Larung Kepala Kerbau agar Air Sawah Melimpah
A
A
A
TRENGGALEK - Kepala kerbau jantan itu sudah beberapa jam terpisah dari badannya. Namun, luka menganga akibat tebasan pedang itu masih juga bersimbah darah. Bupati Trenggalek Mulyadi WR mencengkeram tanduk sebelah kiri.
Sedangkan, tanduk kanan dalam genggaman Ny Peni Mulyadi, anggota DPRD Kabupaten Trenggalek yang juga istri sang Bupati. Panas udara kemarau panjang terasa menyengat. Sementara irama dinamis gamelan kuda lumping terus bergema keras tidak mengenal tenggat.
Di antara batuan cadas, sejumlah pemuda tampak berenang. Mereka berkecipak di Sungai Dam Bagong, Kelurahan Ngantru, Kabupaten Trenggalek, yang terkenal dalam. Sungai itu memiliki sumur alam yang konon tembus hingga Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Para pengalap berkah itu menunggu dengan tatapan mata menengadah. Jarak mereka dengan Mulyadi terpaut lebih dari 15 meter.
”Siap-siap. Siap-siap semuanya!” teriak panitia upacara adat bersih Desa Dam Bagong saat acara memperingati jasa pahlawan Ki Ageng Menak Sopal kemarin. Cairan merah kental berbau amis itu sontak tepercik berceceran saat kepala kerbau diangkat ke udara. Disaksikan ratusan warga, Mulyadi dan istri melemparnya.
Kepala kerbau yang dilarung dengan cara dilempar itu terapung-apung timbul tenggelam. Begitu muncul ke permukaan air, para pengalap berkah langsung saling menerkam, tarik-menarik berebutan. ”Sebagian warga masih meyakini air dan kepala kerbau itu bisa memberi berkah bagi kehidupan,” tutur Naim, 50, juru kunci makam kuno Ki Ageng Menak Sopal yang berjarak sekitar 50 meter dari Dam Bagong.
Siapa Ki Ageng Menak Sopal? Dalam cerita babad rakyat Trenggalek, Menak Sopal dikisahkan sebagai keturunan Raja Majapahit yang berjasa besar dalam penyebaran agama Islam di Trenggalek. Nama Menak Sopal diambil dari nama Menak Srabah, yakni murid Sunan Kalijaga yang juga suami Dewi Roro Amiswati, salah satu putri Raja Majapahit.
Menak Sopal adalah anak biologis Menak Srabah dan Dewi Roro Amiswati. Srabah memenangkan sayembara memulihkan penyakit kulit Amiswati dan dihadiahi Raja Majapahit dengan pernikahan. Secara sosiologis, nama Menak adalah gelar kebangsawanan sejenis raden yang biasa dipakai masyarakat aristokrat tanah Pasundan.
”Dewi Roro Amiswati sembuh setelah berendam di air Sungai Dam Bagong. Bagong berasal dari kata Babakan Ingkang Megung (tempat yang melimpah air),” tutur Naim. Selain penyebar Islam, di zamannya, Menak Sopal juga seorang tokoh pelestari lingkungan. Menak Sopal yang pertama kali mengenalkan manajemen sungai. Air Sungai Bagong dikelola dan menjadi sumber irigasi pertanian masyarakat petani Trenggalek.
Terobosan Menak Sopal mengubah cara produksi masyarakat agraris yang sebelumnya hanya bergantung pada air hujan. Para petani tidak pernah kekurangan air. Sebagai rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah, Menak Sopal menyembelih seekor gajah dan melarung kepalanya di Dam Bagong. ”Pada perkembangannya, gajah diganti dengan kerbau.
Setidaknya sampai hari air Dam Sungai Bagong menjadi pengairan utama sawah di lima desa, Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan,” ucapnya. Menak Sopal hidup hingga abad ke-15. Ketika meninggal dunia, Menak Sopal yang memiliki anak dan istri dengan makam di Kabupaten Pacitan itu dikebumikan bersebelahan dengan kuburan ibundanya.
Sedangkan, empat makam di kiri dan lima makam di sisi kanan kedua makam kuno itu adalah kuburan para pengawalnya. Naim menambahkan, tradisi upacara bersih desa dengan melarung kepala kerbau sejatinya tradisi masyarakat agraris.
Kearifan lokal itu dilakukan rutin setiap penanggalan Jawa, Jumat Pon, Bulan Selo. ”Pernah empat tahun berturut-turut upacara adat ini ditinggalkan. Pada 2006, Trenggalek dilanda banjir besar. Sejak itu ritual dilakukan lagi hingga sekarang,” pungkasnya.
