Kasus Aborsi di Ponpes Ditangani Polrestabes Semarang
A
A
A
SEMARANG - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang menyebut penanganan kasus aborsi ilegal di pesantren yang awalnya ditangani Polsek Tembalang akan ditarik ke Unit Perlindungan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang.
"Nanti kasusnya ditarik ke PPA sini. Hari ini masih gelar (gelar perkara internal penyidik)," ungkap Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Burhanudin, Jumat (12/2/2016).
Usia bayi dalam kandungan NLM ketika aborsi, sebut Burhanudin, sudah 7 bulan. Bayi itu sempat dibawa pasangan NLM dan DYA disembunyikan di dalam bagasi jok motor matic ketika mereka mendatangi RSUD Semarang pada Rabu (10/2/2016).
Bayi itu dalam kondisi meninggal, dibungkus alias disembunyikan dengan cara dimasukkan kain sarung. Pihak medis juga curiga dengan proses persalinan tidak benar itu, sebab plasentanya masih tertinggal di perut sang ibu.
Jika persalinan normal, plasenta biasanya keluar sekira 10 menit setelahnya.
"TKP (Tempat Kejadian Perkara) itu di ponpes. Kami masih kembangkan terus penyidikannya, obatnya dibeli secara online di internet, kami masih cari."
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Sektor (Polsek) Tembalang mengungkap kasus dugaan aborsi yang dilakukan santriwati di wilayah hukumnya. Praktik aborsi itu dilakukan di pesantren tempat santri itu menimba ilmu.
Informasi yang dihimpun KORAN SINDO, awalnya polisi mengendus informasi adanya salah satu pasien di RSUD Kota Semarang alias RSUD Ketileng, yang dirawat setelah menderita pendarahan karena aborsi ilegal.
Dia berinisial NLM (20), warga Kabupaten Subang, Jawa Barat. Aborsi itu dilakukan pada hari Rabu (10/2/2016) sekira pukul 10.00 WIB. Lokasinya, di pondok pesantren di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
PILIHAN:
Gempa 6,6 SR Goyang Sumba Barat, NTT
"Nanti kasusnya ditarik ke PPA sini. Hari ini masih gelar (gelar perkara internal penyidik)," ungkap Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Burhanudin, Jumat (12/2/2016).
Usia bayi dalam kandungan NLM ketika aborsi, sebut Burhanudin, sudah 7 bulan. Bayi itu sempat dibawa pasangan NLM dan DYA disembunyikan di dalam bagasi jok motor matic ketika mereka mendatangi RSUD Semarang pada Rabu (10/2/2016).
Bayi itu dalam kondisi meninggal, dibungkus alias disembunyikan dengan cara dimasukkan kain sarung. Pihak medis juga curiga dengan proses persalinan tidak benar itu, sebab plasentanya masih tertinggal di perut sang ibu.
Jika persalinan normal, plasenta biasanya keluar sekira 10 menit setelahnya.
"TKP (Tempat Kejadian Perkara) itu di ponpes. Kami masih kembangkan terus penyidikannya, obatnya dibeli secara online di internet, kami masih cari."
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Sektor (Polsek) Tembalang mengungkap kasus dugaan aborsi yang dilakukan santriwati di wilayah hukumnya. Praktik aborsi itu dilakukan di pesantren tempat santri itu menimba ilmu.
Informasi yang dihimpun KORAN SINDO, awalnya polisi mengendus informasi adanya salah satu pasien di RSUD Kota Semarang alias RSUD Ketileng, yang dirawat setelah menderita pendarahan karena aborsi ilegal.
Dia berinisial NLM (20), warga Kabupaten Subang, Jawa Barat. Aborsi itu dilakukan pada hari Rabu (10/2/2016) sekira pukul 10.00 WIB. Lokasinya, di pondok pesantren di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
PILIHAN:
Gempa 6,6 SR Goyang Sumba Barat, NTT
(zik)