Situs Sejarah Kerajaan Mataram Islam di Tulungagung Dijual
A
A
A
TULUNGAGUNG - Pewaris Ndalem Kanjengan, yakni rumah yang sekaligus situs sejarah Kerajaan Mataram Islam di Kelurahan Kepatihan, Kecamatan/Kabupaten Tulungagung menawarkan aset untuk dibeli pemerintah daerah setempat. Sebagai langkah awal keluarga Ndalem Kanjengan telah menghibahkan tiga pusaka Keraton Mataram, yakni tombak Kanjeng Kiai Upas, Kiai Trisulo dan Kiai Puspo ke Pemkab Tulungagung.
“Kalau harganya sesuai tentu kita akan ambil (Ndalem Kanjengan),“ ujar Bupati Tulungagung Sahri Mulyo kepada wartawan.
Luas situs mencapai 2.173 meter persegi. Dua bangunan, yakni salah satunya bernama Ndalem Kanjengan menempati area 897 meter persegi.
Raden Mas Tumenggung Pringgodigdo, yakni putra Pangeran Noyokusumo Pekalongan sekaligus menantu Sultan Hamengkubuwono II merupakan penghuni mula mula Ndalem Kanjengan.
Hijrah dari Jawa Tengah, Pringgodigdo yang kemudian menjadi Bupati Ngrowo dan kelak menjadi Tulungagung membawa tombak pusaka Kanjeng Kiai Upas.
Pusaka dengan panjang bilah 35 cm dan landeyan atau tangkai 5 meter itu diyakini sebagian besar masyarakat Tulungagung bertuah.
Saking saktinya konon seorang ulama di wilayah Tulungagung pernah meminjamnya untuk melawan penjajah dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Versi lain mengakui Kiai Upas sebagai pusaka Ki Ageng Mangir atau Lurah Wanabaya, pemberontak Mataram. Karenanya Kiai Upas memiliki nama lain Pusaka Baru Klinthing yang mitosnya berasal dari jelmaan lidah ular naga.
Informasi yang berkembang keluarga melepas aset Ndalem Kanjengan senilai Rp10 miliar. Terkait itu Sahri Mulyo sanyangnya enggan menyebut mahar yang harus disediakan pemkab.
Dia hanya mengatakan kalau memang nantinya terjadi transaksi jual beli, nominal yang dikeluarkan tidak boleh menyalahi ketentuan yang berlaku.
“Artinya kita tidak ingin melanggar ketentuan, “ terang Sahri. Terkait hibah tiga pusaka, Sahri menjelaskan bahwa keluarga Ndalem Kanjengan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan kepada pemerintah daerah. Peristiwa itu dia tegaskan sebagai murni hibah.
Rencananya pemkab akan menempatkan ketiga pusaka di kantor aset yang bersebelahan dengan Ndalem Kanjengan.
Hal itu terkait permintaan keluarga Ndalem Kanjengan bahwa kalaupun harus berpindah, posisi penyimpanan pusaka tidak boleh terlalu jauh dari lokasi Ndalem Kanjengan.
Sebab setiap hari Jumat antara tanggal 11-20 bulan Suro (penanggalan Jawa) atau setahun sekali, keluarga menggelar upacara jamasan pusaka.
“Kalau pengelolaan sepenuhnya di tangan pemerintah, harapannya acara jamasan pusaka yang rutin setiap bulon Suro akan semakin semarak,“ timpalnya.
RM Mufangat Noto Koesoemo selaku juru bicara ahli waris Ndalem Kanjengan berharap besar pemerintah (Pemkab Tulungagung) yang menjadi pemilik aset Ndalem Kanjengan.
Keputusan melepas aset, kata dia, sudah menjadi kesepakatan para ahli waris yang berasal dari tiga keluarga besar.
Pelepasan terkait ketidakmampuan merawat aset yang berbiaya tidak kecil, ditambah waktu dan usia. “Dan terkait itu (pelepasan aset) kita sudah berbicara dengan pemkab, “ujarnya.
Hanya saja Mufangat belum bersedia membuka nilai penawaran. Dia berharap Pemkab Tulungagung bisa secepatnya menjadi pemilik sekaligus pengelola Ndalem Kanjengan.
