Minum Obat dari Dokter Usai Operasi, Tubuh Suparman Mengelupas

Jum'at, 19 Februari 2016 - 16:27 WIB
Minum Obat dari Dokter...
Minum Obat dari Dokter Usai Operasi, Tubuh Suparman Mengelupas
A A A
BANTUL - Mengenaskan, nasib yang dialami oleh Suparman (47), warga RT 05, Dusun Sakaran Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan.

Sudah seminggu lebih ia terbaring lemah di pembaringan karena tidak bisa menjalankan aktivitas. Sebab, sudah sepekan lebih kulit di hampir sekujur tubuhnya melempuh dan mengelupas.

Di kamarnya ukuran 3x3 yang belum diplester, ia terbaring di atas kasur kapas dengan seprei seadanya. Mulutnya terkatup rapat karena kering seolah ditempeli dengan lem yang sangat banyak.

Sesekali ia bergumam sembari meringis kesakitan karena ketika mulutnya sangat susah untuk dibuka, bahkan seolah bagian bibir bawah ataupun atas ada yang tertarik ketika dibuka.

Dengan terbata-bata dan suara yang lirih, ia menyapa beberapa awak media yang berkunjung ke rumah ukuran 6x6 meter persegi ini.

Sepatah dua patah kata muncul dari mulutnya menceritakan bagaimana sakit yang ia rasakan saat ini. Mulutnya sangat sakit ketika dibuka dan tenggorokannya tidak bisa dilalui makanan sedikitpun.

Baru semalam ia tidur di rumahnya, setelah selama sepekan lalu dirinya dirawat di RS Nur Hidayah. "Sekujur tubuh saya rasanya panas," tuturnya sembari tangannya terus berusaha mengupas kulitnya yang telah mengelupas.

Beberapa kali mengucapkan kata, ia langsung meminta Istrinya, Soginah (39), minum. Istrinya dengan sabar memberi minum dengan menyuapinya sesendok dua sendok.

Untuk sekedar minum tiga sampai lima sendok saja, Suparman membutuhkan waktu yang cukup lama. Sekitar 5 menit, Suparman sudah minta menghentikan suapan istrinya.

"Suami saya hanya bisa menelan air minum dan susu. Sama sekali tidak ada makanan yang masuk," papar Soginah.

Soginah menceritakan awal mula seluruh kulit tubuh menghitam dan mengelupas tersebut. Tanggal 26 Januari 2016 lalu, suaminya menjalani operasi di Rumah Sakit Rajawali Citra di Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan untuk mengobati penyakit ambeinnya.

Awalnya operasi tersebut berjalan dengan baik dan suaminya diperkenankan untuk pulang.
Lantas awal pekan lalu, suaminya pergi ke rumah sakit tersebut untuk kontrol yang ketiga kalinya.

Seperti biasa, oleh dokter bedah yang bernama dr Wicaksono, ia diberi resep. Namun ia sendiri tidak memperhatikan apakah obat tersebut sama dengan obat yang diberikan pada kontrol (periksa) sebelumnya.

"Tapi sampai di rumah, begitu diminum selang beberapa menit bibir suami saya mengering dan menebal dan tidak bisa dibuka. Tetapi suami saya bilang sebelum itu, di dadanya sudah berubah warna menjadi hitam," terangnya.

Tak sampai sehari, tubuh suaminya langsung berubah warna, dari yang semulai kulitnya berwarna kuning langsat tiba-tiba sekujur tubuh mulai dari wajah hingga ke kaki mulai menghitam.

Karena ia tidak sedang bekerja di sebuah pabrik BH, adiknya lantas membawa suaminya ke rumah sakit yang lain, Nur Hidayah di Jalan Imogiri Barat.

Selama sepekan, suaminya dirawat di rumah sakit tersebut dan mendapat perawatan layaknya luka bakar lainnya. Selain disuntik, ia juga diberi obat suntik berkali-kali agar lukanya mengering dan tetap diberi infuse sebagai pengganti asupan makanan.

Dua hari pertama selama dirawat di RS Nur Hidayah, tubuh bagian atas dari pinggang ke muka yang awalnya melempuh langsung pecah dan mengeluarkan bau anyir.

"Saya kaget, saya pikir ngompol ternyata kulit yang melempuh tersebut
pecah," ceritanya.

Setelah sepekan dirawat di rumah sakit Nur Hidayah, ia akhirnya diperbolehkan pulang. Berdasarkan keterangan dari dokter yang merawat suaminya, Soginah menuturkan suaminya alergi asam mevemanat yang berasal dari obat yang diberikan sebelumnya.

Dan selama dirawat di RS Nur Hidayah, pihak keluarga juga berusaha mengkonfirmasi kejadian yang menimpa Suparman ke rumah Sakit RC.

Vivi, salah seorang keponakan Suparman menuturkan, kepada keluarga, pihak rumah Sakit RC mengatakan jika alergi obat tidak bisa diprediksi dan tidak bisa diduga sebelumnya.

Padahal selama dirawat kontrol tiga kali, pamannya sebelumnya sudah ditanya apakah alergi obat dan dijawab tidak.

Dan pamannya juga sudah dites alergi dan hasilnya negative sehingga kesimpulan alergi obat tidak ada. "Pak Lik (Paman) saya ini sama sekali tidak memiliki riwayat alergi
obat," ujarnya.

Setelah dikonfirmasi ke rumah sakit oleh keluarga, empat orang perwakilan rumah sakit akhirnya membesuk Suparman ke Rumah Sakit Nur Hidayah.

Pihak Rumah Sakit RC sama sekali tidak memberi keterangan apapun ketika membesuk dan hanya hanya memberi amplop tali asih sebesar Rp 100.000. Itu pun bukan dari rumah sakit, tetapi ternyata dari salah seorang dokter.

Usai dari rumah Suparman, awak media langsung mendatangi ke Rumah Sakit RC untuk melakukan konfirmasi. Pihak Rumah Sakit mengarahkan awak media untuk menemui bagian Sumber Daya Manusia (SDM) dan Diklat.

Di bagian SDM dan Diklat, awak media ditemui dua orang pegawai masing-masing Dian dan Ninik.

"Untuk konfirmasi, jajaran direksi baru di luar semua. Dokter jaga baru di IGD dan menunggu pasien, kalau besok bagaimana, sekitar jam 12.00 WIB,”tutur salah seorang pegawai bagian SDM dan Diklat setelah awak media menyatakan akan melakukan konfirmasi terkait pasien Suparman.

Setelah itu, Dian mencoba mengkonfirmasi bagian dokter jaga dan konon baru bersedia menerima wartawan usai jam 15.00 WIB, dan bisa melalui nomor telepon. Awak media lantas meminta nomor handphone yang bisa dihubungi untuk bisa melakukan konfirmasi.

Namun sekitar pukul 15.00 WIB, ketika awak media mencoba mengkonfirmasi lagi, pihak rumah sakit enggan memberikan jawaban jika melalui telepon. "Mohon maaf, kalau via telepon kami tidak bisa," ujar Humas RS RC, Wahyu Handayani.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0873 seconds (0.1#10.140)