Tanah Retak, Puluhan Warga Trenggalek Mengungsi
A
A
A
TRENGGALEK - Bencana tanah retak melanda lingkungan Dusun Njelok, Desa Parakan, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek. Tanah di belakang rumah Suroso warga setempat tiba tiba rengkah. Tanpa menunggu waktu lama retakan menjalar ke 23 rumah warga lain, termasuk merusak satu buah rumah ibadah (mushala).
Khawatir celaka puluhan warga memutuskan mengungsi. Mereka angkat kaki dan berpindah ke rumah kerabat yang dinilai lebih aman. “Kita memutuskan mengevakuasi ke tempat yang lebih aman,“ ujar Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek Sarimumanti kepada wartawan Jumat (14/10/2016).
Lokasi permukiman warga adalah perbukitan yang berada di lereng Gunung Wlilis. Sebagian besar kawasan ini kehilangan tanaman berakar tunggang. Akibatnya tanah menjadi labil. Tidak hanya ambrol. Curah hujan tinggi membuat tanah bergerak.
Menurut Sarimumanti warga akhirnya memutuskan hengkang setelah melihat lantai dan tembok rumahnya pecah.
“Saat retak terjadi di perbukitan warga masih nekat bertahan. Namun setelah lantai dan tembok rumah ikut retak, mereka akhirnya memutuskan mengungsi,“ kata Sarimumanti. Dari data yang dihimpun bencana tanah retak juga terjadi di wilayah Desa Dawuhan Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.
Retakan yang berpotensi longsor mengancam tujuh rumah warga. Selain wilayah kota, terjangan bencana banjir bandang dan longsor juga hampir merata. Diantaranya di kawasan jalur lintas selatan, yakni Kecamatan Watulimo, Panggul, Kampak, Dongko dan Munjungan. Bencana seolah langganan di setiap musim penghujan.
Selain itu di Kecamatan Taugu dan Bendungan. Bahkan longsor di Desa Nglinggis Kecamatan Tugu sempat melumpuhkan jalan provinsi antara Trenggalek-Ponorogo.
Bertubi tubinya bencana dan nyaris tidak berhenti sempat memunculkan tudingan bahwa Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak tidak memiliki konsep penanggulangan (mitigasi) pasca bencana yang jelas.
Yang dilakukan Pemkab Trenggalek hanya membantu korban tanpa ada rancangan pencegahan. Akibatnya setiap musim penghujan datang bencana terus terulang. Menurut Sari BPBD melakukan pantauan 24 jam di lokasi bencana. Sebab di pagi dan siang hari tidak sedikit warga menjenguk rumahnya.
Warga kembali mengungsi saat malam tiba. Pemkab menjadikan kantor desa sebagai tempat mengungsi bagi warga yang tidak memiliki kerabat dekat.
“Kita terus mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Sebab bencana bisa datang sewaktu waktu,“ terangnya. Bersama aparat kepolisian dan TNI, BPBD bersama warga membuat selokan di sekitar rengkahan tanah.
Tujuanya agar air hujan yang tercurah tidak langsung masuk ke dalam rengkahan tanah. Hanung Kurniawan warga Kecamatan Munjungan meminta BPBD memetakan ulang kawasan bencana di Trenggalek. Dia juga berharap pemkab segera mempublikasikan ke khalayak. “Sebab masyarakat membutuhkan peta bencana ini. Dan itu bisa untuk meningkatkan kewaspadaan,“ ujarnya.
Khawatir celaka puluhan warga memutuskan mengungsi. Mereka angkat kaki dan berpindah ke rumah kerabat yang dinilai lebih aman. “Kita memutuskan mengevakuasi ke tempat yang lebih aman,“ ujar Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek Sarimumanti kepada wartawan Jumat (14/10/2016).
Lokasi permukiman warga adalah perbukitan yang berada di lereng Gunung Wlilis. Sebagian besar kawasan ini kehilangan tanaman berakar tunggang. Akibatnya tanah menjadi labil. Tidak hanya ambrol. Curah hujan tinggi membuat tanah bergerak.
Menurut Sarimumanti warga akhirnya memutuskan hengkang setelah melihat lantai dan tembok rumahnya pecah.
“Saat retak terjadi di perbukitan warga masih nekat bertahan. Namun setelah lantai dan tembok rumah ikut retak, mereka akhirnya memutuskan mengungsi,“ kata Sarimumanti. Dari data yang dihimpun bencana tanah retak juga terjadi di wilayah Desa Dawuhan Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.
Retakan yang berpotensi longsor mengancam tujuh rumah warga. Selain wilayah kota, terjangan bencana banjir bandang dan longsor juga hampir merata. Diantaranya di kawasan jalur lintas selatan, yakni Kecamatan Watulimo, Panggul, Kampak, Dongko dan Munjungan. Bencana seolah langganan di setiap musim penghujan.
Selain itu di Kecamatan Taugu dan Bendungan. Bahkan longsor di Desa Nglinggis Kecamatan Tugu sempat melumpuhkan jalan provinsi antara Trenggalek-Ponorogo.
Bertubi tubinya bencana dan nyaris tidak berhenti sempat memunculkan tudingan bahwa Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak tidak memiliki konsep penanggulangan (mitigasi) pasca bencana yang jelas.
Yang dilakukan Pemkab Trenggalek hanya membantu korban tanpa ada rancangan pencegahan. Akibatnya setiap musim penghujan datang bencana terus terulang. Menurut Sari BPBD melakukan pantauan 24 jam di lokasi bencana. Sebab di pagi dan siang hari tidak sedikit warga menjenguk rumahnya.
Warga kembali mengungsi saat malam tiba. Pemkab menjadikan kantor desa sebagai tempat mengungsi bagi warga yang tidak memiliki kerabat dekat.
“Kita terus mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Sebab bencana bisa datang sewaktu waktu,“ terangnya. Bersama aparat kepolisian dan TNI, BPBD bersama warga membuat selokan di sekitar rengkahan tanah.
Tujuanya agar air hujan yang tercurah tidak langsung masuk ke dalam rengkahan tanah. Hanung Kurniawan warga Kecamatan Munjungan meminta BPBD memetakan ulang kawasan bencana di Trenggalek. Dia juga berharap pemkab segera mempublikasikan ke khalayak. “Sebab masyarakat membutuhkan peta bencana ini. Dan itu bisa untuk meningkatkan kewaspadaan,“ ujarnya.
(sms)