Terkait kabar nilai penawaran Rp10 miliar dan ada seorang pengusaha luar daerah yang telah mencoba menawar, Mufangat menegaskan bahwa semua itu tidak benar. “Kalau tidak tahun ini harapannya tahun depan (2017) bisa terlaksana,“ tandasnya.
“Kalau harganya sesuai tentu kita akan ambil (Ndalem Kanjengan),“ ujar Bupati Tulungagung Sahri Mulyo kepada wartawan.
Luas situs mencapai 2.173 meter persegi. Dua bangunan, yakni salah satunya bernama Ndalem Kanjengan menempati area 897 meter persegi.
Raden Mas Tumenggung Pringgodigdo, yakni putra Pangeran Noyokusumo Pekalongan sekaligus menantu Sultan Hamengkubuwono II merupakan penghuni mula mula Ndalem Kanjengan.
Hijrah dari Jawa Tengah, Pringgodigdo yang kemudian menjadi Bupati Ngrowo dan kelak menjadi Tulungagung membawa tombak pusaka Kanjeng Kiai Upas.
Pusaka dengan panjang bilah 35 cm dan landeyan atau tangkai 5 meter itu diyakini sebagian besar masyarakat Tulungagung bertuah.
Saking saktinya konon seorang ulama di wilayah Tulungagung pernah meminjamnya untuk melawan penjajah dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Versi lain mengakui Kiai Upas sebagai pusaka Ki Ageng Mangir atau Lurah Wanabaya, pemberontak Mataram. Karenanya Kiai Upas memiliki nama lain Pusaka Baru Klinthing yang mitosnya berasal dari jelmaan lidah ular naga.
Informasi yang berkembang keluarga melepas aset Ndalem Kanjengan senilai Rp10 miliar. Terkait itu Sahri Mulyo sanyangnya enggan menyebut mahar yang harus disediakan pemkab.
Dia hanya mengatakan kalau memang nantinya terjadi transaksi jual beli, nominal yang dikeluarkan tidak boleh menyalahi ketentuan yang berlaku.
“Artinya kita tidak ingin melanggar ketentuan, “ terang Sahri. Terkait hibah tiga pusaka, Sahri menjelaskan bahwa keluarga Ndalem Kanjengan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan kepada pemerintah daerah. Peristiwa itu dia tegaskan sebagai murni hibah.
Rencananya pemkab akan menempatkan ketiga pusaka di kantor aset yang bersebelahan dengan Ndalem Kanjengan.
Hal itu terkait permintaan keluarga Ndalem Kanjengan bahwa kalaupun harus berpindah, posisi penyimpanan pusaka tidak boleh terlalu jauh dari lokasi Ndalem Kanjengan.
Sebab setiap hari Jumat antara tanggal 11-20 bulan Suro (penanggalan Jawa) atau setahun sekali, keluarga menggelar upacara jamasan pusaka.
“Kalau pengelolaan sepenuhnya di tangan pemerintah, harapannya acara jamasan pusaka yang rutin setiap bulon Suro akan semakin semarak,“ timpalnya.
RM Mufangat Noto Koesoemo selaku juru bicara ahli waris Ndalem Kanjengan berharap besar pemerintah (Pemkab Tulungagung) yang menjadi pemilik aset Ndalem Kanjengan.
Keputusan melepas aset, kata dia, sudah menjadi kesepakatan para ahli waris yang berasal dari tiga keluarga besar.
Pelepasan terkait ketidakmampuan merawat aset yang berbiaya tidak kecil, ditambah waktu dan usia. “Dan terkait itu (pelepasan aset) kita sudah berbicara dengan pemkab, “ujarnya.
Hanya saja Mufangat belum bersedia membuka nilai penawaran. Dia berharap Pemkab Tulungagung bisa secepatnya menjadi pemilik sekaligus pengelola Ndalem Kanjengan.
Terkait kabar nilai penawaran Rp10 miliar dan ada seorang pengusaha luar daerah yang telah mencoba menawar, Mufangat menegaskan bahwa semua itu tidak benar. “Kalau tidak tahun ini harapannya tahun depan (2017) bisa terlaksana,“ tandasnya.
(sms)