Goda Istri Orang, Raja Jayanegara Dibunuh Tabib (Bagian-2)
A
A
A
Saat Gajah Mada masuk menjadi pasukan Bhayangkara, Kerajaan Majapahit diperintah Jayanegara yang masih belia (15). Jayanegara adalah putra sulung Raden Wijaya dengan Dara Petak putri Kerajaan Dharmasraya dari Melayu.
Sedangkan dua saudara Jayanegara yakni, Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Uri Rajadewi adalah anak Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni. Kedua putri Gayatri tersebut masing-masing menjadi penguasa daerah Kahuripan dan Daha.
Saat itu suasana Kerajaan Majapahit masih kacau. Banyak pemberontakan. Bahkan raja harus mengungsi untuk menjaga keselamatan.
Adalah seorang tokoh mahapatih Majapahit yang bermulut culas, suka mengadu domba bahkan menghasut raja. Akibatnya, banyak rekan seperjuangan Raden Wijaya yang memberontak akibat tidak puas dengan kebijakan raja.
Bahkan saat pasukan Lembu Sora akan menyerahkan diri, begitu tiba di gerbang halaman kerajaan diserang pasukan Majapahit akibat hasutan mahapatih tadi. Lembu Sora yang merupakan pengikut Raden Wijaya pun tewas.
Mahapatih tadi mengincar kedudukan Nambi yang saat itu menjabat patih. Karena kedekatannya dengan Lembu Sora, jabatan Nambi kelak akan digantikan Lembu Sora karena sama-sama pengikut Raden Wijaya.
Namun Mahapatih tadi tidak terima. Dia meminta raja menghukum mati Lembu Sora karena telah membunuh Mahisa Anabrang dan juga menewaskan Ranggalawe. Padahal, raja sudah melupakan peristiwa tersebut.
Patih Nambi yang mengendus kelicikan Mahapatih pamit kepada raja menyambangi Raja Madura Arya Wiraraja.
Tapi, Nambi tak kembali ke Majapahit. Sebaliknya Nambi dan pasukannya membuat benteng pertahanan di Pejarakan, Lumajang, bersama pasukannya. Akhirnya, Nambi diserang dan dibunuh pasukan kerajaan Majapahit.
Pemberontakan terus berlanjut saat raja dipegang Jayanegara. Puncaknya, saat terjadi pemberontakan RA Kuti yang sulit dipadamkan.
Di bawah, pimpinan Gajah Mada, Raja Jayanegara bersama 15 pengawal terpaksa mengungsi secara diam-diam pada malam hari ke Desa Badander karena keselamatan raja terancam. Seluruh kerajaan tidak tahu kecuali 15 pasukan Bhayangkara yang mengikuti raja.
Ketika seorang pengalasan atau pelayan raja minta pulang ke Majapahit, Gajah Mada tidak mengizinkan. Dikhawatirkan mereka akan membocorkan lokasi persembunyian raja hingga pasukan RA Kuti bisa menyerangnya.
Bagi pengalasan yang nekad pulang ke Majapahit tersebut, akhirnya dibunuh Gajah Mada. Setelah lima hari mengungsi, Gajah Mada minta izin raja untuk mengecek situasi Kerajaan.
Saat bertemu amancanagara atau pejabat tinggi kerajaan, mereka bertanya soal keberadaan raja Jayanegara. Oleh Gajah Mada dijawab sudah tewas diserang pasukan RA Kuti. Maka, pecah lah tangis mereka.
"Diam lah, tidakkah tuan-tuan menghendaki RA Kuti sebagai raja? " tanya Gajah Mada seperti dikutip dalam buku 'Biografi Politik Gajah Mada’ karangan Agus Aris Munandar.
Tapi, mereka menjawab Kuti bukan lah raja yang mereka sembah. Mendapat jawaban itu, Gajah Mada mengaku bahwa raja masih hidup di Desa Badander dan dia meminta bantuan pejabat tinggi kerajaan untuk mengalahkan RA Kuti.
Sayang dalam Pararaton tidak dijelaskan, bagaimana siasat Gajah Mada dalam menewaskan RA Kuti. Setelah itu kerajaan Majapahit berangsur aman.
