Syekh Quro dan Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Jum'at, 10 Juni 2016 - 05:00 WIB
Syekh Quro dan Penyebaran Islam di Tanah Jawa
Syekh Quro dan Penyebaran Islam di Tanah Jawa
A A A
Syekh Quro adalah Syekh Qurotul Ain atau Syekh Hasanudin atau Syekh Mursahadatillah. Panggilan Syekh Quro diberikan karena beliau seorang hafiz Alquran.

Ia merupakan putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin Akbar al-Husaini serta Syekh Jalaluddin ulama besar Mekah.

Jika ditarik dan dilihat dari silsilah keturunan, Syekh Hasanudin atau Syekh Quro masih ada garis keturunan dari Sayidina Husein Bin Saiyidina Ali ra menantu dari Nabi Muhammad SAW dari keturunan Dyah Kirana ( Ibunya Syekh Hasanudin atau Syekh Quro ).

Selain itu Syekh Hasanudin atau Syekh Quro juga masih suadara seketurunan dengan Syekh Nurjati Cirebon dari generasi ke-4 Amir Abdullah Khanudin.

Sebelum berlabuh di Pelabuhan Karawang, Syekh Quro datang di Pelabuhan Muara Jati, daerah Cirebon pada tahun 1338 Saka atau tahun 1416 Masehi.

Syekh Nurjati mendarat di Cirebon pada tahun 1342 Saka atau tahun 1420 Masehi atau 4 tahun setelah pendaratan Syekh Hasanudin atau Syekh Quro di Cirebon.

Kedatangan Syekh Hasanudin atau Syekh Quro di Cirebon, disambut baik oleh Syahbandar atau penguasa Pelabuhan Muara Jati Cirebon yang bernama Ki Gedeng Tapa.

Maksud dan tujuan kedatangan Syekh Quro ke Cirebon adalah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam kepada Rakyat Cirebon.

Syekh Quro ketika di Cirebon, namanya disebut dengan sebutan Syekh Mursahadatillah oleh Ki Gedeng Tapa dan para santrinya atau rakyat Cirebon.

Setelah sekian lama di Cirebon, akhirnya misi Syekh Quro untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di Pelabuhan Cirebon rupanya diketahui oleh Raja Padjadjaran yang bernama Prabu Angga Larang.

Namun disayangkan misi Syech Quro ini oleh Prabu Angga Larang di tentang dan dilarang, dan kemudian Prabu Angga Larang mengutus utusannya untuk menghentikan misi penyebaran Agama Islam yang dibawakan oleh Syekh Quro dari Tanah Cirebon.

Ketika utusan Prabu Angga Larang sampai di Pelabuhan Cirebon, maka utusan itu langsung memerintahkan kepada Syekh Quro untuk segera menghentikan dakwah dan penyebaran Agama Islam di Pelabuhan Cirebon.

Agar tidak terjadi pertumpahan darah, maka oleh Syekh Quro perintah yang dibawakan oleh utusan dari Raja Padjadjaran itu disetujuinya, dan Syech Quro seraya berkata kepada utusan Raja Padjadjaran.

"Meskipun dakwah dan penyebaran ajaran Agama Islam ini dilarang, kelak dari keturunan raja Pajajaran akan ada yang menjadi Waliyullah meneruskan perjuangan penyebaran ajaran Agama Islam," kata Syech Quro.

Peristiwa ini sontak sangat disayangkan oleh Ki Gedeng Tapa dan para santri atau rakyat Cirebon, karena Ki Gedeng Tapa sangat ingin berguru kepada Syekh Quro untuk memperdalam ajaran Agama Islam.

Ketika itu juga Syekh Quro pamit kepada Ki Gedeng Tapa Muara Jati Cirebon untuk pergi ke Malaka, maka Ki Gedeng Tapa Muara Jati Cirebon menitipkan anak kandung Putri kesayangannya yang bernama Nyi Subang Larang, untuk ikut berlayar bersama Syekh Quro ke Malaka.

Setelah beberapa lama di Malaka, Syekh Quro kembali berlayar ke tanah jawa dan mendarat di Pelabuhan Bunut Kertayasa yang sekarang berada di Kabupaten Karawang.

