasi dengan pihak pengembang.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Yoga, salah satu poinnya adalah warga meminta dibuatkan saluran drainase.
Permintaan warga itu bukan tanpa alasan sebab warga khawatir saat turun hujan debit tumpahan air dari daerah atas yang kini dibangun perumahan akan mengalir besar ke pemukiman warga.
"Namun beberapa bulan setelahnya, apa yang disuarakan warga RW 12 tak kunjung direalisasikan hingga kini," katanya.
Dikatakan Yoga, mediasi dengan pihak pengembang pun bukan kali pertama. Tertanggal 25 oktober 2016, warga dari RW 11 yang saat itu menolak masuknya alat berat untuk memulai pembangunan lalu kemudian diselesaikan dengan jalan mediasi pun, pada akhirnya untuk tuntutan warga tak kunjung dipenuhi pihak pengembang.
"Salah satu poin dalam mediasi saat itu, warga meminta pihak pengembang jangan tutup akses jalan warga, tapi faktanya akses jalan warga malah ditutup," terangnya.
Yoga mengatakan, dari sejumlah mediasi yang telah dilakukan bersama pihak pengembang, warga menilai alih-alih dijadikan mitra oleh pihak pengembang malah justru hak-hak warga ikut dirampas oleh pihak pengembang.
"Dari sini terlihat ada penyingkiran warga dari proses pembangunan. Alih-alih diposisikan sebagai mitra pembangunan, warga sekitar malah disingkirkan, hak-haknya diberangus," terangnya.
Padahal, lanjut Yoga, warga sekitar sangatlah berkepentingan dalam pembangunan. Sebab, jika bukan warga lalu siapa lagi yang akan merasakan dampak dari pembangunan tersebut. Hal itu sebagaimana yang telah disebutkan dalam berbagai macam aturan yang dibuat pemerintah.
"Dalam setiap tahapan dan waktu penyelenggaraan perizinan, masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi, hal ini tercantum dalam ayat 4 Perda KBB No 8 tahun 2011," terangnya.
T
Mereka menutup akses jalan masuk gerbang perumahan Techno Regency Padalarang milik PT. Dharmaprasetia Cipta Graha selaku pengembang yang berlokasi di Kampung Kepuh, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (08/04/2017).
Dari informasi yang dihimpun di lokasi, Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh warga dari Kampung Kepuh, Kampung Cidadap, Kampung Babakan Loa dan Kampung Cipadang Manah, dengan menembok akses jalan perumahan tepat di depan pintu gerbang perumahan tersebut.
Tindakan itu sebagai aksi balasan dari warga yang geram atas rencana pihak pengembang dari Perumahan Techno Regency Padalarang yang berniat akan menutup sejumlah akses jalan umum milik warga.
Akses jalan tersebut, diantaranya akses jalan warga Kampung Kepuh dari RT 1 dan RT 2 menuju RW 26. Selain itu, akses jalan yang menghubungkan RW 11 dan 12 dengan RW 26.
Rencana penutupan akses jalan warga oleh pihak pengembang itu sebelumnya disampaikan secara langsung oleh pengembang melalui selebaran surat kepada ketua RW 11.
Bahkan, rencana penutupan akses jalan itu pun disampaikan melalui surat secara khusus kepada salah seorang warga yang rumahnya terkena imbas penutupan tersebut.
Tak hanya itu, aksi warga juga sebagai bentuk protes warga yang menilai bahwa pembangunan perumahan dinilai tidak memenuhi kaidah dalam pembangunan.
Pasalnya, perumahan yang berada di perbukitan dengan kemiringan 45 derajat tersebut, tidak menyediakan drainase bagi warga yang berada di RW 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Warga khawatir jika hujan turun maka debit air dari atas perumahan akan besar dan tumpah ke pemukiman warga yang berada di bawahnya.
Dinamisator Aksi dari warga yang tergabung dalam Komite Rakyat Sadar Hak, Yoga Zara Andita mengatakan, aksi ini sebagai aksi lanjutan atas kemarahan warga yang keluhannya tidak didengar oleh pihak pengembang.
Padahal sebelumnya, tertanggal pada 16 Oktober 2017, warga RW 11 dan 12 telah melakukan mediasi dengan pihak pengembang.
Dalam mediasi tersebut, lanjut Yoga, salah satu poinnya adalah warga meminta dibuatkan saluran drainase.
Permintaan warga itu bukan tanpa alasan sebab warga khawatir saat turun hujan debit tumpahan air dari daerah atas yang kini dibangun perumahan akan mengalir besar ke pemukiman warga.
"Namun beberapa bulan setelahnya, apa yang disuarakan warga RW 12 tak kunjung direalisasikan hingga kini," katanya.
Dikatakan Yoga, mediasi dengan pihak pengembang pun bukan kali pertama. Tertanggal 25 oktober 2016, warga dari RW 11 yang saat itu menolak masuknya alat berat untuk memulai pembangunan lalu kemudian diselesaikan dengan jalan mediasi pun, pada akhirnya untuk tuntutan warga tak kunjung dipenuhi pihak pengembang.
"Salah satu poin dalam mediasi saat itu, warga meminta pihak pengembang jangan tutup akses jalan warga, tapi faktanya akses jalan warga malah ditutup," terangnya.
Yoga mengatakan, dari sejumlah mediasi yang telah dilakukan bersama pihak pengembang, warga menilai alih-alih dijadikan mitra oleh pihak pengembang malah justru hak-hak warga ikut dirampas oleh pihak pengembang.
"Dari sini terlihat ada penyingkiran warga dari proses pembangunan. Alih-alih diposisikan sebagai mitra pembangunan, warga sekitar malah disingkirkan, hak-haknya diberangus," terangnya.
Padahal, lanjut Yoga, warga sekitar sangatlah berkepentingan dalam pembangunan. Sebab, jika bukan warga lalu siapa lagi yang akan merasakan dampak dari pembangunan tersebut. Hal itu sebagaimana yang telah disebutkan dalam berbagai macam aturan yang dibuat pemerintah.
"Dalam setiap tahapan dan waktu penyelenggaraan perizinan, masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi, hal ini tercantum dalam ayat 4 Perda KBB No 8 tahun 2011," terangnya.
T
(nag)