Kiprah AM Thalib Melawan Kelompok Radikal dan Belanda

Senin, 22 Agustus 2016 - 05:00 WIB
Kiprah AM Thalib Melawan...
Kiprah AM Thalib Melawan Kelompok Radikal dan Belanda
A A A
Pada tahun 1957, di Sumatera Selatan terjadi pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok kecil yang sporadis dengan tujuan disintegrasi bangsa.

Oleh karenanya, A.M Thalib beserta Mr Malikuswari Mochtar dapat meyakinkan Letkol Barlian (panglima) dan Mayor Alamsyah yang pada saat itu akan berangkat ke Sungai Dareh, Sumatra Barat. Dengan begitu, tentara Sriwijaya/Sumatera Selatan tidak ikut dalam gerakan PRRI.

A.M Thalib bersama dengan delegasi dan tokoh-tokoh Sumatera Selatan, seperti Letkol Barlian selaku Panglina TT II Sriwijaya, Mr M Ali Amin selaku pejabat gubernur Sumatera Selatan, Residen Rozak, Mr Malikuswari Mochtar, dan lain-lain berangkat ke Kota Padang.

Pertemuan tersebut dilakukan atas ajakan dewan Banteng yang ingin memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat (Jakarta).

A.M Thalib beserta rombongan tidak ingin hal itu terjadi karena hanya akan menyengsarakan penduduk Sumatera Selatan secara keseluruhan.

Pada saat itu, A.M Thalib berbicara langsung mewakili delegasi dan atas nama rakyat Sumatera Selatan menolak ajakan tersebut.

A.M Thalib secara detail dan gamblang mengemukakan tentang kerugian bila rencana Dewan Banteng dilanjutkan. Akhirnya, A.M Thalib bersama rombongannya secara tegas menolak ajakan Dewan Banteng.

PascaProklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, penjajah Indonesia yang dulu pernah menguasai tanah Indonesia kembali datang.

Belanda dengan berbagai kekuatan tempurnya melancarkan Agresi militer di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya di Sumatera Selatan.

Pada saat itu, A.M Thalib menjabat Kepala Penerangan Gubernur Militer Sumatera Selatan dan masih merangkap di Intel.

Pada pagi tanggal 29 Desember 1948, informasi datang dari Intel pusat bahwa akan terjadi penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh Belanda.

Pasalnya, Belanda sudah melancarkan agresinya di Pulau Jawa. Maka tidak menutup kemungkinan juga akan menyerang wilayah lain di Indonesia.

Akhirnya terbukti benar, Belanda menyerang Sumatera Selatan dengan menurunkan pasukan dari angkatan darat dan angkatan udaranya.

Namun sebelum Belanda datang untuk melancarkan agresi di Sumatera Selatan, A.M Thalib beserta jajaran teras militer di Sumatera Selatan telah bersepakat untuk melakukan strategi bumi hangus, yaitu dengan slogan ‘Kita Bakar Sumatera Selatan’.

Artinya, semua fasilitas yang bisa digunakan oleh Belanda akan dihancurkan secara total, baik itu gedung-gedung, jalan raya, jembatan, bahkan kebun-kebun juga tidak luput dibumihanguskan.

Secara tidak langsung perekonomian yang dikelola oleh kaum kapitalis, juga sebagian dari sisa-sisa juragan Belanda menjadi kolaps dan gulung tikar.

Sementara itu, Belanda akhirnya datang dan menyerang Sumatera Selatan dengan membabi buta. Namun, A.M Thalib dengan semua pejuang di sana tetap gigih berjuang melawan penjajah Belanda hingga titik darah penghabisan.

A.M Thalib yang juga menjadi kepala Intel di militer Sumatera Selatan berhasil menguasai radio setempat dan menyiarkan jika di Sumatera Selatan telah terjadi perang besar-besaran antara para pejuang RI dengan agresor Belanda.

Perlu Anda ketahui bahwa saat itu, ibu kota Indonesia berada di kota Yogyakarta. Perpindahan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancuran.

Hal itu dikarenakan, sebuah negara dapat diakui jika memiliki ibu kota negara. Oleh karena itu, pemerintah yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta.

Berita tersebut hingga tersiar ke luar negeri, yaitu India. Mengetahui terjadi agresi seperti itu yang dilancarkan Belanda, Perdana Menteri India saat itu, yaitu Jawaharlal Nehru mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk tindakan agresi militer yang dilancarkan Belanda tersebut.

Atas desakan Konferensi New Delhi pada tanggal 29 Januari 1949, Dewan Keamanan PB akhirnya mengeluarkan resolusi keras terhadap Belanda diantaranya melakukan gencatan senjata di Indonesia.

Kemudian, Belanda harus secepatnya membebaskan para pemimpin RI yang ditangkap serta pemerintahan di Yogyakarta sebagai ibu kota RI saat itu, harus pulih kembali.

PBB juga mendesak pihak Belanda untuk segera mempersiapkan persidangan Meja Bundar yang bertujuan untuk mengesahkan kedaulatan Indonesia.

Sementara itu, selaku jawatan intel SUB-KOSS, pada tahun 1948 A.M Thalib ditugaskan oleh markas besar TNI yang berkedudukan di Yogyakarta melalui Panglima Kolonel Simbolon, untuk mempersatukan kelompok-kelompok laskar pejuang yang bemunculan di berbagai daerah di Sumatera Selatan.

Akhirnya beberapa laskar pejuang, seperti Napindo, Pesindo, Hisbullah, dan TKR melebur menjadi TNI. karier di Dunia Sosial, Politik, dan Ekonomi Indonesia Pasca Kemerdekaan RI

Setelah mengundurkan diri dari dunia militer, A.M Thalib tidak berhenti untuk berkiprah di Tanah Air. Dia terus berkarya dan ikut membangun negeri, meskipun dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.

Sumber:

wikipedia.
diolah dari berbagai sumber
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1120 seconds (0.1#10.140)