Sumber lain mengatakan bahwa Syekh Quro datang di Jawa tepatnya di Karawang pada 1418 Masehi dengan menumpang armada Laksamana Cheng Ho yang diutus Kaisar Cina Cheng Tu atau Yung Lo (raja ketiga jaman Dinasti Ming).

Tujuan utama perjalanan Cheng Ho ke Jawa dalam rangka menjalin persahabatan dengan raja-raja tetangga Cina di seberang lautan.

Armada tersebut membawa rombongan prajurit 27.800 orang yang salah satunya terdapat seorang ulama yang hendak menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Mengingat Cheng Ho seorang muslim, permintaan Syekh Quro beserta pengiringnya menumpang kapalnya dikabulkan.

Syekh Quro beserta pengiringnya turun di pelabuhan Pura Dalem Karawang, sedangkan armada Cina melanjutkan perjalanan dan berlabuh di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.

Di Kabupaten Karawang pada tahun 1340 Saka (1418 M) mendirikan pesantren dan sekaligus Masjid di Pelabuhan Bunut Kertayasa, Karawang Kulon Karawang Barat sekarang, diberi nama Pondok Quro yang artinya tempat untuk belajar Alquran.

Syekh Quro adalah penganut Mahzhab Hanafi, yang datang bersama para santrinya antara lain, Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur, dan Nyai Subang Larang.
Syekh Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari putrinya dari Ki Gedeng Karawang dan lahir seorang putra yang bernama Syekh Akhmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang.

Syekh Quro juga memiliki salah satu santri yang sangat berjasa dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Karawang yaitu bernama Syekh Abdiulah Dargom alias Syekh Darugem bin Jabir Modafah alias Syekh Maghribi keturunan dari Sayyidina Usman bin Affan ra Yang kelak disebut dengan nama Syekh Bentong alias Tan Go.

Syekh Bentong memiliki seorang istri yang bernama Siu Te Yo dan dia mempunyai seorang putri yang diberi nama Siu Ban Ci.

Ketika usia anak Syech Quro dan Ratna Sondari sudah beranjak dewasa, akhirnya Syekh Quro berwasiat kepada santri-santri yang sudah cukup ilmu pengetahuan tentang ajaran Agama Islam.

Seperti, Syekh Abdul Rohman dan Syekh Maulana Madzkur di tugaskan untuk menyebarkan ajaran Agama Islam ke bagian selatan Karawang, tepatnya ke Kecamatan Telukjambe, Ciampel, Pangkalan, dan Tegalwaru sekarang.

Sedangkan anaknya Syekh Quro dengan Ratna Sondari yang bernama Syekh Ahmad, ditugaskan oleh sang ayah meneruskan perjuangan menyebarkan ajaran Agama Islam di Pesantren Quro Karawang atau Masjid Agung Karawang sekarang.

Sedangkan sisa santrinya yang lain yakni Syekh Bentong ikut bersama Syekh Quro dan Ratna Sondari istrinya pergi ke bagian Utara Karawang tepatnya ke Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang sekarang untuk menyebarkan ajaran Agama Islam dan bermunajat kepada Allah swt.

Di Pulo Bata Syech Quro dan Syech Bentong membuat sumur yang bernama sumur Awisan, kini sumur tersebut masih dipergunakan sampai sekarang.

Waktu terus bergulir usia Syekh Quro sudah sangat uzur, akhirnya Syekh Quro meninggal dunia dan dimakamkan di Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang.

Sebelum meninggal dunia Syekh Quro berwasiat kepada santri-santrinya berupa "Ingsun Titip Masjid Langgar Lan Fakir Miskin Anak Yatim Dhuafa"

Maka penerus perjuangan penyebaran ajaran Agama Islam di Pulo Bata, diteruskan oleh Syekh Bentong sampai akhir hayatnya Syekh Bentong.

Makam Syekh Quro Karawang dan Makam Syekh Bentong ditemukan oleh Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syekh Tolha pada tahun 1859 Masehi atau pada abad ke-19.

Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syech Tolha, di tugaskan oleh Kesultanan Cirebon, untuk mencari makam Maha guru leluhur Cirebon yang bernama Syekh Quro.

Sumber:

wikipedia
rodovid.org
diolah dari berbagai sumber

(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4017 seconds (0.1#10.140)