Setelah itu raja menyadari kelicikan dan hasutan Mahapatih. Menurut Pararaton raja pun memerintahkan menangkap Mahapatih dan dibunuh dengan cara cineleng-celeng, mungkin ditafsirkan seperti memburu celeng atau babi hutan.
Sejak itu Kerajaan Majapahit berangsur aman. Hubungan dengan China dan negara lain dilakukan. Itu terlihat dari berbagai prasasti yang menceritakan hubungan Majapahit dengan negara lain saat itu.
Raja Jayanagera diketahui meninggal 1328 yang dibunuh Tanca seorang Dharmaputra yang bertindak sebagai tabib istana. Hal itu dijabarkan secara jelas dalam serat Pararaton.
"Istri Tanca menyiarkan berita, bahwa dia diperlakukan tidak baik oleh raja. Tanca pun dituntut Gajah Mada. Kebetulan Raja Jayanegara menderita sakit bengkak, tak dapat pergi keluar.
Tanca mendapatkan perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji. Dia pun menghadap raja di tempat tidur.
Raja ditusuk dengan taji Tanca. Satu, dua kali tapi tidak mempan. Raja lalu diminta jimatnya, dan meletakkan di tempat tidur.
Baru setelah itu tusukan taji mempan. Tanca menusukan berulang kali hingga raja tewas di tempat tidur. Tanca segera dibunuh Gajah Mada. Maka, mati lah Tanca,’’ (Padmopuspita, 1966,: 82-3).
Menurut kitab Babad Dalem dari Bali, kematian raja Jayanegara atau Kala Gemet sebenarnya sudah dirancang Gajah Mada.
Sang Patih sering kali mendapat laporan bahwa raja suka menganggu dan berhubungan dengan perempuan-perempuan yang telah bersuami.
Perbuatan itu merupakan nista. Dalam kitab Kutaramanawadharmasastra Majapahit menyatakan, bahwa hukuman bagi orang yang mengganggu perempuan yang bersuami sangat berat.
Bagaimana kelanjutan cerita pagi besok, ikuti kisahnya dengan judul Gajah Mada Klaim Majapahit Pewaris Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara.
Sedangkan dua saudara Jayanegara yakni, Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Uri Rajadewi adalah anak Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni. Kedua putri Gayatri tersebut masing-masing menjadi penguasa daerah Kahuripan dan Daha.
Saat itu suasana Kerajaan Majapahit masih kacau. Banyak pemberontakan. Bahkan raja harus mengungsi untuk menjaga keselamatan.
Adalah seorang tokoh mahapatih Majapahit yang bermulut culas, suka mengadu domba bahkan menghasut raja. Akibatnya, banyak rekan seperjuangan Raden Wijaya yang memberontak akibat tidak puas dengan kebijakan raja.
Bahkan saat pasukan Lembu Sora akan menyerahkan diri, begitu tiba di gerbang halaman kerajaan diserang pasukan Majapahit akibat hasutan mahapatih tadi. Lembu Sora yang merupakan pengikut Raden Wijaya pun tewas.
Mahapatih tadi mengincar kedudukan Nambi yang saat itu menjabat patih. Karena kedekatannya dengan Lembu Sora, jabatan Nambi kelak akan digantikan Lembu Sora karena sama-sama pengikut Raden Wijaya.
Namun Mahapatih tadi tidak terima. Dia meminta raja menghukum mati Lembu Sora karena telah membunuh Mahisa Anabrang dan juga menewaskan Ranggalawe. Padahal, raja sudah melupakan peristiwa tersebut.
Patih Nambi yang mengendus kelicikan Mahapatih pamit kepada raja menyambangi Raja Madura Arya Wiraraja.
Tapi, Nambi tak kembali ke Majapahit. Sebaliknya Nambi dan pasukannya membuat benteng pertahanan di Pejarakan, Lumajang, bersama pasukannya. Akhirnya, Nambi diserang dan dibunuh pasukan kerajaan Majapahit.
