Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan

Minggu, 17 Januari 2016 - 05:00 WIB
Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan
Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan
A A A
BRIGJEN Hasan Basri dikenal sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Dia pernah ditegur Soekarno karena membekukan PKI. Berikut kisahnya.

Hasan Basry atau Hassan Basry lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, 17 Juni 1923.

Dia menyelesaikan pendidikan di Hollands Inlandsche School (HIS). Kemudian, ia mengikuti pendidikan berbasis Islam, mula-mula di Tsanawiyah Al-Wathaniah di Kandangan, kemudian di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.

Pada usia 22 tahun, ketika menjadi guru agama di sebuah SMP Islam di Malang, Jawa Timur, Hasan Basry aktif dalam organisasi Pemuda RI Kalimantan di Surabaya. Dia sering terlibat peristiwa perebutan senjata melawan tentara Jepang di Surabaya .

Tanggal 13 Oktober 1945, dia menyusup ke Kalimantan Selatan dengan kapal layar Bintang Tulen dari Pelabuhan Kalimas Surabaya dan tiba di Banjarmasin tanggal 30 Oktober 1945 .

Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.

Selain itu, melalui AA Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi. Sedangkan yang ke Kandangan dikirim lewat Ismail.

Pada tanggal 5 Mei 1946, para pejuang mendirikan Laskar Syaifullah di Haruyan. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, Hasan Basry ditunjuk sebagai pemimpin.

Atas nama Laskar Syaifullah, Hasan Basry berusaha mengadakan kontak dengan Jawa yang terputus akibat blokade Belanda, namun selalu gagal dalam upaya mencari bantuan senjata.

Sepak terjang Hasan Basry di Kalimantan ternyata diketahui tentara Belanda (NICA). Pada pertengahan tahun 1946, tokoh-tokoh Laskar Syaifullah ditangkap. Hasan Basry dapat lolos dari upaya penangkapan tersebut.

Setelah Laskar Syaifullah bubar, Hasan Basry mendirikan organisasi perjuangan Benteng Indonesia yang kemudian berkembang pesat hingga ke berbagai daerah.

Pada 15 November 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M Mursid, anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hasan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalion ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan.

Dengan mengerahkan pasukan Benteng Indonesia, Hasan Basry berhasil membentuk batalion ALRI tersebut. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu.

Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit. Sesuai Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera.

Hal ini berarti Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda. Namun, Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda.

Sikap yang sama diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Ia menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.

Sikap lainnya atas Perjanjian Renville antara lain ALRI Divisi IV-Pertahanan Kalimantan adalah bagian dari Angkatan Perang RI.

Pada 25 Desember 1948, Hasan Basry memerintahkan aksi serangan umum terhadap pos-pos NICA yang berada di Haruai, Nagara, Tanjung, dan lainnya.

Perjuangan Hasan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu. Puncaknya, Hasan Basry berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949 atau Proklamasi Kalimantan.

Selesai perang kemerdekaan, dia melanjutkan pendidikan agamanya ke Universitas Al Azhar tahun 1951-1953. Selanjutnya diteruskan di American University Cairo tahun 1953-1955.

Sekembalinya ke Tanah Air, pada tahun 1956, Hasan Basry dilantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel.Pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.

Saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya, Hasan Basry mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus 1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh Presiden Soekarno.

Namun, Hasan Basry sebagai kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel tidak menaati teguran presiden. Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan.

Pada tahun 1961-1963, dia menjabat Deputi Wilayah Komando Antardaerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hasan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hasan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Pada 1960-1966, Hasan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970, dia diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978-1982, Hasan Basry menjadi anggota DPR.

Hasan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakamannya di Liang Anggang Banjarbaru, Kalimantan Selatanm dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE Manihuruk.

Atas jasa-jasanya, Hasan Basry dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI. Hal ini berdasarkan SK Presiden RI Nomor 110/TK/2001, tanggal 3 November 2001.

Sumber: wikipedia dan www.pahlawancenter.com.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4224 seconds (0.1#10.140)