Ricuh Pilkada Kaltara Tutup Akhir Tahun 2015
A
A
A
KALIMANTAN - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kalimantan Utara (Kaltara) berlangsung ricuh. Massa salah satu pasangan calon mengamuk dan melakukan perusakan sejumlah fasilitas negara.
"Adalah hal yang sah bila semua dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, jangan sampai yang kalah berbuat anarkis," kata tokoh asal Kalimantan, Djafar Sidik, Kamis (31/12/2015).
Menurutnya, pembakaran dan perusakan kantor Gubernur Kalimantan Utara oleh massa pasangan calon yang kalah dalam pilkada menjadi catatan buruk menjelang penutupan tahun 2015.
"Sedih melihat keadaan proses demokrasi dicederai dengan upaya-upaya yang melanggar hukum. Karena Kalimantan Utara merupakan kawasan masa depan yang strategis dalam menyongsong dunia terbuka," ungkapnya.
Djafar menambahkan, aksi massa di Kalimantan Utara terjadi karena ada pasangan calon yang siap menang tetapi tidak siap kalah. Sehingga prinsip-prinsip demokrasi dan nilai-nilai yang ingin dibangun dalam proses berdemokrasi terabaikan.
"Semoga ke depan proses demokrasi melalui pemilu bisa menjadi tolok ukur bagi sebuah daerah untuk mengembangkan masa depannya. Sehingga, masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan dapat diwujudkan dengan baik," tukasnya.
Sekadar diketahui, Pilkada Kalimantan Utara dihelat di lima daerah, yakni Tarakan, Nunukan, Malinau, Bulungan dan Tana Tidung. Pilkada diikuti oleh dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Jusuf SK-Marthin Billa dan Irianto Lambrie-Udin.
Berdasarkan rekapitulasi penghitungan cepat yang dilakukan kubu tim pasangan tersebut, perolehan suara Irianto-Udin mencapai 53,67% suara. Sementara, kubu pasangan Jusuf SK-Marthin Billa mengumpulkan 45,86% suara.
"Adalah hal yang sah bila semua dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, jangan sampai yang kalah berbuat anarkis," kata tokoh asal Kalimantan, Djafar Sidik, Kamis (31/12/2015).
Menurutnya, pembakaran dan perusakan kantor Gubernur Kalimantan Utara oleh massa pasangan calon yang kalah dalam pilkada menjadi catatan buruk menjelang penutupan tahun 2015.
"Sedih melihat keadaan proses demokrasi dicederai dengan upaya-upaya yang melanggar hukum. Karena Kalimantan Utara merupakan kawasan masa depan yang strategis dalam menyongsong dunia terbuka," ungkapnya.
Djafar menambahkan, aksi massa di Kalimantan Utara terjadi karena ada pasangan calon yang siap menang tetapi tidak siap kalah. Sehingga prinsip-prinsip demokrasi dan nilai-nilai yang ingin dibangun dalam proses berdemokrasi terabaikan.
"Semoga ke depan proses demokrasi melalui pemilu bisa menjadi tolok ukur bagi sebuah daerah untuk mengembangkan masa depannya. Sehingga, masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan dapat diwujudkan dengan baik," tukasnya.
Sekadar diketahui, Pilkada Kalimantan Utara dihelat di lima daerah, yakni Tarakan, Nunukan, Malinau, Bulungan dan Tana Tidung. Pilkada diikuti oleh dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Jusuf SK-Marthin Billa dan Irianto Lambrie-Udin.
Berdasarkan rekapitulasi penghitungan cepat yang dilakukan kubu tim pasangan tersebut, perolehan suara Irianto-Udin mencapai 53,67% suara. Sementara, kubu pasangan Jusuf SK-Marthin Billa mengumpulkan 45,86% suara.
(san)