Mahasiswa UISU Sandera Mobil Rektor
A
A
A
MEDAN - Unjuk rasa mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang menuntut ijazah diwarnai penyanderaan mobil milik Rektor UISU Mhd Asaad di Kampus UISU Jalan Karya Bakti Medan, Kamis (10/9).
Tidakhanyamenyandera mobilToyota Innova berwarna hitam dengan nomor pelat BK 1175 OS, mahasiswa juga mengeborkan keempat ban mobil itu. Selain itu, mobil juga ditempeli spanduk dari kain putih bertulis“Mobil ini Disita Mahasiswa”.
Diatap mobil itu terlihat kardus dan di kapnya ada ban bekas sepeda motor. Mobil yang terlihat berdebu itu juga dilemparilumpur, namunkondisinya terlihat mulus dan tidak ada yang penyok. Aksi tersebut juga diwarnai dengan pembakaran ban bekas di pelataran parkir kampus itu. Koordinator Aksi Pergerakan Dokter Indonesia (PDI) Sumut, Rony Kurniawan mengatakan, aksi tersebut mereka lakukan karena ijazah mahasiswa FK UISU tak kunjung dikeluarkan pihak kampus.
Mereka juga kecewa karena audiensi dengan rektor tidak terlaksana. “Alasan pihak rektorat, ada surat edaran jika mereka mengeluarkan ijazah kami akan disanksi. Padahal tuntutan kami ini berdasarkan UU, setiap menyelesaikan pendidikan profesi, kami akan dapat ijazah,” ujarnya.
Menurutnya, aksi tersebut tidak hanya dilakukan pihaknya. Saat ini ada 44 fakultas kedokteran di Indonesia sedang bergerak menyuarakan tuntutan sejenis. “Kami bukan mahasiswa lagi, kami sudah menjadi dokter karena kami telah lulus 8 Juli 2014 dan telah menyelesaikan pendidikan kedokteran, baik akademikdanprofesi. Harusnya kami sudah dapat ijazah,” ungkapnya.
Pelaksanaan Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD ) menurutnya, tidak layak diberikan kepada mereka. Apalagi pembiayaan yang sebenarnya harus Rp1 juta, namun ternyata bisa Rp3 juta- Rp9 juta. “Ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi, bukan untuk mendapatkan ijazah,” katanya. Pelaksanaan UKMPPD oleh Dikti tersebut seakan-akan menggiring para dokter mengikuti ujian lagi seperti mahasiswa.
“Padahal ijazah harus diterima dulu, kami ingin penyelenggaraan UKMPPD ini dihapuskan karena tidak seusai undang-undang.” “Ujian Kompetensi Dokter (UKD) harus diserahkan kembali pada organisasi profesi dokter sesuai UU tentang Praktik Kedokteran tahun 2004. Kami ingin peraturan Dikti per 8 Juli 2014 dan surat edaran Dikti tanggal 4 Maret 2015 yang mengharuskan setiap lulusan dokter mengikuti ujian kompetensi mahasiswa harus dicabut. UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013 khususnya pasal 36 direvisi karena rancu,” ungkapnya.
Tidak hanya aksi itu, pihaknya akan berupaya berkomunikasi dengan dekanat dan rektorat UISU hingga menyampaikan petisi dan bertemu langsung dengan Presiden RI, Joko Widodo. “Kami juga mendesak DPR untuk mengamandemen kembali UU tersebut. Dan berupaya bisa ketemu langsung denganpakpresidenagarinibisa ditindaklanjuti,” ungkapnya. Sayangnya, Dekan FK UISU Aswin Soefi Lubis yang berusaha dikonfirmasi KORAN SINDO MEDAN terkait hal ini tidak memberikan jawaban.
Telepon danpesansingkat(SMS) yangditujukankenomorteleponseluler miliknya tidak merespons. Sebelumnya, PDI Sumut juga menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (24/8/ lalu. Ketua Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan yang menyambut aksi itu, mengaku telah menampung seluruh aspirasi PDI dan berjanji akan mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dikti, IDI, Dinas Kesehatan, dan dekan fakultas kedokteran seluruh perguruan tinggi di Sumut.
Menanggapi tuntutan mahasiswa tersebut, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah I Sumut akan menyampaikan aspirasi mahasiswa ke Ditjen Dikti. Namun, Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Dian Armanto mengatakan, UKMPPD tetap berjalan. “Aturan tetap aturan, harus dipatuhi. Mau jadi dokter harus uji kompetensi dulu,” ungkapnya. Terkait ijazah yang menjadi tuntutan mahasiswa menurutnya tidak ada di pendidikan profesi seperti dokter.
“Ijazah kalau di pendidikan profesi itu tidak ada, yang ada sertifikat. Yang ada ijazah itu pendidikan fokasi dan akademis. Untuk pendidikan profesi yang ada sertifikat dan kartu tanda registrasi dokter,” ungkap Dian.
