Sejarah dan Perkembangan Kampung Kauman Semarang

Jum'at, 25 Maret 2016 - 05:00 WIB
Sejarah dan Perkembangan Kampung Kauman Semarang
Sejarah dan Perkembangan Kampung Kauman Semarang
A A A
KAMPUNG Kauman Semarang merupakan salah satu kawasan bersejarah di Jawa Tengah. Berikut sejarahnya.

Secara umum, kota-kota tradisional di Jawa memiliki pola yang hampir sama, yaitu pada pusat kota terdapat kompleks pemerintahan yang mengelilingi alun-alun. Di sekitar alun-alun juga terdapat masjid, yang di sekitarnya terdapat kampung. Kampung di sekitar masjid dikenal sebagai kampung kauman.

Kota-kota besar yang dibentuk sebagai kota Islam di Jawa, selalu memiliki Kampung Kauman.

"Dengan ciri-cirinya tersendiri, tak terkecuali Kota Semarang," ujar Titiek Suliyati, pada paparannya tentang Dinamika Kawasan Permukiman Etnis di Semarang.

Salah satu sejarawan yang konsen di Pusat Studi Asia (PSA) Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro tersebut menceritakan bahwa Kampung Kauman Semarang sebagai kampung tradisional, didiami oleh penduduk pribumi yang terbentuk pada masa pemerintahan Ki Ageng Pandan Arang.

Seperti diketahui, Ki Ageng Pandan Arang adalah bupati pertama Semarang, yang diangkat oleh Sultan Demak Bintara.

"Kampung Kauman memiliki sejarah yang unik, yaitu dikaitkan dengan keberadaan Masjid Kauman," tambah Titiek.

Masjid Kauman, menurutnya, meski merupakan masjid tertua, namun bukan merupakan masjid yang pertama dibangun oleh Ki Ageng Pandan Arang di Kota Semarang.

Pada awalnya, Ki Ageng Pandan Arang bermukim di Bukit Bergota dan kemudian pindah ke wilayah Semarang bawah, yang sekarang dikenal sebagai Pedamaran. Di daerah ini, beliau membangun sebuah masjid dan permukiman para santrinya, yaitu daerah yang dikenal sebagai Kemesjidan.

"Ketika beliau diangkat sebagai bupati Semarang, beliau membangun pusat pemerintahan di daerah Kanjengan. Ketika terjadi pemberontakan masyarakat Cina pada 1740, permukiman Cina yang terletak di daerah Pekojan, masjid dan permukiman santri di Pedamaran musnah terbakar," urainya.

Keadaan ini membuat munculnya permukiman Cina yang baru, yang sekarang dikenal Pecinan. Selain itu, pada 1741, Bupati Suromenggolo membangun dan memindahkan lokasi Masjid Pedamaran ke lokasi baru, yaitu di sekitar Kanjengan.

Masjid tersebut kini dikenal sebagai Masjid Kauman. Lokasi di sekitar masjid yang menjadi permukiman para santri itu dikenal dikenal sebagai Kampung Kauman.

Titiek melanjutkan, ada beberapa penafsiran yang berbeda terkait dengan nama Kauman. Ada yang berpendapat Kauman berasal dari kata nggone wong kaum (tempat para kaum), pakauman (tempat tinggal para kaum), kaum sing aman (golongan atau kaum yang aman), atau ada yang menafsirkan qo'um muddin (pemuka agama Islam).

"Dari tafsiran-tafsiran tersebut, Kauman dapat diartikan sebagai tempat tinggal para ulama," ujarnya menganalisis.

Kampung Kauman sendiri terdiri dari kampung-kampung kecil seperti Bangunharjo, Patehan, Kepatihan, Book, Jonegaran, Getekan, Mustaram, Glondong, Batulan, Pompo, Krendo, Masjid, Kemplongan, Pungkuran, Suromenggalan, dan Kadipaten.

Sejarah dan Perkembangan Kampung Kauman Semarang


Nama-nama kampung ini menunjukkan keadaan setempat, sifat dari kampung tersebut, dan jenis aktivitas masyarakatnya.

"Misalnya Kampung Patehan dikenal sebagai kampung tempat warganya memproduksi teh, Kampung Kepatihan dikenal sebagai kampung tempat tinggal patih, Book berarti tembok, yaitu kampung yang terdapat tembok, Kampung Glondong yakni kampung yang dipakai sebagai tempat penampungan kayu-kayu glondong," urainya.

Selanjutnya, Kampung Butulan berasal dari kata butul (tembus), karena jalan di kampung tersebut adalah jalan buntu. Kampung Pompo artinya adalah kampung pompa air, karena terdapat pompa air. Kampung Krendo (keranda), bahwa di kampung tersebut sebagai tempat menyimpan keranda.

Dinamika Kampung Kauman dapat dilihat dari perubahan fungsi bangunan, lahan, serta aktivitas masyarakatnya. Pada awal pembentukannya, Kampung Kauman sebagian besar dihuni oleh penduduk pribumi.

Pada perkembangannya, penghuni Kampung Kauman terdiri dari berbagai etnis, dari Jawa, Cina, Arab, hingga Melayu. Aktivitas penduduknya pun sekarang tidak hanya untuk keperluan keagamaan, melainkan juga bisnis.

Pencerita sejarah Semarang, Jongkie Tio, mengatakan bahwa kawasan Kauman Semarang tercatat pernah menjadi pusat pemerintahan Semarang.

Salah satu artefak yang menguatkan, dahulu kawasan tersebut adalah pusat pemerintahan adalah pola tata ruangnya yang mirip dengan pusat pemerintahan kota-kota tradisional di Jawa.

"Dulu di depan Masjid Kauman masih ada alun-alun, yang merupakan salah satu penanda bahwa kawasan itu adalah pusat pemerintahan, model kota-kota tradisional di Jawa, Kauman juga tercatat sebagai pusat pemerintahan Semarang setelah 1670, tepatnya ketika pusat pemerintahan dipindahkan dari kawasan Sekayu," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8255 seconds (0.1#10.140)