Setelah Gelar Perkara, Kapolresta Medan Bungkam

Selasa, 01 Maret 2016 - 22:31 WIB
Setelah Gelar Perkara,...
Setelah Gelar Perkara, Kapolresta Medan Bungkam
A A A
MEDAN - Seusai gelar perkara kasus penganiayaan berujung kematian Ketua Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Medan Johor Gidion Ginting (44), Kapolresta Medan Komisaris Besar (Kombes) Pol Mardiaz Kusin memilih bungkam.

Saat dihubungi berkali-kali, tidak ada respons. Begitu pula dengan pesan singkat yang dikirimkan, juga tidak mendapat balasan. Padahal, pada Selasa (23/2) lalu orang nomor satu di Polresta Medan itu berjanji menetapkan tersangka setelah melakukan gelar perkara yang dilaksanakan Selasa, 1 Maret 2016 ini.

"Kita lakukan gelar perkara dulu, baru tersangkanya ditentukan," katanya beberapa waktu lalu kepada wartawan.

Gelar perkara yang dimaksudkan sudah dilakukan di Aula Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Polda Sumut, sejak pukul 14.30 WIB dan dihadiri oleh keluarga korban, para saksi, dan kuasa hukumnya (korban).

Setali tiga uang, Kasat Reskrim Polresta Medan Komisaris Polisi (Kompol) Aldi Subartono mengaku, meski gelar perkara kasus itu telah dilakukan di Polda Sumut, pihaknya belum menerima rekomendasi resmi dari Wassidik Polda Sumut terkait siapa yang bakal ditetapkan sebagai tersangka.

"Rekomendasi resmi belum keluar, nanti kalau sudah kami terima rekomendasinya akan langsung dipublikasikan," katanya.

Ditanya tentang tiga orang yang diduga pelaku yakni Brigpol JPS, Kopda LS, serta seorang anggota Satpam di Pusat Pasar, Medan, mantan Kapolsekta Medan Sunggal ini mengaku, pihaknya tidak mau berandai-andai. Sebab, hasil gelar perkara yang dilakukan di Polda Sumut, belum keluar.

"Untuk itu kami tidak mau berandai-andai. Mohon bersabar menunggu hasil resmi," ujarnya.

Terpisah, kuasa hukum korban, Herman Brahmana seusai melakukan gelar kasus di Polda Sumut mengaku tidak mengerti apa esensi dari gelar perkara tersebut. Sebab, penyidik dan Pengawas Penyidik tidak membeberkan seluruh kronologi kejadian serta tidak menjelaskan motif di balik pembunuhan kliennya.

"Dari pemaparan penyidik tadi, banyak alur cerita yang terpotong. Semisal alat bukti, sampai saat ini penyidik belum ada melakukan penyitan. Begitu juga, cerita dari awal kejadian hingga pada kematian korban, belum dijelaskan secara rinci," kata dia.

Di sisi lain, sambung dia, penyidik juga belum memeriksa sejumlah saksi yang dianggap mengetahui, melihat, dan mendengar peristiwa itu atau bahkan turut serta sebagaimana diatur pada Pasal 55 KUHP.

"Saya yakin, seandainya pun ada tiga pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka, pasti ada juga rentetan lainnya. Sebab, dari data dan alat bukti yang kami miliki, kuat dugan adanya keterlibatan pejabat tertentu di Pemko Medan," ujar dia.

Sebab, sambung dia, kasus itu bermula dari adanya persaingan pengelolaan jaga malam, hingga banyaknya peristiwa pencurian yang dialami oleh pedagang di lokasi kejadian yang tidak sepaham dengan pelaku.

"Seharusnya itu semua dianalisis dan dituliskan dalam berita acara. Sebab, itu salah satu petunjuk untuk mengungkap apa sebenarnya motif di balik kejadian ini. Saya yakin, pasti ada lobi-lobi dari pelaku kepada orang tertentu untuk menjadi pengelola di pusat pasar," sebut dia.

Kemudian, sambung dia, adanya perbedaan antara hasil autopsi dengan rekaman CCTV. Di dalam rekaman CCTV tersebut, kelihatan jelas Brigpol JPS juga turut melakukan penganiayaan dengan cara menekan kedua pipinya (korban) dengan kedua tangan pelaku.

Kemudian, oknum TNI Kopda LS memiting dan memukul tulang rusuk kanan korban.

"Hasil autopsi menyebutkan korban gagal jantung, tetapi penyidik belum memeriksa dokter forensik yang mengeluarkan itu. Sementara, dalam rekaman CCTV terlihat jelas kalau dia (Brigpol JPS) juga ikut melakukan dan dialah yang memerintahkan Kopda LS dan anggotanya (satpam) untuk menjemput dan menganiaya korban," ungkapnya.

Menurut dia, sejumlah kejanggalan lain belum dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus tersebut.

"Saya minta penyidik harus jeli menerapkan pasal, jangan hanya berpacu pada Pasal 170 (2) ke 3e Subs Pasal 170 (1) saja, tetapi juga menerapkan Pasal 55. Aku yakin banyak yang terlibat dalam kasus ini," jelasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1777 seconds (0.1#10.140)