Banding Florence Sihombing Ditolak Pengadilan Tinggi Yogyakarta

Minggu, 23 Agustus 2015 - 07:00 WIB
Banding Florence Sihombing Ditolak Pengadilan Tinggi Yogyakarta
Banding Florence Sihombing Ditolak Pengadilan Tinggi Yogyakarta
A A A
YOGYAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta menguatkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta terhadap Florence Saulina Sihombing (Flo) terkait kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus itu sempat menghebohkan publik karena berisi konten penghinaan kepada warga Yogyakarta.

"Pada pokoknya putusan Pengadilan Tinggi menguatkan vonis peradilan tingkat pertama (PN)," kata Humas PN Yogyakarta Ikhwan Hendrato, Sabtu (22/8/2015).

Putusan PT itu setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Flo masing-masing mengajukan banding atas vonis PN. Diketahui, pada Maret lalu majelis hakim PN Yogyakarta yang dipimpin oleh Hakim Ketua Bambang Sunanto memvonis Flo hukuman pidana dua bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan, dan diwajibkan membayar denda Rp10 juta subsidair satu bulan kurungan. (Baca juga: Divonis Bersalah, Florence Sihombing Menangis)

"Putusan banding kuatkan hukuman pidana dua bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan tetap. Tapi hukuman membayar denda Rp10 juta subsidair satu bulan kurungan dihapuskan," jelas Ikhwan.

Saat itu hakim menilai Flo terbukti dengan sengaja mendistribusikan informasi melalui media elektronik yang berisi kalimat penghinaan dan pencemaran nama baik warga Yogyakarta. Flo terbukti melanggar Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Pertimbangan hakim PN berdasar fakta di persidangan menilai status Flo yang diunggah di akun Path miliknya pada Agustus 2014 yang di antaranya berisi kalimat 'Jogja Miskin, Tolol, dan Tak Berbudaya. Teman-teman Jakarta dan Bandung jangan mau tinggal di Jogja. Orang Jogja Bangsat, diskriminasi, emangnya aku gak bisa bayar apa, aku kesel' terbukti menghina warga Yogyakarta.

Pembelaan Flo melalui nota pleidoi juga ditolak oleh hakim. Majelis hakim dengan tegas menyatakan Path adalah media publik. Sehingga status Flo bisa diakses dan dilihat oleh orang banyak. Alat bukti yang diajukan di persidangan berupa print capture status Path Flo juga layak dan bisa diterima sebagai alat bukti di persidangan.

Selain itu, latar belakang Flo yang bergelar sarjana hukum dari UGM seharusnya lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial elektronik. Keberadaan UU ITE sebagai pembatas agar media sosial elektronik dipakai untuk mempererat persatuan keberagaman kultur budaya Indonesia, bukan sebagai media provokasi atau candaan.

"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa telah meresahkan dan menjadi polemik warga Yogyakarta. Hal yang meringankan terdakwa akui perbuatannya dan telah minta maaf kepada warga Yogyakarta melalui Path dan minta maaf ke Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwana X," kata hakim Bambang saat membacakan pertimbangannya saat itu.

JPU mengajukan banding karena vonis PN lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp10 juta subsidair tiga bulan. Sedangkan Flo juga mengajukan banding karena merasa keberatan atas vonis PN.

"Salinan putusan tingkat banding telah turun dan kami terima awal bulan ini. Pihak jaksa dan Flo juga telah menerimanya," kata Ikhwan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3568 seconds (0.1#10.140)