Walhi Sebut Pembangunan Waduk Tak Sejahterakan Rakyat Sekitar
A
A
A
BANDUNG - Pembangunan beberapa waduk besar di Jabar seperti waduk Saguling, Jatiluhur, dan bahkan Jatigede dinilai tidak mensejahterakan rakyat yang hidup di sekitar waduk.
Kemiskinan, kekeringan, lahan kritis, dan bahkan bencana, seperti menghantui warga-warga yang tinggal di kawasan waduk.
Ketua Walhi Jabar Dadan Ramdan mengungkapkan, pihaknya selama ini tidak pernah setuju ada pembangunan waduk besar di Jabar.
Pasalnya selain berdampak pada sosial Orang Terkena Dampak (OTD) yang dulu tinggal di kawasan waduk, dampak lingkungan pun cederung tidak pernah menguntung masyarakat sekitarnya.
Di sekitar kawasan waduk, pada musim kemarau, rata-rata terjadi penyusutan air tiap tahunnya. Penyusutan air ini berdampak pada kekeringan yang parah.
Bahkan memasuki musim penghujan pun, kawasan sekitar waduk, kapasitas air pun terus berkurang, seperti yang terjadi di waduk Cipanunjang dan Cileuncang.
"Parahnya, lahan-lahan di sekitar kawasan waduk menjadi kritis dan rawan bencana longsor," ungkapnya (6/1/2016).
Menurut Dadan, daerah-daerah tangkapan air di sekitar waduk kondisinya semakin rusak. Lahan lindung di kawasan waduk yang seharusnya dilindungi, kondisinya kritis.
Hal ini akibat, pembangunan yang terus dilakukan, dan menjamurnya pembangunan lain seperti perumahan, lahan serapan yang diubah menjadi kawasna pertanian maupun perkebunan.
Seperti di waduk Saguling, kondisi airnya pun tercemar sampah dan limbah ternak dari jaring apung. Kualitas air waduk pun semakin rendah.
Bahkan, parahnya, dampak dari pembangunan waduk menyebakan beberapa situ hilang bertahap. Dadan menyebutkan, ada beberapa situ di Kab Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, yang hilang akibat alih fungsi lahan.
Hal itu disebabkan akibat sedimentasi yang dibiarkan semakin parah, hingga terbengkalai, dan akhirnya dialih fungsikan menjadi bangunan perumahan.
Seperti pembangunan Jatigede di Sumedang, dan waduk Matenggeng di Ciamis, karena mengalihfungsikan lahan dari sawah produktif atau hutan atau lahan resapan, menjadi bangunan waduk yang megah.
"Dampak sosialnya besar karena harus menggusur pemukiman warga dan meninggalkan budaya tanam kaum agraris. Warga pun kehilangan tanah dan tidak diganti tanah lagi. Kemiskinan ke depannya juga makin besar. Biaya pembangunan waduk yang mahal, tidak diimbangi dengan fungsi waduk yang belum tentu mensejahterakan warga di sekitarnya," pungkasnya.
Kemiskinan, kekeringan, lahan kritis, dan bahkan bencana, seperti menghantui warga-warga yang tinggal di kawasan waduk.
Ketua Walhi Jabar Dadan Ramdan mengungkapkan, pihaknya selama ini tidak pernah setuju ada pembangunan waduk besar di Jabar.
Pasalnya selain berdampak pada sosial Orang Terkena Dampak (OTD) yang dulu tinggal di kawasan waduk, dampak lingkungan pun cederung tidak pernah menguntung masyarakat sekitarnya.
Di sekitar kawasan waduk, pada musim kemarau, rata-rata terjadi penyusutan air tiap tahunnya. Penyusutan air ini berdampak pada kekeringan yang parah.
Bahkan memasuki musim penghujan pun, kawasan sekitar waduk, kapasitas air pun terus berkurang, seperti yang terjadi di waduk Cipanunjang dan Cileuncang.
"Parahnya, lahan-lahan di sekitar kawasan waduk menjadi kritis dan rawan bencana longsor," ungkapnya (6/1/2016).
Menurut Dadan, daerah-daerah tangkapan air di sekitar waduk kondisinya semakin rusak. Lahan lindung di kawasan waduk yang seharusnya dilindungi, kondisinya kritis.
Hal ini akibat, pembangunan yang terus dilakukan, dan menjamurnya pembangunan lain seperti perumahan, lahan serapan yang diubah menjadi kawasna pertanian maupun perkebunan.
Seperti di waduk Saguling, kondisi airnya pun tercemar sampah dan limbah ternak dari jaring apung. Kualitas air waduk pun semakin rendah.
Bahkan, parahnya, dampak dari pembangunan waduk menyebakan beberapa situ hilang bertahap. Dadan menyebutkan, ada beberapa situ di Kab Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, yang hilang akibat alih fungsi lahan.
Hal itu disebabkan akibat sedimentasi yang dibiarkan semakin parah, hingga terbengkalai, dan akhirnya dialih fungsikan menjadi bangunan perumahan.
Seperti pembangunan Jatigede di Sumedang, dan waduk Matenggeng di Ciamis, karena mengalihfungsikan lahan dari sawah produktif atau hutan atau lahan resapan, menjadi bangunan waduk yang megah.
"Dampak sosialnya besar karena harus menggusur pemukiman warga dan meninggalkan budaya tanam kaum agraris. Warga pun kehilangan tanah dan tidak diganti tanah lagi. Kemiskinan ke depannya juga makin besar. Biaya pembangunan waduk yang mahal, tidak diimbangi dengan fungsi waduk yang belum tentu mensejahterakan warga di sekitarnya," pungkasnya.
(nag)