Berjamaah Selamatkan Kalimas

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 10:52 WIB
Berjamaah Selamatkan Kalimas
Berjamaah Selamatkan Kalimas
A A A
Kalimas merupakan harta warisan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup generasi ke depan. Menyelamatkan Kalimas seperti mempertahankan kehidupan di Kota Pahlawan. Gerakan berjamaah untuk menyelamatkan Kalimas dari berbagai pihak menentukan arah kehidupan warga menjadi lebih baik dan berkualitas.

Kalimas tidak hanya menjadi sungai yang mengatur debit air yang masuk ke jantung Kota Surabaya. Keberadaannya pun menjadi urat nadi pasokan air bersih yang dijadikan bahan baku air yang masuk ke rumah- rumah warga. Selama Kalimas terjaga, Surabaya tidak akan banjir dan konsumsi air bersih masih bisa diberikan secara berkelanjutan ke rumah-rumah warga.

Dalam beberapa tahun terakhir, upaya berjamaah yang dilakukan warga, pemerintah kota, serta aktivis lingkungan dalam menyelamatkan Kalimas memberikan dampak yang berarti bagi kualitas air dan lingkungan di sekitar sungai. Limbah domestik yang selama ini menjadi ancaman masih terus bisa direduksi.

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Timur, limbah domestik yang masuk ke Kalimas berasal dari 6.170 rumah warga. Pembuangan limbah itu berasal dari bangunan yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya. Sebanyak 74 IPAL pun digerakkan untuk mereduksi limbah tersebut.

Ditambah, WCWC terapung di Kali Surabaya juga harus diubah dengan mendirikan WC umum yang pembuangannya tidak langsung ke Kalimas. Selama ini limbah domestik menyumbang 60% pencemaran di Kali Surabaya, sedangkan sisanya 40% merupakan limbah perusahaan.

BLH juga gencar melakukan patroli air untuk mengingatkan perusahaan yang berpotensi membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Berbagai sanksi juga diberikan. Seperti sanksi pada pabrik gula Gempol Krep, yang pada 26 Mei 2012 diketahui membuang limbahnya ke Sungai Surabaya yang langsung diberi sanksi penghentian produksi dan dalam proses pemberian sanksi di jalur hukum.

Bangunan liar di sepanjang bantaran sungai secara perlahan terus ditertibkan. Mereka direlokasi ke rumah susun (rusun) yang kondisi lingkungannya lebih bersih. Plengsengan pun berhasil dibuat dengan kokoh di sepanjang bantaran Kalimas. Di sisi Jagir dan Ngagel, misalnya, warga secara sukarela membersihkan sungai.

Kegiatan gotong royong yang dilakukan tiap Minggu memberikan kepedulian baru bagi warga tentang pentingnya sungai. Pemandangan yang ada tiap hari hanyalah para pemancing yang meluapkan hobinya dengan bebas di sungai untuk mencari ikan. Deretan kail saling beradu untuk menarik minat ikan di sungai yang bersih. “Kalau dulu nggak bisa memancing seperti ini di bantaran. Paling-paling spot memancing hanya di jembatan saja,” ujar Mursidi, salah satu pemancing di Jagir.

Bapak tiga anak itu menambahkan, beberapa tahun lalu banyak bangunan semipermanen di bantaran sungai. Sejak ditertibkan, sungai terlihat lebih lebar dan bersih. Ikan yang diperoleh ketika memancing juga lebih banyak. “Ini saja sudah dapat ikan 2 kg. Kebanyakan sih ikan nila,” katanya.

Direktur Lembaga Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation Wesland Conservation (Ecoton) Surabaya Prigi Arisandi menuturkan, butuh kerja sama berbagai pihak untuk menyelamatkan Kalimas. Gerakan bersama yang bertujuan menjaga habitat ikan, lingkungan, serta kualitas air yang bersih bisa terus dilakukan, jangan sampai Kalimas menjadi WC umum raksasa.

