Harga Anjlok, Petani Tembakau Menjerit
A
A
A
JEMBER - Sejumlah petani tembakau dari berbagai kecamatan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Petani Tembakau Jember (AMPTJ) mendatangi Gedung DPRD Jember, kemarin.
Mereka mempertanyakan nasib tembakau rakyat yang tidak laku. Namun, karena tidak bisa menemui para wakil rakyat, mereka marah kemudian membakar tembakau yang tidak laku di halaman DPRD Jember. Petani hanya ingin aspirasinya didengar wakil rakyat di Gedung Kalimantan 86 Jember itu.
Tetapi setelah menunggu beberapa lama, ternyata mereka tidak bertemu dengan satu wakilnya sehingga membuat geram. “Kami ke sini mengadukan nasib kami karena masa panen tembakau sudah tiba, namun pabrikan tidak mau membeli tembakau,” ujar Hendro Handokom, koordinator aksi AMPTJ.
Alasan pabrikan tidak menerima tembakau petani karena terkena abu Raung sehingga semua tutup. Hendro mengatakan, aksi pembakaran tembakau ini merupakan bentuk kekecewaan mereka atas tidak lakunya tembakau rakyat. Menurutnya, petani tembakau terpuruk karena sebelumnya harga jual tembakau tahun lalu juga menurun.
Ditambah dengan tahun ini tembakau tidak bisa dijual ke sejumlah pabrikan, petani dipastikan rugi besar. “Untuk biaya memetik dan merawat setelah panen saja tidak cukup. Belum lagi ditambah benih, pupuk, dan sebagainya,” katanya.
Dia menyebutkan, untuk tembakau jenis rajangan hanya dihargai Rp5.000-10.000 per kilogram (kg). Padahal tahun lalu bisa mencapai Rp40.000-50.000 per kg. Sementara untuk tembakau jenis kasturi dihargai Rp1 juta per kuintal. Padahal tahun lalu bisa mencapai Rp4 juta-5 juta per kuintal. Mereka menganggap harga jual yang ditawarkan pabrikan kepada petani sebagai harga pelecehan.
Dia menyayangkan sikap pemerintah kabupaten (pemkab) yang kurang tanggap dalam menyelesaikan masalah petani ini. Dia mendesak agar dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) di Kabupaten Jember bisa dimaksimalkan untuk kepentingan petani. “Jangan sampai hasil dari tembakaunya (DBHCT) mau, tapi petaninya mau dibunuh. Apalagi anggarannya mencapai Rp70 miliar tahun ini. Mana dampaknya untuk kami,” katanya.
Pihaknya mendesak Pemkab dan DPRD Jember bisa memfasilitasi serta memberikan solusi agar tembakau petani bisa terserap di pabrikan. Kalau tembakau para petani tidak bisa terjual dan tidak ada kebijakan yang dibuat Pemkab dan DPRD Jember atas persoalan itu, Hendro menegaskan, sejumlah petani tembakau mengancam akan membakar tanaman tembakau itu beramai- ramai di jalan raya.
Sementara anggota Fraksi PKB DPRD Jember, Hafidi, mengaku sudah menerima aspirasi para petani tembakau yang kesulitan menjual tembakaunya ke pabrikan akibat abu vulkanis Gunung Raung. “Kami akan teruskan aspirasi itu kepada anggota FKB di Komisi B yang membidangi masalah pertanian dan perkebunan,” katanya.
Setelah mendatangi Gedung DPRD Jember, belasan petani tembakau bergeser menuju ke Dinas Perkebunan dan Kehutanan Jember untuk menyampaikan aspirasi serupa.
P juliatmoko
Mereka mempertanyakan nasib tembakau rakyat yang tidak laku. Namun, karena tidak bisa menemui para wakil rakyat, mereka marah kemudian membakar tembakau yang tidak laku di halaman DPRD Jember. Petani hanya ingin aspirasinya didengar wakil rakyat di Gedung Kalimantan 86 Jember itu.
Tetapi setelah menunggu beberapa lama, ternyata mereka tidak bertemu dengan satu wakilnya sehingga membuat geram. “Kami ke sini mengadukan nasib kami karena masa panen tembakau sudah tiba, namun pabrikan tidak mau membeli tembakau,” ujar Hendro Handokom, koordinator aksi AMPTJ.
Alasan pabrikan tidak menerima tembakau petani karena terkena abu Raung sehingga semua tutup. Hendro mengatakan, aksi pembakaran tembakau ini merupakan bentuk kekecewaan mereka atas tidak lakunya tembakau rakyat. Menurutnya, petani tembakau terpuruk karena sebelumnya harga jual tembakau tahun lalu juga menurun.
Ditambah dengan tahun ini tembakau tidak bisa dijual ke sejumlah pabrikan, petani dipastikan rugi besar. “Untuk biaya memetik dan merawat setelah panen saja tidak cukup. Belum lagi ditambah benih, pupuk, dan sebagainya,” katanya.
Dia menyebutkan, untuk tembakau jenis rajangan hanya dihargai Rp5.000-10.000 per kilogram (kg). Padahal tahun lalu bisa mencapai Rp40.000-50.000 per kg. Sementara untuk tembakau jenis kasturi dihargai Rp1 juta per kuintal. Padahal tahun lalu bisa mencapai Rp4 juta-5 juta per kuintal. Mereka menganggap harga jual yang ditawarkan pabrikan kepada petani sebagai harga pelecehan.
Dia menyayangkan sikap pemerintah kabupaten (pemkab) yang kurang tanggap dalam menyelesaikan masalah petani ini. Dia mendesak agar dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) di Kabupaten Jember bisa dimaksimalkan untuk kepentingan petani. “Jangan sampai hasil dari tembakaunya (DBHCT) mau, tapi petaninya mau dibunuh. Apalagi anggarannya mencapai Rp70 miliar tahun ini. Mana dampaknya untuk kami,” katanya.
Pihaknya mendesak Pemkab dan DPRD Jember bisa memfasilitasi serta memberikan solusi agar tembakau petani bisa terserap di pabrikan. Kalau tembakau para petani tidak bisa terjual dan tidak ada kebijakan yang dibuat Pemkab dan DPRD Jember atas persoalan itu, Hendro menegaskan, sejumlah petani tembakau mengancam akan membakar tanaman tembakau itu beramai- ramai di jalan raya.
Sementara anggota Fraksi PKB DPRD Jember, Hafidi, mengaku sudah menerima aspirasi para petani tembakau yang kesulitan menjual tembakaunya ke pabrikan akibat abu vulkanis Gunung Raung. “Kami akan teruskan aspirasi itu kepada anggota FKB di Komisi B yang membidangi masalah pertanian dan perkebunan,” katanya.
Setelah mendatangi Gedung DPRD Jember, belasan petani tembakau bergeser menuju ke Dinas Perkebunan dan Kehutanan Jember untuk menyampaikan aspirasi serupa.
P juliatmoko
(ftr)