Dulu Saya Menangkapi Penyu, Sekarang Mengonservasi

Minggu, 13 September 2015 - 12:09 WIB
Dulu Saya Menangkapi Penyu, Sekarang Mengonservasi
Dulu Saya Menangkapi Penyu, Sekarang Mengonservasi
A A A
Konsep konservasi penyu yang dilakukan Rujito cukup sederhana, membuatkan tempat penetasan telur penyu yang aman. Sebab jika dibiarkan terlalu dekat dengan jangkauan gelombang laut, maka penetasan akan gagal. Selain gelombang laut, tangantangan jahil dan binatang lain juga menjadi ancaman bagi kelestarian kura-kura laut ini.

Lalu apa saja yang telah dilakukan pria kelahiran Bantul, 16 September 1961 ini dalam pelestarian penyu? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Juara Harapan II Kader Konservasi Alam lomba Wana Lestari 2015 ini, beberapa waktu lalu.

Apa tujuan Anda melakukan konservasi penyu?

Konservasi penyu hanyalah upaya saya untuk melindungi satwa langka yang hampir punah ini. Populasi penyu, terutama di kawasan pantai selatan Bantul ini sudah menurun drastis, sehingga perlu ada langkah tegas untuk melakukan rehabilitasi penyu agar tidak punah. Semua yang saya lakukan ini demi masa depan penyu-penyu dan anak cucu kita nantinya.

Seperti apa kegiatan konservasinya?

Biasanya kalangan institusi pendidikan banyak tertarik ingin mengetahui bagaimana seluk beluk penyu, bagaimana mempertahankan habitatnya. Nah, konservasi penyu yang saya lakukan sebenarnya lebih kepada sarana atau wahana wisata pendidikan. Konsepnya sederhana.

Bagaimana menciptakan tempat untuk penetasan yang aman? jika terlalu dekat dengan ombak, maka saya berusaha mengambil telur-telur tersebut dan saya bawa ke penetasan semi alami. Jika telur terbawa ombak, maka akan gagal penetasannya. Ketika telur-telur tersebut sudah berada di zona aman, maka saya bisa mengawasinya dari tangan-tangan jahil. Jangan sampai telur-telur tersebut dimakan binatang lain atau bahkan diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Ketika ada penyu yang terlihat sakit atau cedera, saya menangkapnya untuk dirawat di balai konservasi yang saya miliki. Saya akan berupaya menyembuhkannya, dan ketika sudah sembuh saya kembalikan ke habitat alaminya di pantai.

Katanya dulu Anda sering menangkap penyu?

Awalnya saya itu hanya nelayan yang biasa mencari ikan di Pantai Samas. Lalu ada anak kuliah dari Universitas Gajah Mada (UGM) namanya Mbak Dewi yang nanya-nanya tentang penyu. Pertama-tama dia tanya, bapak tahu di mana tempat sarang penyu? Terus saya bilang di tengah paling banyak.

Dia bilang mau ikut melaut untuk mengambil gambar. Di tengah laut Mbak Dewi justru mabuk. Akhirnya saya bawa pulang lagi ke darat. Karena penasaran, dia menginap di sini beberapa hari. Selama di sini saya suguhi makanan dengan lauk dari telur penyu dan juga daging penyu yang saya sembelih. Dia itu tahu kalau yang dimakan adalah telur dan daging penyu, tetapi diam saja.

Lalu apa yang dilakukan mahasiswi UGM itu?

Selama di rumah saya, dia berkali-kali memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya bingung. Dia bertanya telur penyu itu diapakan, terus dagingnya juga diapakan? Saya jawab yang dijual atau dimakan. Dia bilang, umpama telur itu dijual yang beli kan orang asing terus dimakan to? Penyunya juga demikian, kalau dijual terus disembelih nanti lama-lama habis. Saya jawab penyu tidak akan habis, wong masih terus bertelur.

Lalu?

Mbak Dewi lalu bilang ke saya, bagaimana kalau bapak mencoba melakukan konservasi saja. Dia berusaha meyakinkan saya agar bersedia melakukan konservasi. Dia bilang mari bersama-sama pak selamatkan penyu biar anak cucu kita tahu apa itu penyu. Kalau habis, maka anak cucu tidak akan tahu seperti apa itu namanya penyu. Setelah berfikir akhirnya saya bilang sanggup, tetapi saya tidak tahu lho apa yang harus dilakukan.

Setelah itu?

Saya lantas diajak ke PSDA (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Alam) dan berkomunikasi dengan para pelestari. Selang seminggu, Mbak Dewi datang dengan Polhut (Polisi Kehutanan). Saya lari wong saya takut dengan aparat. Saya marah ke Mbak Dewi, dalam benak saya dia telah menipu saya. Saya lari sampai ke tengah hutan pohon cemara di sekitar Pantai Samas. Mbak Dewi berusaha mengejar saya sambil membawa tas untuk meyakinkan saya. Waktu itu saya bawa arit (sabit) terus saya bilang kalau mendekat saya babat. Terus dia bilang, pak tentara itu Polhut mau menindaklanjuti yang kemarin bukan mau menangkap bapak. Akhirnya saya bersedia kembali ke rumah.

Apa yang disampaikan polisi kehutanan itu?

Sampai di rumah, saya itu diberi air mineral. Saya bangga sekali wong tahun itu yang namanya air mineral masih dibilang minumannya orang berduit, minumannya para pembesar. Bapak-bapak Polhut tersebut langsung berbicara kepada saya, kalau ada kemauan pasti ada jalan. Saya langsung ditunjuk oleh Polhut sebagai ketua konservasi penyu, tetapi saya tidak mau. Karena saya ingin warga di empat kecamatan dikumpulkan dan berembuk, akhirnya dibentuklah Forum Konservasi Penyu Bantul, 21 Januari 2000 dan saya dipilih jadi ketuanya.

Dari mana sumber dananya?

Dari pemerintah. Namun tidak ada gaji. Pada 2011 ada uang jasa pengganti telur sebesar Rp5 juta, tetapi sekarang tidak ada. Saya terkadang juga dapat uang dari kunjungan masyarakat, dari uang umpan. Meski begitu, karena saya ini orangnya senang dengan penyu, entah bagaimana pun saya berusaha melaksanakan tugas konservasi.

Apa hambatan dalam melakukan konservasi penyu?

Hambatan saya adalah dana perawatan. Kalau ada saya bisa sejahtera. Wong rumah saya habis itu saya tidak ada yang membantu. Rumah saya yang rusak itu saya bangun karena dibantu oleh BRI.

Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah?

Pemerintah harus gencar memberi sosialisasi pelestarian penyu karena sekarang hampir punah. Kalau tidak kita yang melestarikan lantas siapa yang akan melakukannya. Semua pihak harus dirangkul bersamasama agar tidak ada kecemburuan sosial. Selama ini saya akui kecemburuan sosial itu masih ada. Pemerintah kurang giat dan harus terus memberi masukkan kepada masyarakat dengan cara lebih mendalam.

Erfanto linangkung
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5301 seconds (0.1#10.140)