Bupati Dedy Panggil Bocah Penjual Daun Singkong
A
A
A
PURWAKARTA - Nasib tragis Sarah Amelia, bocah penjual daun singkong keliling, di Kabupaten Purwakarta akhirnya berakhir. Anak perempuan berusia tujuh tahun yang kerap dianiaya ibu kandungnya ini sekarang bisa bernafas lega.
Sarah berharap, ibunya tidak akan melukainya lagi, setelah tadi pagi Sarah bersama sang Ibunya dipanggil Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ke rumah dinasnya.
Ya, orang nomor satu di Kabupaten Purwakarta itu terpaksa harus turun tangan, setelah melihat sebuah postingan di media sosial yang memampangkan foto anak perempuan penjual daun singkong dengan kondisi luka lebam pada wajah dan matanya.
Dalam postingan tersebut, disebut jika sang anak menjadi korban kekerasan ibunya. Anak itu ternyata tinggal di Kampung Selaeurih, Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta.
Tidak hanya Sarah dan ibunya Enur Nuryanti alias Dedeh (29), yang datang kerumah dinas bupati. Kakak Sarah dan dua orang adiknya juga diajak, begitu juga ayahnya. Sarah adalah anak kedua dari empat bersodara.
Ke empat anak Dedeh rata-rata masih kecil, termasuk kakak Sarah yang umurnya masih berusia sekitar sembilan tahun.
“Nah, Ari, ibu tega nyiksa budak sorangan? Teu karunya? Mun trauma, psikologisna beunang, jeung cacat kumaha? Saha nu tanggung jawab? (Kenapa ibu tega menyiksa anak sendiri? Tidak kasihan? Kalau anak ibu trauma, psikologisnya kena, dan cacat bagaimana? Siapa yang mau tanggung jawab?” tanya Dedi dengan nada kesal, Selasa (14/6/2016).
Dedeh berkilah, jika foto yang tersebar tersebut adalah buah kekesalan dirinya terhadap sang anak yang disuruhnya berdagang panganan urab sampeu. Saat pulang sang anak pulang dengan dagangan yang ludes, namun tanpa membawa uang sepeser pun dengan alasan jatuh di jalan.
Mendapati hal itu, Dedeh pun naik darah dan dan melempar anaknya menggunakan tas. “Tapi pas dilempar kena bagian kancing atasnya yang terbuat dari besi, makanya lebam seperti ini,” kilah Dedeh.
Usut punya usut, ternyata itu bukan perbuatan Dedeh yang pertama kalinya. Ibu beranak empat dan tengah hamil muda ini kerap melakukan aksi serupa. Bahkan, kini Sarah pun harus merelakan rambut yang terurai panjang lepas karena dicukur habis oleh sang ibu.
Setelah mendiskusikan kasus tersebut dengan camat, kepala desa, perwakilan polisi, dan perwakilan TNI, maka Dedeh tidak akan dibawa ke ranah hukum. Namun jika kejadian serupa terulang, maka Dedeh akan berurusan dengan pihak berwajib langsung.
“Kalau langsung dibawa ke ranah hukum kasihan juga anak-anaknya tidak terurus, apalagi bapaknya juga bekerja. Nanti malah menjadi problem yang berkelanjutan tanpa solusi,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi menilai, kejadian tersebut adalah buntut dari permasalahan ekonomi keluarga. Diusianya yang masih muda, Dedeh dan suaminya Afid, harus menghidupi keempat anaknya dan merawat sang jabang bayi yang masih sangat muda.
Padahal, keluarga tersebut hanya ditopang oleh penghasilan Afid yang bekerja di sebuah rumah makan. Untuk itu, Dedi pun menawarkan solusi agar keduanya bisa membuka usaha sendiri dengan bantuan modal usaha dan pelatihan kerja.
Asalkan pasutri tersebut mau mengikuti anjuran pemerintah untuk ikut Keluarga Berencana (KB). “Selama dua bulan, ibu dan bapak akan magang di tukang sate, dan saya gaji Rp1,5 juta perbulan. Nanti kalau sudah mahir dan ikut KB, saya berikan modal Rp10 juta untuk buka usaha sate marangi sendiri,” ucapnya.
Selain itu, Dedi pun menginstruksikan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) untuk menjamin seluruh pendidikan empat orang anak dari pasutri tersebut.
