Kekeringan, Warga Maros Manfaatkan Air Kotor dan Asin
A
A
A
MAROS - Terkena dampak kekeringan, warga Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa, Maros, Sulawesi Selatan, terpaksa menggunakan air sisa tambak yang kotor dan asin untuk hidup sehari-hari.
Krisis air bersih itu dialami ratusan warga dari empat dusun di Desa Ampekale, berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Maros, sejak dua bulan terakhir.
Daeng Hutbah, warga Dusun Mangarabombang terpaksa menggunakan sisa air tambak yang mengering untuk kebutuhan sehari-harinya meski air tersebut kotor dan asin. Hal ini lantaran sumur besar yang dibuat oleh warga setempat untuk menampung air hujan sudah kering kerontang.
Minggu (2/8/2015) ini, Daeng Hutbah yang sehari-harinya bekerja sebagai perajut jala untuk nelayan dan penambak ini harus menempuh jarak yang cukup jauh hanya untuk mengambil beberapa liter air yang akan digunakan untuk mencuci piring dan kebutuhan lainnya.
Dengan tertatih-tatih, lelaki yang berumur 56 tahun ini memikul dua jeriken berisi 20 liter air kotor dan asin untuk menghemat pengeluaran uang belanjaan sehari-harinya yang tidak cukup untuk membeli kebutuhan air bersih.
Sehingga, untuk keperluan cuci piring dan kebutuhan yang tidak mendasar lainnya terpaksa harus menggunakan air bekas tambak ini.
Sementara, untuk keperluan minum dan memasak, ibu-ibu rumah tangga di dusun ini harus berjalan ke dusun tetangga yang berjarak cukup jauh. Mereka lalu menaruh jeriken berisikan 10 liter air di atas kepala. Demi satu jeriken berisi 20 liter air, warga harus membeli dengan harga Rp5 ribu.
Meski pemerintah setempat sudah sering memberikan bantuan air bersih melalui mobil tangki pemadam kebakaran, warga masih sangat berharap kebutuhan air bersih mereka bisa tercukupi lantaran bantuan dari pemerintah ini masih sangat jauh dari yang diharapkan.
PILIHAN:
Truk Hantam Avanza, Dua Pembina Pramuka Tewas
Krisis air bersih itu dialami ratusan warga dari empat dusun di Desa Ampekale, berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Maros, sejak dua bulan terakhir.
Daeng Hutbah, warga Dusun Mangarabombang terpaksa menggunakan sisa air tambak yang mengering untuk kebutuhan sehari-harinya meski air tersebut kotor dan asin. Hal ini lantaran sumur besar yang dibuat oleh warga setempat untuk menampung air hujan sudah kering kerontang.
Minggu (2/8/2015) ini, Daeng Hutbah yang sehari-harinya bekerja sebagai perajut jala untuk nelayan dan penambak ini harus menempuh jarak yang cukup jauh hanya untuk mengambil beberapa liter air yang akan digunakan untuk mencuci piring dan kebutuhan lainnya.
Dengan tertatih-tatih, lelaki yang berumur 56 tahun ini memikul dua jeriken berisi 20 liter air kotor dan asin untuk menghemat pengeluaran uang belanjaan sehari-harinya yang tidak cukup untuk membeli kebutuhan air bersih.
Sehingga, untuk keperluan cuci piring dan kebutuhan yang tidak mendasar lainnya terpaksa harus menggunakan air bekas tambak ini.
Sementara, untuk keperluan minum dan memasak, ibu-ibu rumah tangga di dusun ini harus berjalan ke dusun tetangga yang berjarak cukup jauh. Mereka lalu menaruh jeriken berisikan 10 liter air di atas kepala. Demi satu jeriken berisi 20 liter air, warga harus membeli dengan harga Rp5 ribu.
Meski pemerintah setempat sudah sering memberikan bantuan air bersih melalui mobil tangki pemadam kebakaran, warga masih sangat berharap kebutuhan air bersih mereka bisa tercukupi lantaran bantuan dari pemerintah ini masih sangat jauh dari yang diharapkan.
PILIHAN:
Truk Hantam Avanza, Dua Pembina Pramuka Tewas
(zik)