“Coba bayangkan, 75,5 ton limbah domestik yang di dalamnya juga ada tinja menggelontor tiap hari ke Kali Surabaya. Ini yang perlahan dikurangi untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan air yang bersih,” tandas dia. Limbah domestik diperparah 582 WC terapung di kawasan Sidoarjo dan 700 WC terapung di kawasan Surabaya. “Saat musim kemarau lebih parah kondisi airnya karena tak ada gelontoran air hujan,” sambungnya.

Adanya pembiaran terhadap tindak pencemaran di Kali Surabaya menyebabkan dampak sistemik terhadap salah satu mata rantai penting di perairan Kota Pahlawan. Kali Surabaya yang menjadi habitat ikan, sekaligus bahan baku air minum, terkontaminasi bahanbahan esterogenik yang berasal dari effluent industri, limbah domestik, dan pestisida.

Prigi juga menjelaskan, saat ini kadar senyawa esterogenik BPA, EE, dan PE jauh di atas kadar normal yang ada di banyak negara. Pengaruh senyawa estrogenik dalam rupa hambatan terhadap proses meiosis gametogenesis perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah. Perhatian khusus ini diperlukan mengingat pengaruhnya terhadap reproduksi ikan rengkik pada jangka panjang.

“Hambatan meiosis pada gametogenesis dapat berkembang menjadi perubahan rasio seks yang berujung pada kepunahan ikan rengkik,” ujarnya. Saat ini, katanya, perlu monitoring senyawa estrogenik terhadap pembuangan limbah, baik limbah domestik maupun industri, yang terdapat di sepanjang Kali Surabaya.

Monitoring limbah yang mengandung senyawa estrogenik perlu dilakukan secara berkelanjutan dan memperluas jenis senyawa estrogenik yang diamati. Hal ini bertujuan menghindari adanya senyawa estrogenik yang belum terdeteksi pada limbah.

Selain itu, katanya, penetapan baku mutu pembuangan limbah yang mengandung senyawa estrogenik harus segera dilakukan, mengingat besarnya gangguan senyawa estrogenik terhadap reproduksi ikan. Pihaknya bersama para aktivis lingkungan juga kerap melakukan susur Kalimas untuk memantau kualitas air dan habitat ikan di dalamnya.

Dia menjelaskan, saat ini masih perlu relokasi warga yang tinggal di bantaran Kalimas. Besarnya jumlah warga yang hidup di bantaran sungai perlu menjadi perhatian karena salah satu sumber senyawa estrogenik berasal dari pil KB yang diekskresikan melalui urine.

Pengurangan terhadap masukan senyawa estrogenik yang berasal dari limbah domestik harus sesegera mungkin dilakukan. Hilangnya habitat satwa di air juga disebabkan banyaknya bangunan baru di Surabaya yang tidak peduli pada lingkungan. Jadi, fungsi sungai hilang karena keberadaan bangunan dan pembuangan limbah.

Pentingnya Kalimas di Surabaya memang begitu terasa dalam produksi air bersih. Konsumsi air warga Kota Surabaya dalam sehari saja diperkirakan mencapai 180 liter. Angka ini dianggap jauh di atas normal warga kota metro yang rata-rata volumenya sekitar 140 liter per hari.

Selama ini pasokan air PDAM Surya Sembada didapat dari air permukaan yang disuplai Perum Jasa Tirta. Total pasokan mencapai 97%. Sisanya 3% dari mata air Umbulan Pasuruan.

Direktur Utama PDAM Surya Sembada Ashari Mardiono mengatakan, selama setahun saja, total konsumsi air sebanyak 214 juta meter kubik (m3). Hitungan ini berdasarkan jumlah pelanggan PDAM saat ini sebanyak 525.609 pelanggan atau 92,52% dari total penduduk Surabaya. Konsumsi air sebanyak 214 juta m3 itu meningkat 10% tiap tahun.

Bahan air PDAM sendiri berasal dari air Kalimas. Sayangnya, jumlahnya hanya 300 m3 per detik. Sedangkan, debit air yang berasal dari luar kota mencapai 800-1.000 kubik per detik. Dalam setiap tahunnya jumlah kebutuhan kapasitas air di Surabaya bertambah.

Aan haryono
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6960 seconds (0.1#10.140)