Dia juga meminta pemerintah Desa Bunder untuk memantau langsung kondisi keluarga itu dan memastikan agar perbuatan yang sama tidak terulang.
Sarah berharap, ibunya tidak akan melukainya lagi, setelah tadi pagi Sarah bersama sang Ibunya dipanggil Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ke rumah dinasnya.
Ya, orang nomor satu di Kabupaten Purwakarta itu terpaksa harus turun tangan, setelah melihat sebuah postingan di media sosial yang memampangkan foto anak perempuan penjual daun singkong dengan kondisi luka lebam pada wajah dan matanya.
Dalam postingan tersebut, disebut jika sang anak menjadi korban kekerasan ibunya. Anak itu ternyata tinggal di Kampung Selaeurih, Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta.
Tidak hanya Sarah dan ibunya Enur Nuryanti alias Dedeh (29), yang datang kerumah dinas bupati. Kakak Sarah dan dua orang adiknya juga diajak, begitu juga ayahnya. Sarah adalah anak kedua dari empat bersodara.
Ke empat anak Dedeh rata-rata masih kecil, termasuk kakak Sarah yang umurnya masih berusia sekitar sembilan tahun.
“Nah, Ari, ibu tega nyiksa budak sorangan? Teu karunya? Mun trauma, psikologisna beunang, jeung cacat kumaha? Saha nu tanggung jawab? (Kenapa ibu tega menyiksa anak sendiri? Tidak kasihan? Kalau anak ibu trauma, psikologisnya kena, dan cacat bagaimana? Siapa yang mau tanggung jawab?” tanya Dedi dengan nada kesal, Selasa (14/6/2016).
Dedeh berkilah, jika foto yang tersebar tersebut adalah buah kekesalan dirinya terhadap sang anak yang disuruhnya berdagang panganan urab sampeu. Saat pulang sang anak pulang dengan dagangan yang ludes, namun tanpa membawa uang sepeser pun dengan alasan jatuh di jalan.
Mendapati hal itu, Dedeh pun naik darah dan dan melempar anaknya menggunakan tas. “Tapi pas dilempar kena bagian kancing atasnya yang terbuat dari besi, makanya lebam seperti ini,” kilah Dedeh.
Usut punya usut, ternyata itu bukan perbuatan Dedeh yang pertama kalinya. Ibu beranak empat dan tengah hamil muda ini kerap melakukan aksi serupa. Bahkan, kini Sarah pun harus merelakan rambut yang terurai panjang lepas karena dicukur habis oleh sang ibu.
Setelah mendiskusikan kasus tersebut dengan camat, kepala desa, perwakilan polisi, dan perwakilan TNI, maka Dedeh tidak akan dibawa ke ranah hukum. Namun jika kejadian serupa terulang, maka Dedeh akan berurusan dengan pihak berwajib langsung.
“Kalau langsung dibawa ke ranah hukum kasihan juga anak-anaknya tidak terurus, apalagi bapaknya juga bekerja. Nanti malah menjadi problem yang berkelanjutan tanpa solusi,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi menilai, kejadian tersebut adalah buntut dari permasalahan ekonomi keluarga. Diusianya yang masih muda, Dedeh dan suaminya Afid, harus menghidupi keempat anaknya dan merawat sang jabang bayi yang masih sangat muda.
Padahal, keluarga tersebut hanya ditopang oleh penghasilan Afid yang bekerja di sebuah rumah makan. Untuk itu, Dedi pun menawarkan solusi agar keduanya bisa membuka usaha sendiri dengan bantuan modal usaha dan pelatihan kerja.
Asalkan pasutri tersebut mau mengikuti anjuran pemerintah untuk ikut Keluarga Berencana (KB). “Selama dua bulan, ibu dan bapak akan magang di tukang sate, dan saya gaji Rp1,5 juta perbulan. Nanti kalau sudah mahir dan ikut KB, saya berikan modal Rp10 juta untuk buka usaha sate marangi sendiri,” ucapnya.
Selain itu, Dedi pun menginstruksikan pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) untuk menjamin seluruh pendidikan empat orang anak dari pasutri tersebut.
Dia juga meminta pemerintah Desa Bunder untuk memantau langsung kondisi keluarga itu dan memastikan agar perbuatan yang sama tidak terulang.
(san)