Pembatasan Kuota Transportasi Online Akan Tambah Pengangguran

Pembatasan Kuota Transportasi Online Akan Tambah Pengangguran
A
A
A
JAKARTA - Pembatasan kuota transportasi online yang akan dilakukan pemerintah berpotensi menciptakan tambahan pengangguran. Selain itu masyarakat yang selama ini menjadi konsumen pun akan dirugikan dengan kebijakan tersebut.
Sosiolog Musni Umar mengatakan, keberadaan bisnis angkutan berbasis aplikasi turut menciptakan lapangan kerja baru di tengah masyarakat. Jika diberi kuota maka akan mengurangi lapangan pekerjaan yang selama ini sudah dirasakan oleh masyarakat.
“Padahal pemerintah sendiri yang terus berusaha membuka lapangan pekerjaan,” kata Musni kepada wartawab, Senin (27/3/2017). Musni menuturkan, kuota yang dibatasi akan berdampak kesejahteraan pengemudi dan keluarganya.
Pembatasan kuota justru akan berpeluang membuat mereka kehilangan pendapatan yang berimbas pada penurunan daya beli. “Pemerintah justru harus mencari solusinya karena transportasi online ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat,” ujar Musni.
Pembatasan kuota transportasi online merupakan salah satu butir revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dilakukan pemerintah. Ketentuan ini dinilai akan menganggu mekanisme pasar dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan, menyarankan pemerintah untuk mendorong kolaborasi antara transportasi online dengan konvensional. Mekanisme ini dinilai akan menjadi solusi terhadap polemik yang terjadi saat ini.
Pemerintah juga tidak perlu mengatur berbagai hal yang tidak perlu. Terpenting saat ini adalah pengaturan standar pelayanan minimum yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna.
"Standar yang harus diatur secara nasional dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah," kata Tigor.
Sosiolog Musni Umar mengatakan, keberadaan bisnis angkutan berbasis aplikasi turut menciptakan lapangan kerja baru di tengah masyarakat. Jika diberi kuota maka akan mengurangi lapangan pekerjaan yang selama ini sudah dirasakan oleh masyarakat.
“Padahal pemerintah sendiri yang terus berusaha membuka lapangan pekerjaan,” kata Musni kepada wartawab, Senin (27/3/2017). Musni menuturkan, kuota yang dibatasi akan berdampak kesejahteraan pengemudi dan keluarganya.
Pembatasan kuota justru akan berpeluang membuat mereka kehilangan pendapatan yang berimbas pada penurunan daya beli. “Pemerintah justru harus mencari solusinya karena transportasi online ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat,” ujar Musni.
Pembatasan kuota transportasi online merupakan salah satu butir revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dilakukan pemerintah. Ketentuan ini dinilai akan menganggu mekanisme pasar dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan, menyarankan pemerintah untuk mendorong kolaborasi antara transportasi online dengan konvensional. Mekanisme ini dinilai akan menjadi solusi terhadap polemik yang terjadi saat ini.
Pemerintah juga tidak perlu mengatur berbagai hal yang tidak perlu. Terpenting saat ini adalah pengaturan standar pelayanan minimum yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna.
"Standar yang harus diatur secara nasional dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah," kata Tigor.
(whb)