Rencana Mendikbud Legalkan Pungutan Sekolah Ditolak Aktivis dan Orangtua

Selasa, 17 Januari 2017 - 15:05 WIB
Rencana Mendikbud Legalkan Pungutan Sekolah Ditolak Aktivis dan Orangtua
Rencana Mendikbud Legalkan Pungutan Sekolah Ditolak Aktivis dan Orangtua
A A A
YOGYAKARTA - Jaringan Masyarakat Anti Korupsi Yogyakarta dengan tegas menolak rencana Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang memperbolehkan pihak sekolah memungut iuran sumbangan dari peserta didik. Wacana yang lontarkan Mendikbud Muhajir Effendi itu tak sejalan dengan kebijakan sebelumnya tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Koordinator Persatuan Orangtua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) Yogyakarta, Yuliani mengatakan, tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan BOS agar peserta didik terbebas dari pembayaran SPP setiap bulan. Sebab, operasional pendidikan sekolah seluruhnya ditanggung pemerintah, menggunakan alokasi 20% dari APBN.

"UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 34 ayat 2 berbunyi 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselengarannya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya," kata Yuli di Pukat Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Selasa (17/1/2017).

Dalam pasal itu juga, sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 47/2008 tentang Wajib Belajar pada Pasal 9 ayat 1 yang bunyinya sama. Pendidikan dasar itu tak hanya Sekolah Dasar, tapi hingga setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Rencana Mendikbud yang melegalkan pungutan di sekolah, justru ditengarai beraroma memaksa bagi peserta didik. Kenyataan melegalkan pungutan disekolah jelas mencederai PP No 17/2010 yang telah diubah dalam PP No 66/2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan.

Dalam Pasal 58 H ayat 1 berbunyi, 'Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing menanggung seluruh biaya investasi, biaya operasional, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi satuan pendidikan dasar yang diselengarakan oleh Pemerintah’.

Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy memberikan lampu hijau kepada sekolah untuk melakukan pungutan. Alasannya, sekolah tak akan maju jika hanya mengandalkan aliran dana dari pemerintah. Keputusan itu dinilai banyak kalangan justru kembali membuka lebar pintu pungli yang berusaha keras dicegah.

"Jika itu terjadi (legal pungutan di sekolah), ini langkah mundur kebijakan yang dilakukan Mendikbud," tandas Yuli.

Jaringan Masyarakat Anti Korupsi Yogyakarta ini terdiri dari para aktivis dari berbagai organisasi, seperti Pukat FH UGM, LAPPA Yogyakarta, Perkumpulan IDEA, Perempuan Indonesia Anti Korupsi Yogyakarta, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan, LBH Yogyakarta, Persatuan Orangtua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi), Pendidikan Untuk Indonesia, Indonesia Court Monitoring, Jaringan Gusdurian, dan lainnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5210 seconds (0.1#10.140)