Syukri amal
Tidakhanyamenyandera mobilToyota Innova berwarna hitam dengan nomor pelat BK 1175 OS, mahasiswa juga mengeborkan keempat ban mobil itu. Selain itu, mobil juga ditempeli spanduk dari kain putih bertulis“Mobil ini Disita Mahasiswa”.
Diatap mobil itu terlihat kardus dan di kapnya ada ban bekas sepeda motor. Mobil yang terlihat berdebu itu juga dilemparilumpur, namunkondisinya terlihat mulus dan tidak ada yang penyok. Aksi tersebut juga diwarnai dengan pembakaran ban bekas di pelataran parkir kampus itu. Koordinator Aksi Pergerakan Dokter Indonesia (PDI) Sumut, Rony Kurniawan mengatakan, aksi tersebut mereka lakukan karena ijazah mahasiswa FK UISU tak kunjung dikeluarkan pihak kampus.
Mereka juga kecewa karena audiensi dengan rektor tidak terlaksana. “Alasan pihak rektorat, ada surat edaran jika mereka mengeluarkan ijazah kami akan disanksi. Padahal tuntutan kami ini berdasarkan UU, setiap menyelesaikan pendidikan profesi, kami akan dapat ijazah,” ujarnya.
Menurutnya, aksi tersebut tidak hanya dilakukan pihaknya. Saat ini ada 44 fakultas kedokteran di Indonesia sedang bergerak menyuarakan tuntutan sejenis. “Kami bukan mahasiswa lagi, kami sudah menjadi dokter karena kami telah lulus 8 Juli 2014 dan telah menyelesaikan pendidikan kedokteran, baik akademikdanprofesi. Harusnya kami sudah dapat ijazah,” ungkapnya.
Pelaksanaan Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD ) menurutnya, tidak layak diberikan kepada mereka. Apalagi pembiayaan yang sebenarnya harus Rp1 juta, namun ternyata bisa Rp3 juta- Rp9 juta. “Ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi, bukan untuk mendapatkan ijazah,” katanya. Pelaksanaan UKMPPD oleh Dikti tersebut seakan-akan menggiring para dokter mengikuti ujian lagi seperti mahasiswa.
“Padahal ijazah harus diterima dulu, kami ingin penyelenggaraan UKMPPD ini dihapuskan karena tidak seusai undang-undang.” “Ujian Kompetensi Dokter (UKD) harus diserahkan kembali pada organisasi profesi dokter sesuai UU tentang Praktik Kedokteran tahun 2004. Kami ingin peraturan Dikti per 8 Juli 2014 dan surat edaran Dikti tanggal 4 Maret 2015 yang mengharuskan setiap lulusan dokter mengikuti ujian kompetensi mahasiswa harus dicabut. UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013 khususnya pasal 36 direvisi karena rancu,” ungkapnya.
Tidak hanya aksi itu, pihaknya akan berupaya berkomunikasi dengan dekanat dan rektorat UISU hingga menyampaikan petisi dan bertemu langsung dengan Presiden RI, Joko Widodo. “Kami juga mendesak DPR untuk mengamandemen kembali UU tersebut. Dan berupaya bisa ketemu langsung denganpakpresidenagarinibisa ditindaklanjuti,” ungkapnya. Sayangnya, Dekan FK UISU Aswin Soefi Lubis yang berusaha dikonfirmasi KORAN SINDO MEDAN terkait hal ini tidak memberikan jawaban.
Telepon danpesansingkat(SMS) yangditujukankenomorteleponseluler miliknya tidak merespons. Sebelumnya, PDI Sumut juga menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (24/8/ lalu. Ketua Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan yang menyambut aksi itu, mengaku telah menampung seluruh aspirasi PDI dan berjanji akan mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dikti, IDI, Dinas Kesehatan, dan dekan fakultas kedokteran seluruh perguruan tinggi di Sumut.
Menanggapi tuntutan mahasiswa tersebut, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah I Sumut akan menyampaikan aspirasi mahasiswa ke Ditjen Dikti. Namun, Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Dian Armanto mengatakan, UKMPPD tetap berjalan. “Aturan tetap aturan, harus dipatuhi. Mau jadi dokter harus uji kompetensi dulu,” ungkapnya. Terkait ijazah yang menjadi tuntutan mahasiswa menurutnya tidak ada di pendidikan profesi seperti dokter.
“Ijazah kalau di pendidikan profesi itu tidak ada, yang ada sertifikat. Yang ada ijazah itu pendidikan fokasi dan akademis. Untuk pendidikan profesi yang ada sertifikat dan kartu tanda registrasi dokter,” ungkap Dian.
Syukri amal
(ars)