Temuan Komnas HAM soal Kasus Tambang Lumajang
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan pemantauan dan penyelidikan ke Lumajang, Jawa Timur, pada 5 Oktober 2015, menyusul konflik tambang di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang yang menewaskan Salim Kancil dan korban luka-luka atas nama Tosan pada 26 September 2015.
Menurut Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Komnas HAM melakukan serangkaian pertemuan dengan keluarga korban, permintaan keterangan kepada para saksi, olah TKP serta melakukan pertemuan dengan Bupati Lumajang beserta unsur Muspida aantara lain DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua PN, BPN, Perhutani dan Sekda.
Beberapa fakta temuan itu adalah, pertama, situasi sebelum terjadinya tindak kekerasan. Sekitar Januari 2015 masyarakat Desa Selok Awar-Awar melakukan aksi penolakan tambang pasir antara lain berupa penyampaian pernyataan sikap dari Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Tosan dan Salim Kancil juga menjadi bagian dan anggota dari Forum.
Masyarakat melakukan aksi penolakan tambang pasir yang mengakibatkan perusakan lingkungan antara lain dengan mengirim surat penolakan kepada Pemerintah Desa Selok Awar-Awar, Camat Pasirian, dan Bupati Lumajang.
Berbagai surat penolakan tidak mendapatkan tanggapan dari Pemda. Maka, pada 9 September 2015 Forum melakukan aksi damai berupa penyetopan aktivitas penambangan pasir dan truk muatan pasir di Balai Desa Selok Awar-Awar yang kemudian menghasilkan surat pernyataan dari Kepala Desa untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir di Selok Awar-Awar.
Pascaaksi tersebut, pada 10 September 2015 masyarakat mengalami intimidasi dan ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh sejumlah orang yang dikenal dengan nama Tim 12 bentukan dari Kepala Desa Selok Awar-Awar.
Sehubungan dengan adanya intimidasi dan ancaman tersebut, kemudian masyarakat pada 14 September 2015 melaporkan kejadian itu ke Polres Lumajang dan mendapatkan tanggapan bahwa polisi akan menjamin keselamatan warga.
Kedua, peristiwa kekerasan terhadap Salim Kancil. Pada 26 September 2015 sekira pukul 07.30 WIB, 40-an orang bersepeda motor mendatangi rumah Salim. Mereka kemudian menangkap, mengikat tangan, memukul dengan batu di depan rumah korban.
Selanjutnya, dengan berjalan sekira 400 meter ke arah jalan di dekat kebon pisang dan di depan rumah warga, Salim kembali mengalami kekerasan berupa pemukulan dengan alat keras yang mengakibatkan korban mengalami luka berdarah pada bagian muka.
Masih dengan tangan terikat, korban kemudian dibawa ke Kantor Desa Selik Awar-Awar yang berjarak sekira 1,5 KM. Ketika berada di Kantor Pemerintah Desa, menurut saksi, korban kembali mengalami kekerasan antara lain pemukulan pada bagian muka dan juga disetrum beberapa kali. Tindak kekerasan ini dilakukan di depan masyarakat umum. Tidak ada yang berani menolong korban. Kekerasan itu juga dilakukan di depan sekolah PAUD.
Ketiga, peristiwa kekerasan terhadap Tosan. Pada hari yang sama, Tosan mengalami tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah orang. Sebagai akibat dari tindak kekerasan tersebut, korban mengalami luka yang serius dan sampai dengan saat ini masih menjalani perawatan di RS di Malang.
Dalam keterangan pers itu, Komnas HAM juga menyertakan kesimpulan, antara lain dalam peristiwa tersebut terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin di dalam berbagai peraturan per-UU-an HAM.
Bentuk-bentuk perbuatan (type of acts) pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa tersebut adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapat perlakuan yang kejam, tidak manusia dan merendahkan martabat, hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang, hak atas rasa aman, serta hak anak.
"Peristiwa ini telah menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang dialami oleh keluarga korban dan masyarakat sekitar juga bagi pembela HAM. Berdasar hal tersebut maka telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 45 jo Pasal 30 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM," demikian keterangan pers tersebut.