Pemberontakan terus berlanjut saat raja dipegang Jayanegara. Puncaknya, saat terjadi pemberontakan RA Kuti yang sulit dipadamkan.
Di bawah, pimpinan Gajah Mada, Raja Jayanegara bersama 15 pengawal terpaksa mengungsi secara diam-diam pada malam hari ke Desa Badander karena keselamatan raja terancam. Seluruh kerajaan tidak tahu kecuali 15 pasukan Bhayangkara yang mengikuti raja.
Ketika seorang pengalasan atau pelayan raja minta pulang ke Majapahit, Gajah Mada tidak mengizinkan. Dikhawatirkan mereka akan membocorkan lokasi persembunyian raja hingga pasukan RA Kuti bisa menyerangnya.
Bagi pengalasan yang nekad pulang ke Majapahit tersebut, akhirnya dibunuh Gajah Mada. Setelah lima hari mengungsi, Gajah Mada minta izin raja untuk mengecek situasi Kerajaan.
Saat bertemu amancanagara atau pejabat tinggi kerajaan, mereka bertanya soal keberadaan raja Jayanegara. Oleh Gajah Mada dijawab sudah tewas diserang pasukan RA Kuti. Maka, pecah lah tangis mereka.
"Diam lah, tidakkah tuan-tuan menghendaki RA Kuti sebagai raja? " tanya Gajah Mada seperti dikutip dalam buku 'Biografi Politik Gajah Mada’ karangan Agus Aris Munandar.
Tapi, mereka menjawab Kuti bukan lah raja yang mereka sembah. Mendapat jawaban itu, Gajah Mada mengaku bahwa raja masih hidup di Desa Badander dan dia meminta bantuan pejabat tinggi kerajaan untuk mengalahkan RA Kuti.
Sayang dalam Pararaton tidak dijelaskan, bagaimana siasat Gajah Mada dalam menewaskan RA Kuti. Setelah itu kerajaan Majapahit berangsur aman.
Setelah itu raja menyadari kelicikan dan hasutan Mahapatih. Menurut Pararaton raja pun memerintahkan menangkap Mahapatih dan dibunuh dengan cara cineleng-celeng, mungkin ditafsirkan seperti memburu celeng atau babi hutan.
Sejak itu Kerajaan Majapahit berangsur aman. Hubungan dengan China dan negara lain dilakukan. Itu terlihat dari berbagai prasasti yang menceritakan hubungan Majapahit dengan negara lain saat itu.
Raja Jayanagera diketahui meninggal 1328 yang dibunuh Tanca seorang Dharmaputra yang bertindak sebagai tabib istana. Hal itu dijabarkan secara jelas dalam serat Pararaton.
"Istri Tanca menyiarkan berita, bahwa dia diperlakukan tidak baik oleh raja. Tanca pun dituntut Gajah Mada. Kebetulan Raja Jayanegara menderita sakit bengkak, tak dapat pergi keluar.
Tanca mendapatkan perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji. Dia pun menghadap raja di tempat tidur.
Raja ditusuk dengan taji Tanca. Satu, dua kali tapi tidak mempan. Raja lalu diminta jimatnya, dan meletakkan di tempat tidur.
Baru setelah itu tusukan taji mempan. Tanca menusukan berulang kali hingga raja tewas di tempat tidur. Tanca segera dibunuh Gajah Mada. Maka, mati lah Tanca,’’ (Padmopuspita, 1966,: 82-3).
Menurut kitab Babad Dalem dari Bali, kematian raja Jayanegara atau Kala Gemet sebenarnya sudah dirancang Gajah Mada.
Sang Patih sering kali mendapat laporan bahwa raja suka menganggu dan berhubungan dengan perempuan-perempuan yang telah bersuami.
Perbuatan itu merupakan nista. Dalam kitab Kutaramanawadharmasastra Majapahit menyatakan, bahwa hukuman bagi orang yang mengganggu perempuan yang bersuami sangat berat.
Bagaimana kelanjutan cerita pagi besok, ikuti kisahnya dengan judul Gajah Mada Klaim Majapahit Pewaris Kerajaan-kerajaan Besar di Nusantara.
(sms)