Bantuan untuk Saeni, Salah Kaprah atas Dasar Kemanusiaan
A
A
A
SERANG - Polemik razia warung makan yang tetap buka disiang hari pada bulan Ramadhan oleh Satpol PP Kota Serang terus berlanjut. Ada yang menyayangkan dengan dukungan yang diberikan kepada pelanggar Perda yang sudah dibuat.
Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Kota Serang Martin Sarkowi mengatakan, dirinya mendukung langkah Satpol PP berbekal Perda Nomor 2 tahun 2010 untuk menertibkan rumah makan yang tetap beroperasi.
"Kota Serang, Pusat Kota Provinsi Banten, mempunyai nilai religius tinggi, nilai-nilai sejarah, budaya. Seharusnya orang tidak berpuasa menghargai orang yang berpuasa. Tapi ini kebalik, orang yang puasa harus menghargai yang tidak puasa, kan kebelinger," katanya, kepada Sindonews, Senin (13/6/2016).
Dia juga menghargai sekelompok orang untuk menggalang dana. Namun, dirinya menyarankan agar dana yang dikumpulkan didasari rasa kemanusian lebih baik diperuntuhkan kepada yang lebih membutuhkan, bukan untuk pelanggar perda.
"Banyak tuh, orang kelaparan, kebanjiran, sakit parah, membutuhkan pertolongan bantuan, jangan memplintir permasalahan agama juga," jelasnya.
Sementara itu, Keluarga Kesultanan Banten Tb A Abbas Wasse mengatakan, pihaknya akan tetap mendukung Satpol PP dalam menjalankan Perda berdasarkan aspirasi dari masyarakat dan alim ulama Kota Serang.
"Razia sudah sesuai dengan perda tidak ada pelanggaran HAM seperti apa yang dikatakan wapres, yang kita tidak terima yaitu pengambilan masakan oleh Satpol PP," katanya.
Dia mencontohkan, pada saat perayaan Hari Nyepi yang dilakukan oleh umat Hindu, di Bali, semua orang menghormatinya, bahkan pesawat saja tidak beroperasi.
Dia mengungkapkan, lebih baik bantuan yang dikumpulkan oleh publik yang prihatin diberikan kepada yang lebih membutuhkan, dibandingkan memberikan kepada yang dianggap melanggar perda dan agama.
"Ini ada salah kaprah atas dasar kemanusian, lebih baik diberikan kepada yang berhak," tukasnya.
Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Kota Serang Martin Sarkowi mengatakan, dirinya mendukung langkah Satpol PP berbekal Perda Nomor 2 tahun 2010 untuk menertibkan rumah makan yang tetap beroperasi.
"Kota Serang, Pusat Kota Provinsi Banten, mempunyai nilai religius tinggi, nilai-nilai sejarah, budaya. Seharusnya orang tidak berpuasa menghargai orang yang berpuasa. Tapi ini kebalik, orang yang puasa harus menghargai yang tidak puasa, kan kebelinger," katanya, kepada Sindonews, Senin (13/6/2016).
Dia juga menghargai sekelompok orang untuk menggalang dana. Namun, dirinya menyarankan agar dana yang dikumpulkan didasari rasa kemanusian lebih baik diperuntuhkan kepada yang lebih membutuhkan, bukan untuk pelanggar perda.
"Banyak tuh, orang kelaparan, kebanjiran, sakit parah, membutuhkan pertolongan bantuan, jangan memplintir permasalahan agama juga," jelasnya.
Sementara itu, Keluarga Kesultanan Banten Tb A Abbas Wasse mengatakan, pihaknya akan tetap mendukung Satpol PP dalam menjalankan Perda berdasarkan aspirasi dari masyarakat dan alim ulama Kota Serang.
"Razia sudah sesuai dengan perda tidak ada pelanggaran HAM seperti apa yang dikatakan wapres, yang kita tidak terima yaitu pengambilan masakan oleh Satpol PP," katanya.
Dia mencontohkan, pada saat perayaan Hari Nyepi yang dilakukan oleh umat Hindu, di Bali, semua orang menghormatinya, bahkan pesawat saja tidak beroperasi.
Dia mengungkapkan, lebih baik bantuan yang dikumpulkan oleh publik yang prihatin diberikan kepada yang lebih membutuhkan, dibandingkan memberikan kepada yang dianggap melanggar perda dan agama.
"Ini ada salah kaprah atas dasar kemanusian, lebih baik diberikan kepada yang berhak," tukasnya.
(san)