Masyarakat Harus Paham Pentingnya Proses Autopsi

Minggu, 10 Januari 2016 - 14:40 WIB
Masyarakat Harus Paham...
Masyarakat Harus Paham Pentingnya Proses Autopsi
A A A
SEMARANG - Masyarakat diminta memahami pentingnya proses autopsi jenazah sebagai cara ilmiah mengungkap misteri di balik kematian. Autopsi pun butuh waktu cepat. Semakin membusuk mayat, pemeriksaan semakin sulit.

Di Indonesia, tak terkecuali di Jawa Tengah, tiap tahunnya terdata ada ribuan korban tewas dengan berbagai penyebabnya. Jika terjadi suatu kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh manusia, baik keadaan meninggal atau hidup, bisa segera dimintakan pemeriksaan kedokteran forensik.

"Setelah 12 jam saat kematian, akan terjadi pembusukan. Sehingga korban makin sulit dikenali dan dikhawatirkan penyebab pasti kematian bisa hilang akibat pembusukan," ungkap Kepala Sub Bidang Kedokteran Kepolisian (Dokpol) Bidang Kedokteran Kesehatan (Dokkes) Polda Jawa Tengah AKBP Sumy Hastry Purwanti, kepada KORAN SINDO, Minggu (10/1/2016).

Ahli forensik yang punya segudang pengalaman itu menyebut, kedokteran forensik mempunyai beberapa fungsi, di antaranya membantu penegak hukum menentukan apakah suatu peristiwa yang sedang diselidiki merupakan peristiwa pidana atau bukan.

Dengan demikian, penegak hukum mengetahui bagaimana proses tindak pidana itu, mulai waktu, lokasi, cara terjadinya, hingga apa akibatnya. Bagi korban meninggal dan identitas belum diketahui, memang harus segera dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik.

"Kalau terlambat, maka akan menyulitkan dokter yang memeriksanya," tambahnya.

Di sini, penyidik diminta segera meminta pemeriksaan dokter forensik untuk kepentingan penegakan hukum. Jika dalam hal ini barang bukti berupa mayat atau orang hidup, bagian tubuh manusia atau sesuatu dari tubuh manusia, ahli yang tepat adalah dokter.

"Luka-luka tidak bisa bohong. Bisa diteliti," jelasnya.

Tidak Boleh Dihalangi

Pada kasus kematian karena tindak pidana, penegak hukum dalam hal ini penyidik diminta segera mengajukan permintaan bantuan dokter forensik untuk melakukan pemeriksaan luar dan dalam alias autopsi.

Jadi, jika penyidik memutuskan perlunya autopsi, tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya. Ini tertuang pada Pasal 222 KUHP. Bahkan, tidak dibutuhkan persetujuan keluarga terdekat korban.

Jika menghalangi, bisa diancam pidana. Pada Pasal 222 KUHP itu disebutkan, siapa saja yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam pidana penjara maksimal sembilan bulan.

Ini juga tentu melihat Pasal 134 KUHAP. Jika penyidik memandang perlu pembuktian bedah mayat, keluarga memang perlu diberitahu terlebih dulu. Jika keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya. Jika dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan dari pihak keluarga atau pihak yang perlu diberitahu, autopsi harus segera dilaksanakan.

"Di sini dikatakan sebagai ahli jika dokter itu diminta penyidik secara resmi. Hasilnya, adalah alat bukti yang sah. Ini bermanfaat bagi hakim untuk membentuk keyakinannya tentang perkara pidana yang ditanganinya, untuk membuat keputusan yang adil," kata Hastry.

PILIHAN:
Tubuh Dipenuhi Kutil, Pemuda Ini Mengasingkan Diri di Hutan
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.2702 seconds (0.1#10.140)