Legenda di Balik Objek Wisata Karangnini di Pangandaran

Senin, 19 Desember 2016 - 05:00 WIB
Legenda di Balik Objek Wisata Karangnini di Pangandaran
Legenda di Balik Objek Wisata Karangnini di Pangandaran
A A A
PANGANDARAN - Dibalik kesejukan alam dan panorama laut yang indah di lokasi objek wisata alam Karangnini di Desa Emplak, Kalipucang, Pangandaran tersimpan sebuah legenda yang saat ini mulai terlupakan oleh masyarakat.

Namun karena keterbatasan dan minimnya minat tulis masyarakat, legenda tersebut tidak tertuang dalam salah satu buku atau dokumen, melainkan hanya sebuah ceritra yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam bentuk cerita dari mulut ke mulut.

Salah satu warga setempat Asep mengatakan, nama Karangnini diambil dari salah satu tempat batu karang yang menjadi tempat penantian seorang wanita tua yang menanti suaminya saat melaut.

"Nama kampung ini semula Karangtanjung, konon diceritakan ada seorang lelaki yang memadu kasih dengan seorang perempuan," kata Asep.

Mereka berjanji akan sehidup semati dalam menjalani kehidupan meski pun harus menjalani kehidupan yang berat dan pahit, namun hingga berpuluh-puluh tahun mereka berumah tangga tidak dikaruniai keturunan.

"Nama pasangan tersebut saat muda tidak diketahui oleh masyarakat, namun masyarakat mengenal mereka setelah tua, lelaki itu setelah tua bernama Ki Angga Piara dan istrinya Ambu Kolot," tambah Asep.

Keseharian Ki Angga Piara berprofesi seorang nelayan sedangkan Ambu Kolot hanya seorang ibu rumah tangga biasa seperti masyarakat pada umumnya di perkampungan.

"Suatu hari Ki Angga Piara berpamitan ke istrinya hendak melaut lantaran persediaan makanan untuk sehari-hari sudah mulai berkurang, karena cuaca waktu itu mendung dan ada pertanda akan ada badai Ambu Kolot melarangnya," papar Asep.

Tetapi Ki Angga Piara bersikukuh ingin melaut dan akhirnya berangkat menggunakan perhu miliknya, saat Ki Angga Piara berada di tengah laut secara tiba-tiba datang badai, perasaan cemas dan khawatir terus menghantui Ambu Kolot karena takut terjadi sesuatu dengan suaminya.

"Angin kencang pun terjadi sangat lama, Ambu Kolot dengan perasaan panik berlari ketepi laut sambil memanggil suaminya," jelas Asep.

Rasa takut dan khawatir pun tidak pergi dari perasaan Ambu Kolot, hal itu terjadi beberapa hari secara berturut-turut hingga Ambu Kolot selalu menunggu suaminya di sebuah karang ditepi laut.

"Warga masyarakat pun membantu mencari keberadaan Ki Angga Piara namun tidak membuahkan hasil," kata Asep.

Perasaan Ambu Kolot sangat menderita karena seseorang yang melindungi dan mencintainya kini tidak ada di sampingnya, bahkan hingga larut malam pun Ambu Kolot terus menyisir laut sambil tidak hentinya memanggil nama suaminya.

"Ambu kolot akhirnya berdoa di salah satu batu karang dengan harapan bisa dipertemukan dengan suaminya, jika dia mati maka temukanlah dengan jasadnya dan jika masih hidup berilah petunjuk dimana keberadaannya," imbuh Asep.

Doa Ambu Kolot akhirnya dikabulkan saat Ambu Kolot duduk disebuah batu karang. Jasad Ki Angga Piara terapung terbawa ombak yang menepi.

"Ambu Kolot ingat akan janjinya untuk sehidup semati dalam menjalani rumah tangga, Ambu Kolot pun kembali ber doa agar mereka ber dua menyatu dalam keabadian," paparnya.

Secara tiba-tiba jasad Ki Angga Piara menjadi batu dan Ambu Kolot pun sama menjadi batu.

Sementara warga masyarakat yang lainnya merasa kehilangan dengan keberadaan Ambu Kolot yang biasa bersandar disebuah batu tempat Ambu Kolot memanggil nama suaminya.

"Dari sejak itu warga masyarakat menyebut lokasi itu dengan sebutan Karangnini," pungkas Asep.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8315 seconds (0.1#10.140)