BPN Jawa Barat Kangkangi Permen Agraria No11/2016?

Rabu, 22 Juni 2016 - 21:13 WIB
BPN Jawa Barat Kangkangi Permen Agraria No11/2016?
BPN Jawa Barat Kangkangi Permen Agraria No11/2016?
A A A
BANDUNG - Mantan dokter RSCM Adjit Singh Gill yang juga staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mempertanyakan tindak lanjut proses pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 52, 53 atas nama Partono Wiraputra.

Karena merujuk Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 11/2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan di Pasal 24 Ayat 5 disebutkan penerbitan keputusan pembatalan hak atas tanah dan sertifikat dilakukan dalam waktu paling lama 7 hari dari laporan penyelesaian sengketa dan konflik.

"Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional lewat Dirjen Penanganan Masalah Agraria Deddy Setiady telah mengirimkan surat tertanggal 6 Juni 2016 ke Kanwil BPN Jawa Barat yang isinya meminta Kanwil BPN Jawa Barat memerintahkan Kepala Kantor BPN Kota Depok untuk membatalkan SHM No 52,53 Ratu Jaya a/n Partono Wiraputra," kata Adjit, kepada Sindonews, Rabu (22/6/2016).

Namun sampai kini, kata dia, sertifikat yang diklaim Partono berada diatas tanah miliknya di Ratujaya Depok belum juga dibatalkan oleh BPN.

Sehingga Kanwil BPN Jawa Barat maupun BPN Kota Depok dinilai mengabaikan instruksi maupun perintah pimpinan diatasnya mengenai penyelesaian kasus tanah di Ratujaya tersebut.

Dokter ahli jantung ini pun mempertanyakan seberapa cepat dan efektifnya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 11/2016 mengenai pembatalan sertifikat.

"Peraturan No 11/2016 ini adalah yang ketiga yang saya lalui selama kurun waktu enam tahun saya mengurus tanah ini sejak kasusnya berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung. Jadi sudah tiga kali berganti pucuk pimpinan di BPN RI tapi kasus tanah saya masih saja mengambang. Jadi buat apa dibikin peraturan baru kalau tidak dilaksanakan," timpal Adjit.

Adjit menegaskan semua prosedur secara legal, maupun administrasi mulai dari Keputusan Kasasi, Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung hingga peninjauan lapangan oleh BPN pusat juga telah dia lalui dan tempuh.

"Kesemuanya menyatakan sertifikat no 52 dan 53 atas nama Partono tersebut harus dibatalkan karena cacat hukum dan bukan berada pada alas hak yang benar. Bahkan Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia Prof Arie Sukanti Hutagalung juga telah memberikan pendapat bahwa BPN harus segera membatalkan sertifikat tersebut, " ujar dokter ahli jantung ini.

Bahkan semua bukti-bukti yang dia beberkan tersebut juga telah dikirim ke Presiden Jokowi melalui Setneg untuk bahan evaluasi kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam menangani kasus pertanahan.

Namun hingga kini belum ada ketegasan kapan pembatalan harus dilakukan, sehingga Adjit menilai tidak ada itikad dan keinginan yang baik dari pihak BPN baik Kanwil Jawa Barat maupun Kota Depok untuk menyelesaikan kasusnya.

"Kasus yang sudah sempat dibahas di Komisi II DPR RI ini sebenarnya simpel saja kalau BPN benar-benar ingin menyelesaikannya. Tinggal merujuk Peraturan No 11/2016, Sertifikat Partono tersebut harus dibatalkan dalam waktu dekat ini," tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8757 seconds (0.1#10.140)