TKI Buta Huruf asal Cirebon Hilang di Yordania
A
A
A
CIREBON - Wajah Arma (61), warga Blok Sidingklik, RT 026/009, Desa Buyut, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, tampak prihatin. Dia khawatir dengan kondisi anak gadisnya Sriwati (27) yang hilang tanpa jejak ke Yordania pada 2009.
Dia menduga, anaknya menjadi korban perekrutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Jangankan pulang kampung, berbicara lewat sambungan telepon saja belum pernah dilakukan Sriwati dengan keluarganya.
Mirisnya, Sriwati mengalami buta huruf. Arma mengisahkan, anak keenam dari tujuh bersaudara itu berangkat ke Yordania saat usianya masih 20 tahun. Sejak itu, tak satu pun kabar diterima Arma dan keluarganya.
Kiriman uang dari hasil kerja Sriwati di Yordania juga tiada. "Saat berangkat, usianya memang baru 20 tahun. Tapi oleh pihak sponsor (Yang memberangkatkan Sriwati) usianya dituakan jadi 22 tahun," ungkapnya, Jumat (11/12/2015).
Pihak sponsor yang dimaksud Arma, bernama Thomas, seseorang dari desa tetangga, yakni Wanakaya dari Kecamatan Gunungjati. Dialah yang mengurus keperluan Sriwati sebelum berangkat ke Yordania, termasuk mengiming-imingi gaji tinggi bagi Sriwati.
"Katanya Sriwati bisa menerima gaji Rp1,5 juta," ujar Arma, dengan selipan bahasa Cirebonnya yang kental.
Kehilangan Sriwati membuat Arma berupaya mencari tahu kondisinya dengan mendatangi pihak sponsor. Namun pihak sponsor memberi nomor telepon majikan Sriwati yang bekerja di Yordania. Tetapi setiap kali nomor itu dihubungi, tak ada respon.
Arma dan keluarga hingga kini gagal mengetahui kabar Sriwati. Ketakutan pihak keluarga akan kondisi dan situasi buruk yang mungkin menimpa Sriwati beralasan. Sriwati buta huruf, pendidikannya tak sampai tuntas saat Kelas 3 SD.
Menurut Arma, selain kondisi ekonomi, Sriwati memilih berhenti sekolah karena malu dengan teman-temannya. "Dia cuma bisa nulis nama sendiri," cetus Arma.
Sriwati memutuskan menjadi TKI setelah sempat bercakap-cakap dengan teman-temannya. Dari obrolan itu, teman Sriwati kemudian mengenalkannya pada pihak sponsor, yakni Thomas.
Sedianya, ada tiga orang yang berangkat ke Yordania bersama Sriwati. Namun dua lainnya batal berangkat dan hanya Sriwati yang tetap ke Yordania. Sementara Thomas saat ditanya selalu berkelit tidak tahu.
Demi Sriwati, Arma sendiri telah mengeluarkan uang jutaan rupiah yang dia pinjam dari rentenir. "Pinjamannya terus berbunga, tidak tahu bagaimana melunasinya. Apa saja saya jual selama ini untuk membayar cicilannya," tambahnya.
Arma berharap, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) bisa melakukan pengecekan terhadap anaknya yang saat ini diduga berada di Yordania. "Ibunya Nartasi (50) kadang mimpi Sriwati datang ke rumah," pungkasnya.
Terpisah, Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon Denny Agustin memastikan, TKI haruslah bisa baca tulis (melek huruf). Jika Sriwati buta huruf, maka keberangkatannya seharusnya tak boleh dilakukan.
"Calon TKI harus bisa baca tulis. Kami akan cek data TKI Kabupaten Cirebon, adakah nama Sriwati. Kalau tak ada, bisa jadi ilegal," pungkasnya.
Dia menduga, anaknya menjadi korban perekrutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Jangankan pulang kampung, berbicara lewat sambungan telepon saja belum pernah dilakukan Sriwati dengan keluarganya.
Mirisnya, Sriwati mengalami buta huruf. Arma mengisahkan, anak keenam dari tujuh bersaudara itu berangkat ke Yordania saat usianya masih 20 tahun. Sejak itu, tak satu pun kabar diterima Arma dan keluarganya.
Kiriman uang dari hasil kerja Sriwati di Yordania juga tiada. "Saat berangkat, usianya memang baru 20 tahun. Tapi oleh pihak sponsor (Yang memberangkatkan Sriwati) usianya dituakan jadi 22 tahun," ungkapnya, Jumat (11/12/2015).
Pihak sponsor yang dimaksud Arma, bernama Thomas, seseorang dari desa tetangga, yakni Wanakaya dari Kecamatan Gunungjati. Dialah yang mengurus keperluan Sriwati sebelum berangkat ke Yordania, termasuk mengiming-imingi gaji tinggi bagi Sriwati.
"Katanya Sriwati bisa menerima gaji Rp1,5 juta," ujar Arma, dengan selipan bahasa Cirebonnya yang kental.
Kehilangan Sriwati membuat Arma berupaya mencari tahu kondisinya dengan mendatangi pihak sponsor. Namun pihak sponsor memberi nomor telepon majikan Sriwati yang bekerja di Yordania. Tetapi setiap kali nomor itu dihubungi, tak ada respon.
Arma dan keluarga hingga kini gagal mengetahui kabar Sriwati. Ketakutan pihak keluarga akan kondisi dan situasi buruk yang mungkin menimpa Sriwati beralasan. Sriwati buta huruf, pendidikannya tak sampai tuntas saat Kelas 3 SD.
Menurut Arma, selain kondisi ekonomi, Sriwati memilih berhenti sekolah karena malu dengan teman-temannya. "Dia cuma bisa nulis nama sendiri," cetus Arma.
Sriwati memutuskan menjadi TKI setelah sempat bercakap-cakap dengan teman-temannya. Dari obrolan itu, teman Sriwati kemudian mengenalkannya pada pihak sponsor, yakni Thomas.
Sedianya, ada tiga orang yang berangkat ke Yordania bersama Sriwati. Namun dua lainnya batal berangkat dan hanya Sriwati yang tetap ke Yordania. Sementara Thomas saat ditanya selalu berkelit tidak tahu.
Demi Sriwati, Arma sendiri telah mengeluarkan uang jutaan rupiah yang dia pinjam dari rentenir. "Pinjamannya terus berbunga, tidak tahu bagaimana melunasinya. Apa saja saya jual selama ini untuk membayar cicilannya," tambahnya.
Arma berharap, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) bisa melakukan pengecekan terhadap anaknya yang saat ini diduga berada di Yordania. "Ibunya Nartasi (50) kadang mimpi Sriwati datang ke rumah," pungkasnya.
Terpisah, Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon Denny Agustin memastikan, TKI haruslah bisa baca tulis (melek huruf). Jika Sriwati buta huruf, maka keberangkatannya seharusnya tak boleh dilakukan.
"Calon TKI harus bisa baca tulis. Kami akan cek data TKI Kabupaten Cirebon, adakah nama Sriwati. Kalau tak ada, bisa jadi ilegal," pungkasnya.
(san)