Solichan Arif
Sedangkan, tanduk kanan dalam genggaman Ny Peni Mulyadi, anggota DPRD Kabupaten Trenggalek yang juga istri sang Bupati. Panas udara kemarau panjang terasa menyengat. Sementara irama dinamis gamelan kuda lumping terus bergema keras tidak mengenal tenggat.
Di antara batuan cadas, sejumlah pemuda tampak berenang. Mereka berkecipak di Sungai Dam Bagong, Kelurahan Ngantru, Kabupaten Trenggalek, yang terkenal dalam. Sungai itu memiliki sumur alam yang konon tembus hingga Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Para pengalap berkah itu menunggu dengan tatapan mata menengadah. Jarak mereka dengan Mulyadi terpaut lebih dari 15 meter.
”Siap-siap. Siap-siap semuanya!” teriak panitia upacara adat bersih Desa Dam Bagong saat acara memperingati jasa pahlawan Ki Ageng Menak Sopal kemarin. Cairan merah kental berbau amis itu sontak tepercik berceceran saat kepala kerbau diangkat ke udara. Disaksikan ratusan warga, Mulyadi dan istri melemparnya.
Kepala kerbau yang dilarung dengan cara dilempar itu terapung-apung timbul tenggelam. Begitu muncul ke permukaan air, para pengalap berkah langsung saling menerkam, tarik-menarik berebutan. ”Sebagian warga masih meyakini air dan kepala kerbau itu bisa memberi berkah bagi kehidupan,” tutur Naim, 50, juru kunci makam kuno Ki Ageng Menak Sopal yang berjarak sekitar 50 meter dari Dam Bagong.
Siapa Ki Ageng Menak Sopal? Dalam cerita babad rakyat Trenggalek, Menak Sopal dikisahkan sebagai keturunan Raja Majapahit yang berjasa besar dalam penyebaran agama Islam di Trenggalek. Nama Menak Sopal diambil dari nama Menak Srabah, yakni murid Sunan Kalijaga yang juga suami Dewi Roro Amiswati, salah satu putri Raja Majapahit.
Menak Sopal adalah anak biologis Menak Srabah dan Dewi Roro Amiswati. Srabah memenangkan sayembara memulihkan penyakit kulit Amiswati dan dihadiahi Raja Majapahit dengan pernikahan. Secara sosiologis, nama Menak adalah gelar kebangsawanan sejenis raden yang biasa dipakai masyarakat aristokrat tanah Pasundan.
”Dewi Roro Amiswati sembuh setelah berendam di air Sungai Dam Bagong. Bagong berasal dari kata Babakan Ingkang Megung (tempat yang melimpah air),” tutur Naim. Selain penyebar Islam, di zamannya, Menak Sopal juga seorang tokoh pelestari lingkungan. Menak Sopal yang pertama kali mengenalkan manajemen sungai. Air Sungai Bagong dikelola dan menjadi sumber irigasi pertanian masyarakat petani Trenggalek.
Terobosan Menak Sopal mengubah cara produksi masyarakat agraris yang sebelumnya hanya bergantung pada air hujan. Para petani tidak pernah kekurangan air. Sebagai rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah, Menak Sopal menyembelih seekor gajah dan melarung kepalanya di Dam Bagong. ”Pada perkembangannya, gajah diganti dengan kerbau.
Setidaknya sampai hari air Dam Sungai Bagong menjadi pengairan utama sawah di lima desa, Kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Pogalan,” ucapnya. Menak Sopal hidup hingga abad ke-15. Ketika meninggal dunia, Menak Sopal yang memiliki anak dan istri dengan makam di Kabupaten Pacitan itu dikebumikan bersebelahan dengan kuburan ibundanya.
Sedangkan, empat makam di kiri dan lima makam di sisi kanan kedua makam kuno itu adalah kuburan para pengawalnya. Naim menambahkan, tradisi upacara bersih desa dengan melarung kepala kerbau sejatinya tradisi masyarakat agraris.
Kearifan lokal itu dilakukan rutin setiap penanggalan Jawa, Jumat Pon, Bulan Selo. ”Pernah empat tahun berturut-turut upacara adat ini ditinggalkan. Pada 2006, Trenggalek dilanda banjir besar. Sejak itu ritual dilakukan lagi hingga sekarang,” pungkasnya.
Solichan Arif
(ftr)