Jembatan Putus, Ribuan Warga Desa Cempakasari Terisolasi
A
A
A
TASIKMALAYA - Ribuan warga Desa Cempakasari, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, kini terisolasi. Sebab, Jembatan Citaringgul yang menjadi akses satu-satunya penghubung Desa Cempakasari dengan wilayah Kabupaten Tasikmalaya putus terbawa banjir bandang arus sungai pada Sabtu (17/9/2016),
Warga pun kini terpaksa memenuhi kebutuhan hidupnya ke wilayah Kabupaten Garut, meski harus menempuh jarak puluhan kilometer.
Jembatan Citaringgul terletak di Kadusunan Cimuncang 1, Desa Cempakasari, Kecamatan Bojonggambir, berstatus jembatan kabupaten dan berada di jalur utama Bojonggambir-Kabupaten Tasikmalaya. Jembatan ini dibangun dengan konstruksi beton, memiliki panjang 15 meter dan lebar 4 meter. Tinggi ke permukaan air Sungai Citaringgul sekitar 3 meter.
Pada Sabtu dini hari lalu, jembatan ini terputus akibat diterjang banjir aliran sungai. Akibatnya, kini masyarakat pun terisolasi dan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari, mulai dari mulai ke pasar, bertani, berladang, hingga sekolah anak-anak. Kendaraan roda dua maupun roda empat tidak ada yang bisa melintas. Aktivitas hanya bisa dilakukan berjalan kaki, itu pun harus mengambil risiko dengan menuruni dan menyeberang aliran Sungai Citaringgul.
Warga setempat, Sukarna (59), mengatakan, kini aktivitas masyarakat terbatasi dengan putusnya akses utama Jembatan Citaringgul. Jika ingin ke kantor Kecamatan Bojonggambir, mereka harus memutar terlebih dahulu sejuah 10 km dengan memutar jalan ke wilayah Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, atau ke wilayah Ciheras, Kecamatan Cipatujah. Kini, warga pun beraktivitas ke wilayah Garut, seperti ke pasar mengirimkan hasil bumi mereka.
"Sekarang lumpuh total, sebab kendaraan tidak bisa masuk maupun keluar dari Desa Cempakasari. Jadi kini kita banyak beraktivitas ke wilayah Garut," jelas Sukarna, Kamis (22/9/2016).
Puluhan siswa sekolah yang setiap hari bolak-balik dari Desa Cempakasari ke Desa Bojongkapol, terpaksa diinapkan oleh para orangtunya ke rumah sanak saudara terdekat dengan sekolah. Tentu saja ini untuk mempersingkat waktu tempuh. Karena, jika harus memutar sejauh 10 km mereka akan kesiangan masuk sekolah.
Camat Bojonggambir Maman Faturohman menjelaskan, pascaterputusnya Jembatan Citaringgul, segala aktivitas warga dengan dunia luar terputus. Pihak pemerintah pun kesulitan memberikan bantuan karena terputusnya akses transportasi utama.
Pihaknya telah melaporkan kejadian ini kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya dan Dinas Binamarga, dengan harapan segera ada penanganan. Namun, hingga saat ini belum respons dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.
"Kerugian akibar putusnya jembatan ditaksir Rp570 juta. Belum dihitung berapa kerugian ribuan warga di Desa Cempakasari yang akses transportasi utamanya terputus. Kami sudah laporkan ke Pemda tetapi belum ada upaya penanganan lebih lanjut," ujar Maman.
Selain putusnya jembatan, Desa Cempakasari juga dilanda tanah longsor. Dari ujung jembatan hingga kurang lebih 2 km berikutnya ke arah kantor Desa Cempakasari, terdapat lebih dari 10 titik longsoran tanah. Longsor menimbun jalan utama desa. Saat ini, masyarakat hanya berupaya membersihkan material longsoran dengan alat seadanya. Tetapi, ini sangat sulit dilakukan dan diperlukan bantuan alat berat.
Warga pun kini terpaksa memenuhi kebutuhan hidupnya ke wilayah Kabupaten Garut, meski harus menempuh jarak puluhan kilometer.
Jembatan Citaringgul terletak di Kadusunan Cimuncang 1, Desa Cempakasari, Kecamatan Bojonggambir, berstatus jembatan kabupaten dan berada di jalur utama Bojonggambir-Kabupaten Tasikmalaya. Jembatan ini dibangun dengan konstruksi beton, memiliki panjang 15 meter dan lebar 4 meter. Tinggi ke permukaan air Sungai Citaringgul sekitar 3 meter.
Pada Sabtu dini hari lalu, jembatan ini terputus akibat diterjang banjir aliran sungai. Akibatnya, kini masyarakat pun terisolasi dan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari, mulai dari mulai ke pasar, bertani, berladang, hingga sekolah anak-anak. Kendaraan roda dua maupun roda empat tidak ada yang bisa melintas. Aktivitas hanya bisa dilakukan berjalan kaki, itu pun harus mengambil risiko dengan menuruni dan menyeberang aliran Sungai Citaringgul.
Warga setempat, Sukarna (59), mengatakan, kini aktivitas masyarakat terbatasi dengan putusnya akses utama Jembatan Citaringgul. Jika ingin ke kantor Kecamatan Bojonggambir, mereka harus memutar terlebih dahulu sejuah 10 km dengan memutar jalan ke wilayah Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, atau ke wilayah Ciheras, Kecamatan Cipatujah. Kini, warga pun beraktivitas ke wilayah Garut, seperti ke pasar mengirimkan hasil bumi mereka.
"Sekarang lumpuh total, sebab kendaraan tidak bisa masuk maupun keluar dari Desa Cempakasari. Jadi kini kita banyak beraktivitas ke wilayah Garut," jelas Sukarna, Kamis (22/9/2016).
Puluhan siswa sekolah yang setiap hari bolak-balik dari Desa Cempakasari ke Desa Bojongkapol, terpaksa diinapkan oleh para orangtunya ke rumah sanak saudara terdekat dengan sekolah. Tentu saja ini untuk mempersingkat waktu tempuh. Karena, jika harus memutar sejauh 10 km mereka akan kesiangan masuk sekolah.
Camat Bojonggambir Maman Faturohman menjelaskan, pascaterputusnya Jembatan Citaringgul, segala aktivitas warga dengan dunia luar terputus. Pihak pemerintah pun kesulitan memberikan bantuan karena terputusnya akses transportasi utama.
Pihaknya telah melaporkan kejadian ini kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya dan Dinas Binamarga, dengan harapan segera ada penanganan. Namun, hingga saat ini belum respons dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.
"Kerugian akibar putusnya jembatan ditaksir Rp570 juta. Belum dihitung berapa kerugian ribuan warga di Desa Cempakasari yang akses transportasi utamanya terputus. Kami sudah laporkan ke Pemda tetapi belum ada upaya penanganan lebih lanjut," ujar Maman.
Selain putusnya jembatan, Desa Cempakasari juga dilanda tanah longsor. Dari ujung jembatan hingga kurang lebih 2 km berikutnya ke arah kantor Desa Cempakasari, terdapat lebih dari 10 titik longsoran tanah. Longsor menimbun jalan utama desa. Saat ini, masyarakat hanya berupaya membersihkan material longsoran dengan alat seadanya. Tetapi, ini sangat sulit dilakukan dan diperlukan bantuan alat berat.
(zik)