PILIHAN:
Hutan Gunung Geulis Terbakar
Menurut Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Komnas HAM melakukan serangkaian pertemuan dengan keluarga korban, permintaan keterangan kepada para saksi, olah TKP serta melakukan pertemuan dengan Bupati Lumajang beserta unsur Muspida aantara lain DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua PN, BPN, Perhutani dan Sekda.
Beberapa fakta temuan itu adalah, pertama, situasi sebelum terjadinya tindak kekerasan. Sekitar Januari 2015 masyarakat Desa Selok Awar-Awar melakukan aksi penolakan tambang pasir antara lain berupa penyampaian pernyataan sikap dari Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Tosan dan Salim Kancil juga menjadi bagian dan anggota dari Forum.
Masyarakat melakukan aksi penolakan tambang pasir yang mengakibatkan perusakan lingkungan antara lain dengan mengirim surat penolakan kepada Pemerintah Desa Selok Awar-Awar, Camat Pasirian, dan Bupati Lumajang.
Berbagai surat penolakan tidak mendapatkan tanggapan dari Pemda. Maka, pada 9 September 2015 Forum melakukan aksi damai berupa penyetopan aktivitas penambangan pasir dan truk muatan pasir di Balai Desa Selok Awar-Awar yang kemudian menghasilkan surat pernyataan dari Kepala Desa untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir di Selok Awar-Awar.
Pascaaksi tersebut, pada 10 September 2015 masyarakat mengalami intimidasi dan ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh sejumlah orang yang dikenal dengan nama Tim 12 bentukan dari Kepala Desa Selok Awar-Awar.
Sehubungan dengan adanya intimidasi dan ancaman tersebut, kemudian masyarakat pada 14 September 2015 melaporkan kejadian itu ke Polres Lumajang dan mendapatkan tanggapan bahwa polisi akan menjamin keselamatan warga.
Kedua, peristiwa kekerasan terhadap Salim Kancil. Pada 26 September 2015 sekira pukul 07.30 WIB, 40-an orang bersepeda motor mendatangi rumah Salim. Mereka kemudian menangkap, mengikat tangan, memukul dengan batu di depan rumah korban.
Selanjutnya, dengan berjalan sekira 400 meter ke arah jalan di dekat kebon pisang dan di depan rumah warga, Salim kembali mengalami kekerasan berupa pemukulan dengan alat keras yang mengakibatkan korban mengalami luka berdarah pada bagian muka.
Masih dengan tangan terikat, korban kemudian dibawa ke Kantor Desa Selik Awar-Awar yang berjarak sekira 1,5 KM. Ketika berada di Kantor Pemerintah Desa, menurut saksi, korban kembali mengalami kekerasan antara lain pemukulan pada bagian muka dan juga disetrum beberapa kali. Tindak kekerasan ini dilakukan di depan masyarakat umum. Tidak ada yang berani menolong korban. Kekerasan itu juga dilakukan di depan sekolah PAUD.
Ketiga, peristiwa kekerasan terhadap Tosan. Pada hari yang sama, Tosan mengalami tindak kekerasan yang dilakukan sejumlah orang. Sebagai akibat dari tindak kekerasan tersebut, korban mengalami luka yang serius dan sampai dengan saat ini masih menjalani perawatan di RS di Malang.
Dalam keterangan pers itu, Komnas HAM juga menyertakan kesimpulan, antara lain dalam peristiwa tersebut terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin di dalam berbagai peraturan per-UU-an HAM.
Bentuk-bentuk perbuatan (type of acts) pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa tersebut adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapat perlakuan yang kejam, tidak manusia dan merendahkan martabat, hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang, hak atas rasa aman, serta hak anak.
"Peristiwa ini telah menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang dialami oleh keluarga korban dan masyarakat sekitar juga bagi pembela HAM. Berdasar hal tersebut maka telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 45 jo Pasal 30 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM," demikian keterangan pers tersebut.
PILIHAN:
Hutan Gunung Geulis Terbakar
(zik)